Membedah Permainan ”Dewa Kipas” Saat Dilumat IM Irene Kharisma
Permainan Dadang Subur alias ”Dewa Kipas” saat dikalahkan IM Irene Kharisma Sukandar dibedah ahli dari Percasi. Dewa Kipas ternyata tidak sehebat dugaan banyak orang. Dia tidak paham taktik dan filosofi bermain catur.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dadang Subur, sang pemilik akun Dewa Kipas di Chess.com, akhirnya diuji kemampuannya oleh Master Internasional (IM) Irene Kharisma Sukandar, Senin (22/3/2021). Laga yang berakhir dengan kemenangan 3-0 untuk Irene itu menguak banyak sisi dari permainan Dewa Kipas.
Laga tiga babak tersebut memperlihatkan, Dewa Kipas memiliki kualitas yang jauh di bawah Irene yang juga menyandang gelar Grand Master Wanita (WGM). Saat langkah-langkah catur dimasukkan ke program komputer oleh ahli teknologi informasi Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB Percasi) Heri Darmanto, akurasi langkah kedua pecatur itu sangat berbeda, terutama pada dua babak awal.
”Pada babak pertama, akurasi Irene dibandingkan dengan Dadang adalah 92,5 persen berbanding 33,8 persen. Pada babak kedua, Irene masih unggul dengan 93,3 persen dibanding 27,7 persen. Akurasi keduanya hampir imbang pada babak ketiga, yaitu 97,4 persen untuk Irene dan 95,3 persen untuk Dadang,” kata Heri.
Kompas lantas meminta Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB Percasi Kristianus Liem untuk membedah permainan keduanya babak demi babak. Pada babak pertama, Dadang memainkan pertahanan Caro Kann dengan Varian Tukar. Namun, Dadang melakukan kesalahan sejak pembukaan dengan memajukan bidak ke e6 sehingga gajah di c8 tidak bisa keluar dan benteng di a8 juga sulit bergerak.
”Filosofi Caro Kann adalah untuk memperbaiki pertahanan Perancis, yaitu mengeluarkan gajah dari c8 terlebih dulu agar leluasa menyerang. Namun, Dadang tidak memahami teori itu sehingga gajah dan bentengnya menjadi tidak bergerak,” kata Kristianus.
Gajah c8 akhirnya memang dapat keluar, tetapi memerlukan tempo yang lama. Di sisi lain, Irene sudah menguasai centrum atau papan bagian tengah permainan dan semua perwiranya siap menekan.
Kekalahan Dadang terlihat saat dia membuat blunder dengan menggeser menteri d8 ke c8 sehingga gajahnya yang terancam dapat langsung dipukul oleh menteri Irene tanpa kompensasi. Setelah kalah kualitas perwira, Dadang dijebak Irene untuk beradu perwira dan akhirnya menyerah setelah kehilangan benteng. Laga itu cukup singkat karena berakhir pada langkah ke-24.
Tampil pasif
Pada babak kedua, Dadang memainkan buah catur putih dan memilih bermain pasif dan posisional. Biasanya, pemegang buah putih berinisiatif menyerang, tetapi Dadang justru bermain dalam tempo lambat dan menghindari benturan di pembukaan.
Dengan pembukaan di d4 dan memainkan gajah di b2, Dewa Kipas justru kehilangan banyak tempo. Irene memainkan pertahanan Hindia Menteri dan leluasa menyusun perwiranya keluar barisan tanpa ancaman dari Dadang.
Permainan Dadang yang cenderung bertahan dimanfaatkan Irene untuk menekan ke sayap raja. Dadang kembali melakukan blunder saat kudanya ditekan oleh menteri, kuda, dan bidak. Saat harus memundurkan kuda ke f2, Dewa Kipas justru memajukan bidak yang langsung dipukul dan membuka jalan bagi gajah Irene.
Secara keseluruhan, Dadang memang bisa bermain catur, tetapi sama sekali tidak menguasai teori, filosofi, taktik, dan strategi catur.
Serangan garpu menteri dan gajah, serta dukungan kuda, membuat raja putih terjepit dan akhirnya menyerah. Menteri dan benteng di A1 tidak berdaya untuk membela raja putih. Laga berakhir pada langkah ke-25.
Pada babak ketiga, Dadang kembali memegang buah catur hitam. Irene dengan buah catur putih memainkan London System. Sementara Dadang mengubah permainannya menjadi lebih agresif meskipun tetap mengandalkan posisional.
Kelemahan Dadang terlihat pada langkah ke-18 saat gajah dan kuda menekan ke tengah pertahanannya. Dadang tidak melihat jebakan Irene sehingga harus kehilangan gajah dan benteng untuk ditukar gajah dan kuda.
Dengan keunggulan kualitas perwira, Irene memaksa pertukaran menteri dan gajah. Dadang mencoba menghindar, tetapi akhirnya kembali kehilangan gajah dan terpaksa menyerah pada langkah ke-26 karena melihat tidak ada celah untuk menang atau remis.
Menurut Heri Darmanto, akurasi Dadang pada babak ketiga cukup tinggi karena jumlah langkah yang sedikit dan tipe permainan yang posisional membuatnya tidak melakukan banyak kesalahan. Namun, ada blunder di Qf6 yang membuatnya kalah dengan cepat.
”Secara keseluruhan, Dadang memang bisa bermain catur, tetapi sama sekali tidak menguasai teori, filosofi, taktik, dan strategi catur. Dadang tidak bisa keluar sejak pembukaan dengan bebas dan kalah sebelum middle game berlanjut,” ujar Kristianus.
”Akurasinya buruk dan dengan permainan seperti itu rasanya sulit mencapai rata-rata akurasi di atas 90 persen, seperti yang dicapainya di Chess.com pada 22 Februari sampai 2 Maret. Alasannya tidak biasa main catur cepat 10 menit juga terasa janggal karena dia selalu bermain catur cepat 10 menit di chess.com,” pungkas Kristianus.