"Uncle" Toni, mantan pelatih Rafael Nadal, melihat potensi besar pada diri petenis muda Kanada, Felix Auger-Aliassime. Maka, Toni Nadal rela "turun gunung" demi mengembangkan bakat calon petenis putra terbaik dunia itu.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Dalam 27 tahun menjalani karier sebagai pelatih profesional, hanya ada satu petenis yang didampingi Toni Nadal, yaitu keponakannya, Rafael Nadal. Setelah empat tahun menepi dari turnamen, "Uncle" alias Paman Toni pun turun gunung, kali ini mendampingi petenis muda Kanada, Felix Auger-Aliassime.
Kerjasama Auger-Aliassime dan Toni itu diumumkan mereka, bersama Frederic Fontang (pelatih Auger-Aliassime sejak 2017), melalui Zoom pada jurnalis internasional, Kamis (8/4/2021). Toni, yang melatih Nadal pada 1990-2017 sejak keponakannya itu berusia empat tahun, akan mulai mendampingi Auger-Aliassime dalam turnamen ATP Masters 1000 Monte Carlo, 11-18 April. Nadal pun akan bersaing pada turnamen yang 11 kali dijuarainya itu.
“Kami memanggil Anda untuk mengumumkan kerja sama dengan Toni Nadal, dimulai di Monte Carlo,” ujar Auger-Aliassime.
Kerja sama tersebut dimulai dengan pendekatan yang dilakukan Auger-Aliassime bersama timnya pada Desember 2020. “Saya berdiskusi dengan tim dan orang tua. Saya berpikir, akan sangat bagus jika bisa memiliki orang yang telah mencapai level tinggi dalam tim, seseorang yang bisa mengantarkan saya mencapai cita-cita. Lalu, kami pun mendekati Toni,” tutur petenis berusia 20 tahun tersebut.
Toni, yang memiliki standar tinggi dalam menilai petenis yang dilatihnya, tak langsung menerima tawaran tersebut. Dia meminta Auger-Aliassime dan timnya datang ke Akadami Tenis Rafa Nadal di Mallorca, Spanyol. Itu adalah tempat di mana Toni melatih para talenta muda setelah pensiun melatih keponakannya.
Faktor penting yang dinilai Toni ketika berinteraksi dengan Auger-Aliassime, juga dari percakapannya dengan Nadal, adalah sikapnya. Petenis keturunan Togo itu dinilai penuh rasa hormat dan selalu bersikap sopan.
Toni sangat mengedepankan sikap itu dan kedisiplinan anak didiknya, termasuk ketika melatih Nadal kecil. Nadal diharuskan membersihkan lapangan setiap kali selesai berlatih. Dia pun dididik untuk tidak pernah membanting raket, meski dalam emosi.
Petenis yang meraih 16 gelar juara Grand Slam bersama Toni, dari total 20 gelar, itu pernah bercerita alasan tak pernah membanting raket. “Banyak anak kecil yang ingin punya raket, tetapi tidak bisa membelinya. Maka, saya pun tak pernah merusak raket dengan membantingnya,” kata Nadal.
Dari pengalaman bersama Nadal itulah, Toni menerapkan prinsip yang sama dalam menilai Auger-Aliassime. “Saya tak akan pernah bekerja sama dengan seseorang yang tak punya rasa hormat dalam semua aspek kehidupan. Apalagi, saya punya pengalaman itu dan Rafael (Toni selalu memanggil keponakannya dengan sebutan Rafael) dihormati banyak orang atas sikapnya itu,” tutur Toni dalam laman resmi ATP.
Terkait faktor teknis, Toni mengatakan, melatih petenis yang telah memiliki kemampuan seperti Auger-Aliassime seperti saat ini menjadi tantangan tersendiri. Hal itu berbeda ketika dia melatih Nadal, sejak keponakannya itu masih belajar memegang raket dengan benar.
Saya katakan pada Rafael bahwa anak itu (Auger-Aliassime) akan menjadi petenis bagus. Saya melihat potensinya menjadi petenis terbaik di masa depan. Sekarang, dia harus punya komitmen itu dan mewujudkannya. (Toni Nadal)
Toni pulalah yang melihat potensi Nadal bermain lebih baik dengan tangan kiri, meski dia bukan kidal. Dia juga membuat Nadal memiliki backhand silang yang ditakuti lawan, running forehand yang bisa menghasilkan poin ajaib, serta petenis yang dikenal paling kompetitif oleh para pesaingnya.
Sentuhan Toni itu diharapkan bisa membuat Auger-Aliassime menjadi lebih baik dari saat ini. Bersaing di arena profesional sejak 2017, petenis yang dikenal dengan permainan atletis dan pukulan kencang itu tujuh kali mencapai final turnamen ATP Tour. Namun, tak sekali pun dia membawa gelar juara, termasuk pada final terakhirnya dalam salah satu turnamen pemanasan Australia Terbuka, Februari.
Salah satu kelemahan yang akan menjadi pekerjaan rumah Toni adalah kemampuan Auger-Aliassime saat mengembalikan servis, terutama dalam memilih pukulan yang tepat. Berdasarkan statistik yang dibuat ATP, Auger-Aliassime hanya berada pada peringkat ke-63 dalam pengembalian servis. Dalam statistik yang sama, Nadal berada pada posisi teratas.
Sebelum berhubungan dengan intens sejak Desember 2020, Toni melihat penampilan Auger-Aliassime untuk pertama kalinya pada turnamen ATP Challenger saat dia berusia 16 tahun. Ketika itu, Auger-Aliassime berhadapan dengan salah satu petenis Akademi Rafa Nadal, Jaume Munar.
“Saat itu, saya katakan pada Rafael bahwa anak itu (Auger-Aliassime) akan menjadi petenis bagus. Saya melihat potensinya menjadi petenis terbaik di masa depan. Sekarang, dia harus punya komitmen itu dan mewujudkannya,” kata Toni.
Meski demikian, Toni berpendapat, perjalanan Auger-Aliassime menuju papan atas tak akan mudah. Seperti ketika Nadal harus bersaing dengan Roger Federer, Andy Roddick, Lleyton Hewitt, dan Marat Safin pada periode awal kariernya, Auger-Aliassime harus berkompetisi dengan beberapa petenis yang telah berada di depannya.
Di antara generasi penerus “Big Three” itu terdapat petenis yang telah menembus jajaran 10 besar dunia, yaitu Daniil Medvedev, Alexander Zverev, Stefanos Tsitsipas, Andrey Rublev, dan Matteo Berrettini. Sementara, Auger-Aliassime berada pada peringkat ke-22 dunia.
Namun, situasi itulah yang justru membuat Toni tertantang. Dia sangat menikmati proses membawa petenis menuju level yang lebih baik. Atas dasar hal itu pula dan dengan kecintaannya tenis, pelatih berusia 60 tahun itu memutuskan kembali aktif di persaingan profesional, meski hanya akan mendampingi Auger-Aliassime pada turnamen besar.
Pertanyaan pun muncul seandainya Auger-Aliassime bertemu Nadal dalam pertandingan. Akan duduk di tribun tim manakah Toni?
“Saya tetap pamannya Rafael yang memiliki ikatan khusus dengan dia. Saya juga direktur di akademinya. Jika dia akhirnya kalah dalam turnamen, semoga kalahnya dari Felix. Jika itu terjadi, saya akan melupakan bahwa saya adalah pamannya. Tetapi, seandainya mereka bertemu, saya tak akan duduk di tim mana pun karena saya menghormati keduanya,” kata Toni. (reuters)