Pekan Tumbangnya Rekor-rekor Dunia Lari Jarak Jauh
Dua rekor dunia lari jarak jauh terpecahkan secara beruntun akhir pekan lalu. Hal Itu melanjutkan estafet pemecahan rekor lari jauh sejak awal tahun lalu. Tren itu menjadi sinyal positif lari jauh menuju Olimpiade Tokyo.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
TURKI, SENIN — Dua rekor dunia lari terukir beruntun sepanjang akhir pekan lalu, yaitu lari 5 kilometer di Inggris (Sabtu, 3/4/2021) dan ajang lari setengah maraton di Turki (Minggu, 4/4). Terukirnya dua rekor baru itu melanjutkan estafet pemecahan rekor dunia lari jarak jauh sejak awal tahun lalu. Hal itu menjadi sinyal bakal ketatnya persaingan lari jarak jauh di Olimpiade Tokyo 2020, Juli-Agustus mendatang.
Juara dunia maraton 2019 asal Kenya, Ruth Chepngetich, mengukir rekor dunia setengah maraton putri dengan waktu 1 jam 4 menit 2 detik di Kejuaraan Dunia Setengah Maraton Istanbul, Turki, Minggu. Waktu yang dicatat pelari berusia 26 tahun itu lebih cepat 29 detik dari rekor sebelumnya milik pelari Etiopia, Ababe Yeshaneh, dengan 1 jam 4 menit 31 detik di Ras Al Khaimah, Uni Emirat Arab, 21 Februari 2020.
”Istanbul adalah kota saya dan saya sangat suka berlari di sini. (Mengukir rekor dunia) merupakan sesuatu yang saya impikan selama beberapa waktu terakhir. Saya sangat puas dengan hasil luar biasa ini,” ujar Chepngetich, yang juga telah memenangi Kejuaraan Setengah Maraton Istanbul 2017 dan 2019 serta Kejuaraan Maraton Istanbul 2017 dan 2018, dikutip Trtworld, Senin (5/4).
Selain catatan waktu mengesankan Chepngetich yang sedang diratifikasi itu, dua pelari lain yang mencapai podium kejuaraan itu pun berhasil menembus waktu di bawah 65 menit. Mereka adalah pelari asal Etiopia, Yalemzerf Yehualaw, (peringkat kedua) dengan 1 jam 4 menit 40 detik dan pelari Kenya, Hellen Obiri, (ketiga) dengan waktu 1 jam 4 menit 51 detik.
Maka, untuk pertama kalinya, tiga pelari wanita mampu menyelesaikan perlombaan setengah maraton dalam 65 menit. Padahal, oleh sejumlah pengamat, lintasan yang ada dinilai kurang memenuhi syarat untuk pemecahan rekor dunia.
Keajaiban Potter
Sebelumnya, pelari asal Skotlandia, Elizabeth Potter, menembus dominasi pelari asal Afrika di perlombaan 5K. Pelari berusia 29 tahun itu sukses memecahkan rekor dunia nomor tersebut dengan waktu 14 menit 41 detik di Kejuaraan 5K Barrowford, Inggris, Sabtu.
Waktu yang diukir Potter itu 2 detik lebih cepat dibandingkan dengan rekor dunia sebelumnya milik pelari Kenya, Beatrice Chepkoech, dengan waktu 14 menit 43 detik di Monako, pada 14 Februari 2021.
Berdasarkan data Federasi Atletik Dunia, ada enam kali pemecahan rekor di kategori lari jauh putra dan tujuh kali pemecahan rekor di kategori lari jauh putri dalam setahun ini.
Sayangnya, rekor pelari spesialis triatlon itu kemungkinan tidak lolos ratifikasi. Sebab, meskipun lintasan telah dilisensi dan diukur, tidak ada pencatat waktu dan penguji doping/narkoba level empat dari Federasi Atletik Inggris di perlombaan tersebut. Padahal, peraturan Federasi Atletik Dunia mengharuskan atlet melakukan uji sampel air seni pertamanya setelah perlombaan.
Selain itu, ada kontroversi karena Potter memakai sepatu lari terbaru yang dikembangkan perusahaan Jepang, Asics. Pemakaian sepatu berteknologi tinggi itu dianggap membantu performa pelari.
Hal itu serupa kasus penggunaan sepatu khusus yang dikembangkan perusahaan Amerika Serikat, Nike, untuk pelari asal Kenya, Eliud Kipchoge, saat memecahkan rekor dunia maraton dengan waktu 1 jam 59 menit 40,2 detik di Wina, Austria, pada 2019. Di samping tidak berlaga di kompetisi resmi, rekor itu tidak diratifikasi akibat kontroversi penggunaan sepatu tersebut.
Terlepas dari semua itu, penampilan Potter kali ini tetap dinilai pencapaian luar biasa. Bahkan, dirinya tidak menyangka dengan hasil tersebut. ”Itu di luar dugaan saya. Saat perlombaan tinggal 1 kilometer lagi, saya melihat jam dan mencoba menghitung. Saya yakin jam itu salah. Saya tidak bisa mempercayai ini,” katanya dikutip The Guardian, Minggu.
Sejauh ini, panitia perlombaan masih berusaha membantu agar rekor itu bisa diakui secara resmi. ”Atletik Dunia telah mengirimi saya pesan menanyakan segalanya mulai dari apakah dia (Potter) menjalani tes narkoba setelah balapan hingga kecepatan angin. Jadi, saya berharap pintu agar rekor ini diratifikasi tidak sepenuhnya tertutup,” tutur ketua penyelenggara perlombaan, Chris Barnes.
Persaingan Olimpiade
Di luar kontroversi yang ada, pecahnya dua rekor dunia itu menunjukkan bahwa performa pelari jarak jauh dunia tetap stabil dan cenderung meningkat walaupun turut terdampak oleh pandemi Covid-19. Terbukti, setahun terakhir, para pelari jarak jauh secara estafet memecahkan rekor dunia.
Berdasarkan data Federasi Atletik Dunia, ada enam kali pemecahan rekor di kategori lari jauh putra dan tujuh kali pemecahan rekor di kategori lari jauh putri dalam setahun ini. Tidak ada nomor perlombaan selain lari jauh yang aktif melahirkan rekor-rekor dunia baru seperti itu.
Pada kelompok putra, pelari asal Kenya, Rhonex Kipruto, mengawali estafet pemecahanan rekor di nomor 10K dengan waktu 26 menit 24 detik di Bruxelles, Belgia, 4 September 2020. Terakhir, pemecahan rekor dilakukan pelari Kenya, Kibiwott Kandie, yang memecahkan rekor setengah maraton dengan 57 menit 32 detik di Valencia, Spanyol, 6 Desember 2020.
Pada kelompok putri, Yeshaneh mengawali estafet pemecahan rekor di awal tahun lalu. Rekor serupa dilakukan Chepkoech pada awal tahun ini sebelum lahir rekor Potter dan Chepnghetich.
Federasi Atletik Dunia dalam laman resminya meyakini, bertumbangannya rekor-rekor itu menjadi petanda positif sebelum Olimpiade Tokyo. Mereka berharap para atlet bisa menjaga penampilannya dan mencapai puncak di Olimpiade ke-32 itu. Artinya, banjir rekor baru kemungkinan bakal terjadi pada musim panas kali ini. (REUTERS)