Cermin Realitas Indonesia Patriots dari Milos Pejic
Euforia kehebatan Indonesia Patriots dibumikan oleh Satria Muda. Pelatih Satria Muda Milos Pejic menilai perjalanan tim muda potensial itu masih panjang untuk bersaing di Asia.
Belakangan ini sorotan tertuju ke tim nasional muda bola basket atau Indonesia Patriots yang berlaga di IBL 2021. Lima kemenangan beruntun pada laga awal membuat nama-nama pebasket muda ini disanjung warganet. Mereka pun digadang-gadang sebagai tumpuan masa depan timnas untuk bersaing di level Asia.
Sensasi Patriots terekam dalam membuncahnya jumlah penonton tayangan langsung IBL dari Youtube. Dua pertandingan terakhir skuad di bawah 23 tahun itu melawan Satya Wacana Saints Salatiga dan Satria Muda Pertamina Jakarta sukses memecahkan rekor baru.
Ketika menghadapi Satya Wacana pada Kamis (18/3/2020), tayangan langsung disaksikan lebih dari 30.000 penonton. Jumat (19/3/2021) kemarin, rekor tersebut kembali dipecahkan dalam laga Patriots versus Satria Muda yang disaksikan sekitar 48.000 penonton.
Di tengah kehebohan, laga melawan Satria Muda agaknya bisa meredakan sedikit euforia Patriots. Timnas muda berisi pemain berbakat, seperti guard Yudha Saputera, itu akhirnya menderita kekalahan pertama setelah enam laga. Mereka ditaklukkan Satria Muda yang tampil tanpa pengatur serangan utama, Hardianus Lakudu, 66-70.
Baca juga: Gebrakan Gairah Muda Indonesia Patriots
Tidak hanya itu, pelatih segudang pengalaman Satria Muda, Milos Pejic, juga memberikan gambaran realitas untuk Patriots. Menurut pelatih yang sudah berkecimpung 39 tahun di dunia basket ini, timnas muda masih jauh untuk mendominasi di level Asia.
”Saya tidak terlalu yakin. Iran, China, Filipina, Jepang, dan Korea adalah level pertama di bola basket Asia. Indonesia harus bertarung untuk bisa masuk ke sana. Juga untuk bersaing di level kedua Asia,” kata Pejic ketika ditanya kapabilitas Patriots untuk bersaing dengan raksasa Asia di tingkat usia serupa.
Pejic tidak asal bicara. Dia pernah punya pengalaman melatih timnas U-18 Iran (2013-2014). Dalam kancah basket Asia, Iran merupakan salah satu tim paling dominan. Juara tiga kali Piala Asia itu bisa membentuk skuad timnas dengan pengembangan pemain-pemain lokal.
Salah satu faktor yang belakangan ini dikagumi dari Patriots adalah energi dan kemampuan fisik mereka. Para pemain terlihat memiliki badan atletis dan tinggi yang berada di atas rata-rata pebasket IBL senior lain.
Meski begitu, Pejic justru menilai fisik Patriots yang menjadi kekurangan besar dibandingkan dengan tim raksasa seperti Iran. Pelatih berusia 52 tahun ini melihat Patriots tidak punya skuad dengan tinggi tubuh yang cukup untuk bersaing di level tertinggi Asia.
”Perbedaan utama dari kedua tim adalah fisik. Tim Iran sangat besar, sangat kuat. Indonesia berbeda. Tidak banyak pemain tinggi, tetapi punya pemain cepat dan tembakan hebat. Itu yang membuat banyak perbedaan,” kata Pejic membandingkan Patriots dan timnas muda Iran yang pernah dilatihnya.
Hal itu pula yang tecermin dalam laga kemarin. Patriots kewalahan menghadapi Satria Muda yang punya pemain tinggi di atas rata-rata dalam semua posisi. Buktinya, Satria Muda dengan mudah mendominasi area dekat keranjang atau paint area lewat 54 poin atau 77 persen dari keseluruhan poin.
Jika dibandingkan Iran, tinggi pemain muda Indonesia memang tertinggal jauh. Misalnya pada posisi guard yang biasanya terpendek dalam permainan. Iran memiliki pemain muda Muhammadsina Vahedi (20) setinggi 1,87 meter dan Behshad Arabzadeh (21) setinggi 1,95 meter. Mereka lebih tinggi dari guard Patriots, Yudha (22) setinggi 1,76 meter dan Yesaya Saudale (21) setinggi 1,8 meter.
Iran, China, Filipina, Jepang, dan Korea adalah level pertama di bola basket Asia. Indonesia harus bertarung untuk bisa masuk ke sana. Juga untuk bersaing di level kedua Asia.
Bahkan, guard Iran tersebut memiliki tinggi yang lebih dekat dengan para pemain besar Patriots. Contohnya dua center Patriots, Kelvin Sanjaya (20) setinggi 1,99 meter dan M Naufal Rizq (19) setinggi 1,97 meter.
Utamakan fisik
Menurut Pejic, salah satu rahasia Iran dalam pengembangan pemain muda adalah mengutamakan fisik. ”Seleksi pertama itu harus dari fisik. Anda harus mencari pemain Indonesia bertubuh besar untuk bermain basket. Anda punya pemain bertalenta yang bisa menembak, disiplin, dan punya karakter bagus. Namun, Anda juga butuh talenta yang punya fisik bagus,” kata mantan asisten pelatih timnas Serbia U-20 tersebut.
Di sisi lain, pelatih asing asal Serbia ini juga menilai tidak telalu terkejut dengan penampilan Patriots yang sempat menang lima kali beruntun di liga profesional berisikan pemain-pemain senior. Penampilan mereka wajar dengan usia saat ini dan persiapan yang lebih matang.
”Usia menuju 23 tahun saya pikir sudah sama dengan pemain senior. Jaraknya tidak terlalu jauh. Apalagi kesiapan fisik mereka sangat bagus. Mereka berlatih sejak November. Juga masuk ke sini (gelembung Cisarua) lebih dulu daripada tim lain. Jadi, saya tidak terkejut dengan penampilan mereka sebelumnya,” ujarnya.
Pemain Patriots, Aldy Izzatur Rachman (21), menyadari timnya masih harus banyak belajar. Kekalahan melawan Satria Muda dianggap sebagai salah satu pelajaran paling berharga yang tidak ditemui di lima pertandingan sebelumnya.
”Pemain Satria Muda memang lebih besar. Mereka pemain senior punya tubuh tinggi dan lebih kuat. Sangat sulit menahannya. Jadi kami kalah dalam rebound dan kesulitan di paint area. Ini pelajaran baru buat kami,” tutur Aldy.
Baca juga: Pelampiasan Rasa Lapar Raksasa Lokal
Perjalanan Patriots masih sangat panjang. Tim asuhan Pelatih Youbel Sondakh ini masih akan menjalani 11 laga berikutnya dalam musim reguler IBL 2021. Dari laga-laga itu, Yudha dan rekan-rekan punya kesempatan berkembang pesat asal tidak tenggelam dalam pujian.
Pada akhir laga, pebasket andalan Satria Muda sekaligus timnas senior Indonesia, Laurentius Steven Oei, memberikan sedikit wejangan kepada pasukan muda Patriots. ”Atap kalian cuma langit. Kalian tetap berjuang saja. Kalian pasti lebih bagus dari kami,” ujarnya.