Laga final yang mempertemukan tim Inggris berpotensi terjadi di Liga Champions dan Liga Europa musim ini. Raksasa Inggris mampu memaksimalkan kemunduran dominasi Real Madrid dan Barcelona di Eropa.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
MANCHESTER, JUMAT – Keberhasilan Manchester United dan Arsenal melaju ke babak semifinal Liga Europa melengkapi prestasi duo tim Inggris lainnya yang telah lebih dulu memastikan posisi empat besar di Liga Champions, yaitu Chelsea dan Manchester City. Keempat tim itu berpotensi mengulangi dominasi Liga Utama Inggris di dua kompetisi antarklub Eropa itu dengan menyajikan duel sesama Inggris di laga final seperti pada edisi 2018-2019.
Kembalinya dominasi Inggris di Eropa seakan membuka kembali lembaran historis pada dekade akhir 2000-an. Dalam durasi 2005 hingga 2012, tim Inggris tampil di tujuh dari delapan edisi final Liga Champions secara beruntun.
Dari tujuh edisi final itu, empat tim, yaitu Liverpool, Manchester United, Arsenal, dan Chelsea, silih berganti mewakili Inggris di partai puncak. Bahkan, pada final musim 2007-2008, duel all-england di partai puncak tercipta antara Manchester United melawan Chelsea.
Tidak hanya empat tim besar itu yang terlibat secara langsung dalam persaingan menjadi kampiun di "Benua Biru", tim medioker dalam persaingan papan atas Liga Inggris, seperti Middlesbrough dan Fulham, juga mampu menembus final Liga Europa. Middlesbrough tampil di final edisi 2006, kemudian Fulham bermain di laga pemungkas musim 2009-2010.
Bagi Manajer Arsenal Mikel Arteta dan Manajer Manchester United Ole Gunnar Solskjaer, trofi Liga Europa menjadi satu-satunya gelar yang bisa mereka rebut di akhir musim ini. Arsenal telah tersingkir dari persaingan di Liga Inggris dan Piala FA, sedangkan United memang berada di urutan kedua Liga Inggris, tetapi mustahil untuk meraih gelar liga. Sebab City, sang pemuncak klasemen, secara matematis hanya butuh empat kemenangan dari enam laga tersisa untuk menjadi kampiun di Liga Inggris.
Jalan menuju final tidak akan mudah karena kami akan menghadapi Villarreal yang dilatih Unai Emery, salah satu pelatih tersukses di Liga Europa.
Alhasil, Arteta dan Solskjaer amat berambisi menembus partai puncak yang akan berlangsung di Stadion Energa, Gdansk, Polandia. “Jalan menuju final tidak akan mudah karena kami akan menghadapi Villarreal yang dilatih Unai Emery, salah satu pelatih tersukses di Liga Europa,” kata Arteta dilansir BBC Sport, Kamis (15/4/2021) waktu setempat.
Adapun Emery mampu meraih tiga gelar Liga Europa bersama Sevilla, kemudian mengantarkan Arsenal ke laga final Liga Europa musim 2018-2019 sebelum ditumbangkan Chelsea 1-4.
Sementara itu, Solskjaer berambisi membalas kekecewaan United yang gugur di semifinal Liga Europa musim lalu karena kalah dari Sevilla. “Kami akan gunakan kekecewaan di musim lalu sebagai motivasi demi mencapai final. Menembus final dan menjadi juara akan menjadi capaian yang istimewa bagi seluruh pemain,” ujar pelatih berkebangsaan Norwegia itu.
Buah investasi
Sejak Liverpool mampu menembus final Liga Champions 2018, terdapat tiga tim lain yang berlaga di laga pemungkas. Chelsea dan Arsenal di Liga Europa, lalu ada pula Tottenham Hotspur yang menjadi lawan “Si Merah” di final Liga Champions 2019.
Dominasi Inggris di Eropa merupakan buah dari investasi besar untuk mengumpulkan pemain dan manajer terbaik di dunia. Menurut data CIES Football Observatory pada periode 2015 hingga 2019, 20 tim Liga Utama Inggris menghabiskan dana akumulasi sekitar 9,4 miliar euro (Rp 163,8 triliun) untuk membeli pemain. Jumlah itu amat jauh dibandingkan akumulasi pengeluaran belanja pemain tim di Liga Spanyol pada periode serupa. Liga Spanyol adalah kompetisi domestik dengan belanja pemain terbesar kedua di Eropa, tetapi hanya mencatatkan pengeluaran sekitar 4,8 miliar euro (Rp 83,6 triliun).
“Liga Inggris adalah kompetisi dengan pemain dan pelatih asing terbanyak di Eropa. Kondisi itu membuat seluruh tim memiliki tujuan yang sama, yaitu tidak hanya berpretasi di level domestik tetapi menjadi pesaing utama di Eropa, seperti yang telah ditunjukkan Liverpool dan City,” ucap legenda Liverpool, Graeme Souness, kepada Planet Football, beberapa waktu lalu.
Kedua, persaingan Liga Inggris lebih ketat dan kompetitif dibandingkan liga top Eropa lainnya. Berbeda dengan Liga Italia dan Liga Jerman yang didominasi oleh satu tim, kemudian Liga Spanyol yang dikuasai Barcelona dan Real Madrid. Sebanyak enam tim silih berganti menjadi juara di Liga Inggris dalam satu dekade terakhir.
Selain itu, penghuni zona Eropa juga silih berganti di setiap musimnya. Di musim ini, misalnya, Leicester City dan West Ham United secara mengejutkan menjadi pesaing posisi empat besar.
"Liga Inggris adalah liga tersulit yang saya alami sebagai manajer dari sisi persaingan dan lawan yang dihadapi," kata Manajer City Pep Guardiola, 2019 lalu.
Menurut David Horrocks, psikolog olahraga UEFA,, pesaingan dan permainan bertekanan tinggi memperbesar kemungkinan pemain dan tim menghasilkan prestasi yang lebih positif. Ia mencontohkan, Liga Inggris yang kompetitif memberikan keuntungan bagi tim duta liga itu di kompetisi Eropa.
“Semakin sering tekanan yang dihadapi pemain, maka akan membantu pemain itu mengatasi berbagai kondisi yang dibutuhkan untuk memenangi persaingan,” kata Horrocks.
Penurunan Spanyol
Selain itu, jejak dominasi Inggris seakan sebuah siklus yang normal setelah dominasi Real dan Barca di Eropa mulai memudar. Setelah Cristiano Ronaldo hengkang dari “Los Blancos” dan penampilan menurun Barca, kedua tim itu bukan lagi kekuatan yang menakutkan di Eropa. City pun telah mengalahkan Real dan Zidane di babak 16 besar Liga Champions musim lalu. Liverpool telah menunjukkan penampilan yang lebih baik dari Barca pada semifinal edisi 2018-2019.
Dalam tiga musim terakhir Liga Champions, secara akumulasi Liga Inggris memiliki wakil lebih banyak di babak perempat final dibandingkan La Liga. Pada musim 2018-2019, Liga Inggris mengirimkan empat wakil di babak perempat final, kemudian hanya City di fase yang sama musim lalu, dan tiga wakil di babak perempat final pada musim ini.
Adapun klub La Liga hanya memiliki satu duta di perempat final musim 2018-2019, lalu dua perwakilan pada musim lalu. Di musim 2020-2021 hanya Real Madrid yang mampu mencapai perempat final hingga masuk semifinal.
“Setelah era dominasi Ronaldo dan Messi berakhir, giliran era Liga Inggris di Eropa kembali hadir. Tim Inggris memiliki kualitas pemain lebih baik dibandingkan liga lain serta dipimpin oleh manajer berlabel terbaik di dunia,” ujar Souness. (REUTERS/AP)