Keputusan Korea Utara itu membuyarkan harapan Korea Selatan untuk bisa berbicara lagi dengan Korea Utara soal perlucutan senjata nuklir. Semula Korea Selatan berharap Olimpiade akan menjadi pintu masuk perundingan.
Oleh
Luki Aulia dan Mh Samsul Hadi
·5 menit baca
PYONGYANG, SELASA — Korea Utara memutuskan tidak akan berpartisipasi dalam Olimpiade Tokyo atau Olimpiade Ke-32 pada 23 Juli-8 Agustus mendatang karena alasan pandemi Covid-19. Ini kali pertama Korea Utara tidak ikut Olimpiade musim panas sejak memboikot Korea Selatan pada 1988 di tengah Perang Dingin.
Keputusan tersebut membuyarkan harapan Korea Selatan untuk bisa kembali berbicara dengan Korea Utara soal perlucutan senjata nuklir. Semula Korea Selatan berharap Olimpiade ini akan menjadi pintu masuk perundingan. Seoul juga berharap bisa mengajukan diri sebagai calon tuan rumah Olimpiade 2032 bersama Korut.
Situs Kementerian Olahraga Korea Utara, Senin (5/4/2021), menyebutkan bahwa Komite Olimpiade Korea Utara mengambil keputusan itu pada 25 Maret lalu untuk melindungi para pemain dari Covid-19. Terkait dengan kebijakan Covid-19, Korut membatasi perjalanan lintas perbatasan, melarang wisatawan, dan memobiliasi tenaga kesehatan untuk mengarantina puluhan ribu orang yang memperlihatkan gejala Covid-19. Pyongyang bersikeras tidak ada kasus Covid-19 di negaranya, tetapi klaim itu diragukan oleh para pengamat.
Pandemi Covid-19 telah memaksa penyelenggaraan Olimpiade Tokyo diundur dari jadwal semula tahun 2020. Panitia penyelenggara kini bekerja keras untuk memastikan langkah-langkah pencegahan penularan Covid-19 telah dipersiapkan dengan matang. Tokyo, misalnya, melarang kehadiran penonton internasional demi menjaga keselamatan para atlet dan ofisial.
Meski demikian, masih ada kekhawatiran bahwa ajang pesta olahraga itu bisa memperburuk persebaran Covid-19. Kelambanan vaksinasi Covid-19 juga mencuatkan pertanyaan publik, apakah Olimpiade Tokyo akan tetap digelar. Komite Olimpiade Jepang, Selasa ini, menyatakan belum menerima pemberitahuan dari Korut mengenai keputusan mereka tidak tampil pada Olimpiade Tokyo.
Pengunduran diri Korut dari ajang Olimpiade Tokyo merupakan langkah mundur dari upaya yang disepakati Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong Un pada tahun 2018 bahwa kedua Korea itu akan mencalonkan diri sebagai tuan rumah bersama Olimpiade 2032. Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat, bulan lalu, saat Korut melakukan kembali uji rudal. Setelah peluncuran uji coba rudal itu, kedua negara menginginkan untuk terus berdialog.
Kementerian Unifikasi Korsel, yang menangani urusan antarkedua Korea, mengatakan bahwa Seoul berharap Olimpiade Tokyo bakal menjadi kesempatan untuk ”menempa perdamaian dan rekonsiliasi di antara dua Korea”. ”Kami menyesalkan hal itu tidak bisa terwujud,” demikian pernyataan tertulis Kementerian Unifikasi Korsel.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga juga pernah mengatakan akan mengundang Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan bersedia bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un maupun adiknya, Kim Yo Jong, jika keduanya hadir dalam Olimpiade Tokyo. Namun, Suga tidak mengatakan berencana mengundang keduanya.
Sebelumnya, Korut pernah ikut dalam Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang, Korsel. Momentum itu dianggap sebagai kemajuan penting dalam pemulihan hubungan diplomatik tahun 2018. Pada waktu itu, Korut mengirimkan 22 atlet beserta jajaran pejabat pemerintah, tim artis pertunjukan, wartawan, dan kelompok pemandu sorak hingga 230 orang.
Kim Yo Jong saat itu memimpin delegasi Korut. Dalam upacara pembukaan, delegasi kedua Korea berparade bersama dalam satu bendera unifikasi. Kedua Korea juga membentuk satu tim bersama di cabang hoki es putri.
Presiden Korsel Moon Jae-in memanfaatkan kesempatan itu untuk memfasilitasi perundingan antara Korut dan Amerika Serikat. Hasilnya, Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump bertemu tiga kali. Namun, kini harapan Korsel pupus. Akibat program pengembangan nuklirnya, Korut dijatuhi berbagai sanksi dari komunitas internasional.
”Olimpiade Tokyo akan menjadi peluang untuk berdialog dengan Korsel dan Jepang, Korut dan Korsel, Korut dan Jepang, serta Korut dan AS,” kata Moon saat pidato Hari Kemerdekaan, 1 Maret lalu.
Terkait isu denuklirisasi di Semenanjung Korea, Pemerintah AS di bawah Presiden Joe Biden saat ini masih meninjau ulang kebijakan negaranya terhadap Korut. Harapannya, perundingan AS-Korut bisa dimulai lagi di level yang lebih rendah. Biden menyatakan, AS masih terbuka pada upaya diplomasi dengan Korut. Namun, pada kesempatan lain ia menggambarkan Kim Jong Un sebagai penjahat dan mengkritik pertemuan antara Trump dan Kim Jong Un.
Biden juga memperingatkan Korut akan konsekuensi melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Korut menguji rudal balistiknya. Bukan hanya dialog AS dan Korut yang buntu, tetapi hubungan Korut dan Korsel pun mandek. Korut berulang kali mengaku tidak mau berbicara dengan Korsel dan pernah meledakkan kantor perwakilan Korsel yang berada di wilayah Korut.
Sebelum memutuskan tidak ikut Olimpiade, Korut kerap mengecam Jepang karena sejarah penjajahannya pada abad ke-20 dan mengecam buku teks sejarah Jepang yang baru yang dianggap mendistorsi sejarah. Pyongyang menilai Jepang dinilai tidak tahu malu.
Ungkapan protes
Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo mengatakan, pihaknya mengikuti berita dan langkah yang diambil Korut. Mereka menegaskan akan bekerja bersama negara-negara lain demi suksesnya Olimpiade.
”Kami akan terus mempersiapkan diri panggung sebaik mungkin untuk menerima para atlet dari seluruh negara dan kawasan,” demikian pernyataan panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo.
Menurut para analis, pandemi Covid-19 diperkirakan bukan satu-satunya alasan Korut tidak tampil pada Olimpiade Tokyo. ”Pyongyang kelihatannya protes terhadap kebijakan-kebijakan Jepang terkait Korea Utara, seperti pada isu-isu sensitif, seperti hak asasi manusia dan sanksi-sanksi yang diangkat Tokyo bersama AS,” ujar Yang Moo-jin, profesor di University of North Korean Studies, di Seoul kepada kantor berita AFP.
Jepang secara rutin terus menuntut resolusi dalam isu warga Jepang yang diculik oleh Korut. Pyongyang bersikeras telah mengembalikan semua warga yang masih hidup yang ditangkapnya. (REUTERS/AFP/AP)