Lifter Eko Yuli Irawan dikenal tidak pernah berulah. Namun, beberapa waktu terakhir, dia justru bersilang pendapat dengan cabang olahraganya. Semua itu terjadi karena semangat Eko untuk meraih emas di Olimpiade Tokyo.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Lifter andalan Indonesia, Eko Yuli Irawan, dikenal tidak banyak berulah. Namun, beberapa waktu terakhir, justru mencuat silang pendapat antara Eko dan Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) karena atlet berusia 31 tahun itu ingin ditangani oleh pelatih Lukman. Karena permintaan itu tidak dipenuhi, Eko pun berlatih mandiri sejak pertengahan tahun 2020.
Eko mengatakan, keinginannya itu semata-mata demi merebut emas di Olimpiade Tokyo pada 23 Juli-8 Agustus 2021. Dengan usia dan peluangnya saat ini, atlet asal Metro, Lampung, itu optimistis bisa meraih prestasi tertinggi di Tokyo.
Jika impiannya tercapai, Eko mempersembahkan prestasi itu untuk PB PABSI dan Merah Putih. Bagi lifter di kelas 61 kilogram itu, sampai kapan pun, PB PABSI tetap orangtua untuk karier angkat besinya dan dia adalah anak kandung angkat besi Indonesia.
Berikut kutipan wawancara dengan Eko usai peraih perunggu Olimpiade Beijing 2008, London 2012, dan perak Rio de Janeiro 2016 itu berlatih mandiri di Empire Fit Club, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (13/4/2021).
Kenapa ingin kembali dilatih Lukman?
Saya kenal coach Lukman sejak usia 11 tahun, saat masih berlatih dengan Pak Yon Haryono di Lampung. Hubungan saya dan coach Lukman sudah seperti anak dan ayah. Selain pernah mendampingi di Olimpiade 2008 dan 2012, coach Lukman juga terkenal jeli melihat kekurangan atlet. Bukan mengesampingkan atau mengecilkan pelatih lain, melainkan pelatih lain umumnya melihat performa saya sudah baik.
Padahal, saya yakin masih ada hal yang kurang dan perlu diperbaiki agar bisa mengejar prestasi lebih tinggi di Olimpiade kali ini. Karena itu, saya mengharapkan kehadiran coach Lukman karena saya yakin dia bisa mengetahui apa yang masih kurang dari saya.
Apa tidak khawatir ini menjadi stigma bahwa Eko Yuli banyak permintaan?
Sejak saya bergabung ke pelatnas angkat besi (sekitar 2006), saya tidak pernah meminta yang aneh-aneh. Saya ikuti semua aturan yang di pelatnas. Bahkan, ketika coach Lukman mundur dari pelatnas tahun 2014, saya tetap berlatih di pelatnas dan tidak pernah ada masalah.
Sekarang ini, saya meminta coach Lukman bukan karena tidak percaya dengan pelatnas. Saya hanya ingin agar latihan bisa lebih maksimal dan mengejar prestasi lebih baik di Olimpiade ini. Dengan usia saya saat ini dan peluang yang ada, mungkin ini kesempatan terakhir saya mengejar medali emas di Olimpiade. Kalau menunggu empat tahun lagi (Paris 2024), sangat berat. Apalagi usia saya saat itu sudah 35 tahun. Sangat jarang atlet bisa mengejar emas di usia seperti itu.
Saya bisa seperti ini juga karena hasil binaan PB PABSI. Saya lahir dari PB PABSI. Sampai kapan pun, saya tetap anak kandung angkat besi Indonesia.
Saya berusaha menjalin silaturahmi mulai dari Wakil Ketua Umum PB PABSI Pak Djoko Pramono, Ketua Umum PB PABSI Pak Rosan Perkasa Roeslani, Kementerian Pemuda dan Olahraga, hingga Komite Olimpiade Indonesia. Saya berusaha menjaga hubungan baik dengan semuanya karena tujuan saya ini bukan semata-mata kepentingan pribadi, melainkan untuk mengharumkan nama PB PABSI dan Indonesia.
Apa tidak khawatir ini menimbulkan kecemburuan dari atlet lain?
Apa yang saya perjuangkan ini punya alasan kuat. Saya punya catatan prestasi di Olimpiade dengan dua perunggu dan satu perak, medali emas Kejuaraan Dunia di Ashgabat, Turkmenistan, 2018. Saya juga meraih emas di Asian Games 2018. Saat ini, saya masih berada di peringkat kedua dunia kualifikasi Olimpiade Tokyo kelas 61 kilogram (dengan 4.162,7503 poin dan total angkatan terbaik 317 kilogram).
Bagaimana caranya meyakinkan publik,Eko Yuli tidak akan besar kepala kalau bisa mencapai target di Olimpiade Tokyo?
Tidak ada persaingan antara saya dan PB PABSI. Kami semua tetap berjuang atas nama angkat besi Indonesia. Kalau saya bisa mencapai target (emas) di Olimpiade, prestasi itu saya persembahkan untuk PB PABSI. Sebab, saya bisa seperti ini juga karena hasil binaan PB PABSI. Saya lahir dari PB PABSI. Sampai kapan pun, saya tetap anak kandung angkat besi Indonesia.
Bagaimana upaya Eko Yuli untuk meraih emas di Olimpiade Tokyo?
Saya tidak pernah putus berlatih walau secara mandiri. Awal pekan lalu, saya mulai berlatih mandiri di Empire Fit Club. Kecuali Kamis dan Minggu, saya berlatih setiap hari, pagi dan sore hari. Ini adalah salah satu cara saya untuk tetap fokus menyiapkan diri menuju Olimpiade Tokyo. Saya pun bisa menenangkan diri dan mendapatkan suasana baru. Tempat ini sangat nyaman. Walau tidak ada rekan berlatih (sesama atlet), para instruktur di sini juga sangat bersahabat.
Dengan pengalaman sekitar 20 tahun, saya cukup paham apa saja yang perlu dipersiapkan. Apalagi sejak Januari (tahun ini), saya sudah mendapatkan program latihan dari coach Lukman (yang sekarang menjadi pelatih di pelatnas angkat besi Thailand). Kami terus berkomunikasi secara jarak jauh dan membahas bersama hasil latihan.
Berat badan Anda masih melebihi kelas lomba, apakah itu bakal menjadi hambatan?
Berat badan saya masih di kisaran 66-67 kg. Tapi, di angkat besi, sampai H-7 perlombaan, berat badan lebih 2-3 kg dari kelas perlombaan pun masih normal. Timbang badan atlet baru dilakukan dua jam sebelum perlombaan. Setelah timbang badan pun atlet bisa makan dan minum habis-habisan untuk memulihkan kondisi (mencapai berat badan melebihi kelas perlombaan).
Lagi pula, kalau selama latihan saya mempertahankan berat badan 61 kg, target kekuatan (power) saya tidak bisa tercapai. Dalam tahapan persiapan, bulan April saya sengaja mempertahankan berat badan di 66-67 kg agar bisa optimal untuk pemulihan dan penguatan kekuatan
Bulan Mei, berat badan akan saya turunkan menjadi 65 kg dan mulai fokus memperbaiki teknik angkatan snatch serta clean and jerk. Lalu, bulan Juni, berat badan akan saya turunkan di 64 kg. Berat badan itu akan dipertahankan sampai jelang perlombaan karena mudah untuk diturunkan dan dikembalikan seperti semula.
Dua-tiga hari sebelum lomba, biasanya saya akan puasa, senam kecil, dan sauna untuk menurunkan berat badan sesuai kelas perlombaan. Setelah timbang badan, saya bisa minum dan makan dengan banyak untuk kembali pulih di berat badan 64 kg (kemampuan optimal).