Kenyamanan Havertz sebagai ”false nine” menjadi modal Chelsea jelang kedatangan Porto pada laga kedua perempat final Liga Champions.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Gelandang serang Chelsea, Kai Havertz, kerap dilabeli sebagai pembelian gagal. Setelah hampir semusim, Havertz mulai melepaskan diri dari citra tersebut. Di bawah asuhan Manajer Thomas Tuchel, dia memulai langkah baru dengan peran teranyar sebagai penyerang false nine.
Havertz dua kali beruntun dimainkan sebagai false nine dalam skema 3-4-2-1 ala Tuchel. Dalam dua laga itu, Chelsea menang atas FC Porto, 2-0, pada laga pertama perempat final Liga Champions Eropa dan menang atas Crystal Palace, 4-1, di Liga Inggris.
Pemain muda Jerman itu tampak nyaman dengan peran barunya. Kenyamanan itu ditunjukkan lewat sumbangan 1 gol dan 1 asis ketika bertemu Palace, Sabtu. Sebagai catatan, gol itu adalah yang pertama bagi Havertz dalam 13 penampilan terakhir di Chelsea.
”Saya sangat menyukai peran baru itu. Posisi yang bagus untuk saya karena punya kebebasan lebih saat bermain. Dalam posisi ini, saya mendapat cukup peluang untuk mencetak dan gol sangat penting untuk penyerang seperti saya,” katanya.
Dengan performa menawan, Havertz (21) kemungkinan besar kembali menjadi andalan di posisi serupa pada laga kedua perempat final melawan Porto di Stadion Stamford Bridge, Rabu (14/4/2021) dini hari WIB. ”Saya perlu membuktikan diri lagi. Akan saya lakukan dalam laga selanjutnya,” tekad pemain musim pertama Chelsea itu.
Dalam posisi baru ini, Havertz berperan bebas memimpin lini serang. Dia bisa beroperasi di kiri, kanan, dan tengah pertahanan lawan. Dia juga sering mundur sampai ke tengah lapangan untuk memecah fokus lawan.
Saya sangat menyukai peran baru itu. Posisi yang bagus untuk saya karena punya kebebasan lebih saat bermain. Dalam posisi ini, saya mendapat cukup peluang untuk mencetak dan gol sangat penting untuk penyerang seperti saya.
Havertz tidak punya peran seperti ini ketika Chelsea masih dilatih Frank Lampard. Dia justru kebingungan karena terus mendapat tugas berbeda di setiap laga. Bahkan, Lampard pernah menempatkannya dalam posisi tiga gelandang sejajar. Peran itu tidak mengeluarkan potensinya dalam serangan.
Peran tidak jelas itu memperlambat adaptasinya. Apalagi, Havertz sempat terpapar Covid-19 pada November lalu. Hal itu itu membuat performanya jauh dari yang diharapkan. Pemain yang didatangkan seharga 80 juta euro dari Bayer Leverkusen ini pun dianggap pembelian gagal.
Berlian
Penampilan Harvetz di dua laga terakhir membuat Tuchel sangat gembira karena seperti menemukan berlian baru jelang akhir musim. Potensi dari Havertz itulah yang dicari selama ini. Selama di bawah Tuchel, Havertz sempat diberi kesempatan di posisi gelandang serang kiri maupun kanan, tetapi kurang bersinar.
”Saya sangat senang karena dia keluar dari zona nyamannya dan siap untuk menunjukkan yang terbaik. Dia memiliki kualitas. Inilah cara tepat baginya untuk membantu tim, dengan menjadi pemain penting seperti saat ini,” ucap Tuchel.
Bagi Tuchel, penyerang ”Si Biru” harus punya kemampuan olah bola, lari tanpa bola, dan penyelesain akhir di atas standar. ”Itulah yang kami inginkan. Inilah hidup sebagai penyerang di Chelsea,” tambah manajer asal Jerman itu.
Paket kemampuan itu dimiliki Havertz. Sebagai seorang gelandang, dia lebih unggul dalam hal teknik dan kreativitas dibandingan penyerang lain, seperti Timo Werner, Olivier Giroud, dan Tammy Abraham. Artinya, pemain setinggi 1,89 meter ini bisa jadi eksekutor sekaligus pengumpan.
Selain itu, Havertz bisa mundur sampai posisi gelandang. Aksi ini membuat bek lawan akan serba salah. Jika mengejarnya, akan ada lubang besar di pertahanan. Namun, Havertz akan leluasa mengatur serangan andai tidak ditempel.
Dalam skema ini, Havertz tidak sendirian. Dia ditemani oleh dua gelandang serang hebat di belakangnya, Christian Pulisic di kiri dan Mason Mount di kanan. Pergerakan dinamis ketiganya membuat serangan Chelsea sangat sulit ditebak pertahanan lawan.
Menurut mantan gelandang Manchester United, Owen Hargreves, trio lini depan ini merupakan yang terbaik untuk Chelsea saat ini. Seharusnya, Tuchel mematenkan formasi ini sampai akhir musim.
”Trio itu seperti punya sesuatu. Mereka bisa menjadi tim terbaik saat ini. Timo, pemain yang baik, tetapi dia sedang bermasalah dengan kepercayaan diri. Beda dengan trio ini. Mereka seperti menyatu. Mereka terkoneksi satu sama lain,” kata Hargreaves.
Peran baru Havertz ini akan menjadi senjata paling jitu Chelsea ketika bertemu Porto. ”Si Biru” setidaknya hanya butuh hasil imbang untuk lolos ke semifinal. (AP/REUTERS)