PSG Versus Man City, Panggung Ambisi dari Timur Tengah
Laga PSG versus Manchester City di semifinal Liga Champions merupakan duel kekuatan modal terbesar saat ini. Lewat laga ini, Qatar dan UEA ingin membuktikan kekuatan modal bisa menjadi faktor utama untuk menguasai Eropa.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·3 menit baca
PARIS, SELASA — Laga semifinal Liga Champions Eropa antara Paris Saint-Germain dan Manchester City bukan lagi sekadar pertarungan dua klub elite Eropa, melainkan sebuah panggung dua kekuatan besar di Timur Tengah untuk mempertontonkan ambisinya. Dimulai dengan laga pertama babak semifinal di Parc des Princes, Perancis, Kamis (29/4/2021) pukul 02.00 WIB, kedua klub yang mendapat aliran dana cukup besar dari Timur Tengah itu berlomba-lomba menguasai Eropa.
Qatar, lewat perusahaan investasi, Qatar Sport Investment, telah mengubah wajah Paris Saint-Germain (PSG) menjadi klub yang ambisius mengejar trofi Liga Champions. Sementara City selalu tidak pernah kekurangan dana sejak dimiliki City Football Group dari Uni Emirat Arab (UEA). Maka, laga ini praktis menjadi pertarungan bergengsi Qatar dan UEA.
Ketegangan politis pun sudah terjadi di antara kedua negara ini sejak 2017, yaitu ketika UEA bersama koalisinya memboikot Qatar yang dituduh mendukung kelompok radikal. Boikot itu sudah selesai, tetapi ketegangan tetap terasa, bahkan kini melebar ke panggung olahraga. ”Jika Qatar dan UEA tidak bisa berperang, mereka setidaknya bisa bersaing di lapangan sepak bola,” kata pakar Timur Tengah, Mustafa Qadri.
Perang yang dimaksud Qadri itu kini terwujud lewat duel PSG dan City. Qatar berusaha mewujudkan ambisinya melalui PSG dengan membeli sejumlah pemain bintang termahal sejagat, seperti Neymar Jr. Tidak cukup dengan Neymar, pemain sepak bola termahal sejagat saat ini, mereka juga memboyong Kylian Mbappe (termahal kedua dunia) dari AS Monako.
Ambisi belum terwujud
Dengan superioritasnya dan kekuatan finansialnya, PSG semakin sulit ditaklukkan di Perancis. Namun, ambisi mereka menaklukkan Eropa belum juga terwujud.
Melalui proses yang panjang, tim bertabur bintang itu mulai menemukan karakternya dan perlahan bisa melangkah jauh di ajang Liga Champions. Pada musim lalu, PSG sudah mampu mencapai final, tetapi kalah dari salah satu langganan juara, Bayern Muenchen. Namun, musim ini, PSG berhasil menyingkirkan Bayern dan raksasa Eropa lainnya, Barcelona.
Melalui laga ini, Qatar dan UEA ingin membuktikan bahwa kekuatan modal bisa menjadi faktor utama untuk bisa menguasai sepak bola di level Eropa, bahkan dunia.
Kini, PSG tinggal sedikit lagi bisa mengulangi kesuksesan mereka pada musim lalu, yaitu minimal ke final. Masalahnya, tim yang mereka hadapi saat ini adalah Manchester City yang semakin ganas. Meskipun gagal meraih quadruple atau empat gelar juara dalam semusim, City masih bisa merebut treble atau tiga trofi dalam semusim.
Mereka sudah menjuarai Piala Liga Inggris dan tinggal sedikit lagi untuk mengangkat trofi Liga Inggris. Kini, tinggal trofi Liga Champions yang menjadi buruan utama mereka. Serupa PSG, City belum pernah meraih trofi Liga Champions.
”Saya rasa, City adalah satu tim terhebat di dunia dengan pelatih terbaik. Laga ini akan sulit seperti saat kami menghadapi Bayern,” kata Pelatih PSG Mauricio Pochettino.
City, wakil Inggris, bukanlah tim yang asing bagi Pochettino yang sebelumnya menjadi Manajer Tottenham Hotspur. Namun, Pochettino melihat City saat ini adalah tim yang berbeda.
Kucuran dana besar dari UEA telah membantu City tampil stabil di barisan tim elite Inggris. Menurut data dari Transfermarkt, City telah melakukan pengeluaran bersih sebesar 1,2 miliar pounds atau setara Rp 24 triliun untuk belanja pemain sejak dibeli investor UEA pada 2008 silam. Satu-satunya tim di dunia yang bisa mendekati tingkat keborosan City itu adalah PSG, yaitu sekitar 821 juta pounds atau Rp 16,5 triliun.
Praktis, laga di Parc des Princes nanti merupakan pertemuan di antara dua klub dengan kekuatan modal terbesar saat ini. Melalui laga ini, Qatar dan UEA ingin membuktikan bahwa kekuatan modal bisa menjadi faktor utama untuk bisa menguasai sepak bola di level Eropa, bahkan dunia.
Melalui laga ini pula, PSG dan City berusaha menorehkan sejarah dengan tampil sebagai juara baru di Liga Champions dalam sembilan tahun terakhir. Misi ini tidak mudah karena kompetisi antarklub paling bergengsi sejagat ini dikuasai para tim tradisional, seperti Real Madrid. (AFP/REUTERS)