Valentino Rossi kini menjalani musim ke-26 sejak debut di kelas 125 cc pada 1996. Dia tak muda lagi, 42 tahun, tetapi belum sepenuhnya yakin untuk pensiun karena selalu merindukan semburan adrenalin saat naik podium.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·6 menit baca
Pensiun menjadi kata yang sangat sakral bagi Valentino Rossi karena kata itu membawa konsekuensi yang belum siap dihadapi oleh pebalap MotoGP berusia 42 tahun tersebut. Pada usia yang tidak muda lagi itu, dia masih memiliki berlimpah motivasi untuk meraih podium, merasakan kembali adrenalin yang mengalir cepat dalam perburuan podium. Perasaan itulah yang belum ingin dilepas oleh Rossi. Karena itu, wajar jika juara dunia sembilan kali di semua kelas itu selalu menyatakan dirinya akan pensiun jika tidak lagi kompetitif.
Musim lalu dia tidak memiliki kompetisi yang ideal untuk membawa kemampuannya dalam persaingan MotoGP karena penundaan balapan di awal pandemi Covid-19. Padahal, dia ingin melihat apakah dia masih bisa kompetitif—minimal mampu konsisten finis lima besar—sebelum memutuskan pensiun atau lanjut. Rossi mengakhiri musim 2020 dengan sangat buruk meskipun sempat mengawali musim lalu dengan podium ketiga pada balapan kedua di Jerez.
Namun, kendala teknis sepeda motor, positif Covid-19 yang membuat dia absen dua balapan, membuat Rossi hanya bisa finis di posisi 1ke-5 dengan 66 poin. Dia lima kali gagal finis, dua kali absen karena Covid-19, dan tujuh balapan yang dia selesaikan berakhir di posisi ketiga, kelima, kelima, kesembilan, keempat, ke-12, ke-12. Rossi batal pensiun dan melanjutkan kariernya dengan membela tim satelit Petronas SRT Yamaha dengan dukungan penuh dari tim pabrikan Yamaha. Kontraknya di tim asal Malaysia itu hanya semusim dan berpotensi dilanjutkan jika musim ini hasilnya bagus.
Namun, nestapa yang dijumpai oleh Rossi sejak seri pembuka MotoGP 2021 di Losail, Qatar, di mana dia finis di posisi ke-12 padahal start dari urutan keempat. Seri kedua, masih di Losail, dia start dari posisi terburuk, urutan ke-21, dan finis di urutan ke-18. Dia berangkat ke Portimao, untuk menjalani balapan ketiga dengan bekal 4 poin. Nestapa berlanjut di Portimao, dia terjatuh dan gagal meraih poin, padahal dia sempat berada di posisi ke-11.
Rossi kini di posisi k-19 klasemen sementara dengan 4 poin, sama dengan adiknya yang menjalani debut MotoGP, Luca Marini di posisi ke-18. Rossi juga kalah dari dua pebalap rookie lainnya, Enea Bastianini dan Jorge Martin yang masing-masing di peringkat 9 dan 10.
Awal musim yang sangat berat ini belum membuat Rossi patah semangat. Dia akan berjuang kembali pada seri keempat di Jerez, Spanyol, Minggu (2/5/2021). Rossi memiliki banyak kenangan manis di Sirkuit Jerez-Angel Nieto dengan meraih hasil balapan bagus, termasuk finis ketiga musim lalu. Dia berusaha merasakan kembali aliran cepat adrenalin akhir pekan ini, perasaan yang selalu dia rindukan dan membuat dirinya selalu menunda pensiun.
”Alasan saya sangat sederhana dan itu membuat saya merasa aneh mengapa sebagian orang tidak memahami itu, mungkin cara berpikir saya berbeda. Saya senang bagaimana saya merasakan, rasa, adrenalin saat meraih kemenangan, berada di podium atau sekadar menjalani balapan yang bagus. Saya akan merasa baik dalam beberapa hari. Saya senang dengan perasaan itu,” ujar Rossi kepada La Gazetta dello Sport, akhir pekan lalu.
Saya tahu betul bahwa akhirnya, waktu yang akan menang, semua orang seperti itu. Namun, saya akan berusaha dengan segenap kekuatan saya untuk membuat itu sesulit mungkin. Hanya itu alasan saya masih balapan.
”Saya tahu betul bahwa akhirnya, waktu yang akan menang, semua orang seperti itu. Namun, saya akan berusaha dengan segenap kekuatan saya untuk membuat itu sesulit mungkin. Hanya itu alasan saya masih balapan,” ujar Rossi yang terus melawan usia.
Namun, Rossi harus memikul konsekuensi bertambahnya usia, yaitu berlatih lebih keras dan tak terlena oleh godaan kenyamanan. Pebalap yang genap berusia 42 tahun pada 16 Februari lalu itu kini melawan para pebalap yang bahkan belum lahir saat dirinya menjalani debut di Kejuaraan Dunia 125cc pada Maret 1996.
Saat Rossi memacu Aprilia RS125 di Sirkuit Syah Alam, Malaysia, 25 tahun lalu, para pebalap seperti Alex Marquez, Francesco Bagnaina, Iker Lecuona, Fabio Quartararo, Joan Mir, Enea Bastianini, Luca Marini, dan Jorge Martin bahkan belum lahir. Pebalap paling tua di antara mereka, Alex Marquez, baru lahir pada 23 April 1996.
Rossi bukanlah satu-satunya atlet yang sempat ”terbelenggu” oleh perasaan istimewa saat memenangi balapan, pertandingan, dan menjadi juara. Salah satu kisah atlet yang menjadi legenda dunia dan dia gemari adalah bintang basket Michael Jordan yang dikemas dengan sangat menarik dalam serial Netflix, The Last Dance. Rossi mencermati saat Jordan mengakui dirinya pensiun dua tahun sebelum kondisi fisik dan kemampuannya meredup (pada 1993), hanya supaya tidak merasakan kemerosotan performa. Kurang dari dua tahun kemudian, Jordan kembali ke NBA.
”Ini selalu menjadi sesuatu yang bagus untuk dikatakan, tetapi, menurut saya, apa yang hilang dari Anda dengan berhenti melakukan sesuatu yang paling Anda sukai lebih besar dari apa yang anda rasakan saat berhenti ketika Anda di puncak karier Anda. Namun, Anda tidak akan pernah tahu apakah itu benar telah berakhir, seperti pada 2013 saat saya kembali ke Yamaha, di mana saya dinilai sudah selesai oleh semua orang. Sebaliknya, jika mereka tidak mencuri kejuaraan dunia, pada 2015 saat akan memenangi satu lagi, itu akan menjadi gelar kesepuluh dan itu memperpanjang karier olahraga saya sebagai seorang juara dalam enam tahun,” ujar Rossi.
”Jadi, saya tidak berpikir seperti Jordan meskipun bagi saya dia adalah mitos. Tentu, saya tidak ingin finis balapan di posisi ke-12 atau ke-16. Jika saya ingin berhenti saat di puncak, saya seharusnya sudah melakukan itu beberapa tahun lalu. Namun, saya meyakini ini, saya ingin berusaha,” tegas Rossi yang juga memburu gelar ke-10 yang melayang pada 2015. Enam tahun lalu, Rossi bersaing ketat dengan rekan setimnya, Jorge Lorenzo, dan terlibat pertarungan panas dengan Marc Marquez.
Dalam 26 musim di ajang Grand Prix sepeda motor, Rossi juga pernah membuang peluang juara pada 2006 saat bersaing ketat dengan Nicky Hayden. Dia terjatuh dalam balapan di Valencia dan finis di posisi ke-13, sedangkan Hayden juara dengan finis di posisi ketiga. Gagal meraih gelar juara keenam MotoGP itu, menurut Rossi, telah mengubah seluruh kisah kariernya kemudian. ”Valencia 2006. Di sana saya membuang gelar juara dunia yang bisa saya raih dan gelar akan menjadi sepuluh meskipun setelah pencurian pada 2015,” tegas Rossi.
Rossi telah merasakan asam garam di ajang Grand Prix sepeda motor, ada momen sulit juga kegemilangan. Namun, dia mengaku ada tiga momen paling berkesan bagi dirinya. ” Tahun 2001 karena itu musim terakhir kelas 500 cc dan itu menjadi kesempatan terakhir mewujudkan pertempuran luar biasa hingga mati dengan Max Biaggi. Kemudian tahun 2004, lebih indah, dengan kemenangan di Welkom (Afrika Selatan) dalam debut bersama Yamaha. Tahun 2008, setelah bagi banyak orang saya dinilai sudah habis, orangtua. Sebaliknya, dengan beralih ke ban Bridgestone, saya mengalahkan Casey Stoner,” ungkap Rossi.
Rossi terakhir kali meraih gelar juara MotoGP pada 2009 dengan 306 poin, unggul 45 poin atas rekan setimnya di tim pabrikan Yamaha, Jorge Lorenzo. Setelah itu, Rossi belum bisa meraih gelar juara lagi dan pencapaian terbaiknya adalah tiga kali beruntun menjadi runner-up pada 2014-2016.
Rossi kini semakin tua dan seperti pada 2008, dia dinilai sudah habis. Dia semakin sulit bersaing dengan para pebalap muda, bahkan dengan pebalap rookie. Namun, Rossi adalah petarung yang akan berusaha hingga akhir untuk memastikan dirinya memang kariernya sudah mencapai titik untuk mengucapkan pensiun.