Atletico Madrid tidak berdaya menghadapi efektivitas serangan balik Chelsea. Dalam dua laga di babak 16 besar Liga Champions, Chelsea unggul agregat 3-0 atas ”Los Rojiblancos”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Manajer Chelsea Thomas Tuchel memberikan pelajaran berharga bagi Pelatih Atletico Madrid Diego Simeone dalam efektivitas memanfaatkan peluang. Atletico menelan kekalahan 2-0 dalam laga kedua babak 16 besar Liga Champions Eropa, Kamis (18/3/2021), di Stadion Stamford Bridge, London, Inggris, berkat kepiawaian skuad Chelsea memaksimalkan serangan balik.
Simeone seakan sudah kehabisan akal untuk mengeluarkan kemampuan terbaik Atletico di Liga Champions musim ini. Dari 16 kontestan babak perdelapan final, Atletico adalah tim yang paling sedikit menciptakan gol karena hanya mampu tujuh kali menjebol gawang lawan dalam delapan pertandingan yang dijalaninya.
Bahkan, pada dua laga di babak 16 besar menghadapi Chelsea, tim berjuluk ”Los Rojiblancos” itu tidak mampu mencetak satu gol pun ke gawang Edouard Mendy. Atletico kalah 3-0 secara agregat dari Chelsea. Pada laga pertama, Chelsea menang, 1-0.
Padahal, susunan pemain di lini depan Atletico berisi pemain yang telah memiliki pengalaman panjang tampil di kompetisi antarklub terbaik di Eropa itu. Penyerang seperti Luis Suarez, Joao Felix, dan Moussa Dembele sudah tidak asing mencetak gol di Liga Champions.
Namun, yang terjadi sebaliknya. Hanya Felix yang mampu mencatatkan tiga gol dalam tujuh penampilan, sedangkan Suarez dan Dembele gagal menyumbangkan gol bagi Atletico. Ketumpulan lini depan itu membuat Atletico amat kesulitan membongkar lini pertahanan Chelsea di Stamford Bridge.
Atletico memang mengambil inisiatif serangan di 10 menit awal laga untuk segera mencari gol penyama kedudukan agregat setelah kalah 0-1 di laga pertama, tetapi tidak ada peluang yang memberikan ancaman berarti bagi lini pertahanan Chelsea. Strategi yang diterapkan Simeone untuk menghadirkan empat pemain menyerang sekaligus dengan menurunkan Felix, Suarez, Marcos Llorente, dan Yannick Carrasco tidak berhasil membongkar ketatnya lini pertahanan Chelsea yang baru kemasukan dua gol dalam 13 laga terakhir.
Nasib Atletico semakin bertambah buruk karena tim berjuluk ”Si Biru” itu mampu mencetak gol melalui skema serangan balik. Hakim Ziyech memanfaatkan umpan terarah Timor Werner untuk membawa Chelsea unggul di menit ke-34. Gol itu tercipta setelah peluang Atletico melalui tendangan bebas bisa diantisipasi dengan baik oleh pemain Chelsea.
Kemudian di pengujung babak kedua, pemain pengganti, Emerson Palmieri, memastikan akhir perjalanan Atletico di Liga Champions musim ini. Gol Emerson saat waktu telah menginjak menit 90+4 juga tercipta melalui serangan balik cepat yang hanya melibatkan Emerson, N’Golo Kante, dan Christian Pulisic.
”Kami berusaha memberikan tekanan ke lini pertahanan mereka dengan memainkan empat pemain di depan, tetapi mereka bisa mengatasi itu. Chelsea jelas lebih baik dibandingkan kami,” ujar Simeone kepada Movistar seusai laga.
Tuchel menjadi manajer Chelsea dengan kiprah awal terbaik dalam sejarah klub itu. Manajer berkebangsaan Jerman itu mampu mengantarkan Chelsea tidak terkalahkan dalam 13 laga.
Menurut Simeone, penampilan Chelsea telah berkembang dibandingkan saat menjalani laga pertama. Oleh karena itu, tambah Simeone, pasukannya perlu mengambil hikmah dari kekalahan itu untuk bermain lebih baik lagi, terutama dalam menciptakan dan memanfaatkan peluang.
Kapten Atletico, Koke, sepakat dengan sang pelatih. Koke menilai, timnya terlalu lambat dalam melakukan permainan operan bola pendek sehingga amat mudah diantisipasi Chelsea dalam dua pertemuan.
”Kami punya beberapa peluang berkat umpan-umpan Llorente, tetapi tidak ada pemain yang menyambut di kotak penalti. Secara umum, kami tidak bermain sesuai dengan keinginan kami, terutama di babak pertama,” ucap Koke dilansir laman UEFA.
Absennya Jorginho dan Mason Mount di lini tengah Chelsea tidak mengurangi ketangguhan sektor gelandang tim asuhan Tuchel. Duet N’Golo Kante bersama Mateo Kovacic menghadirkan keseimbangan bagi lini tengah tim tuan rumah.
Peran Kante
Kante, khususnya, selalu berlari dan hadir di setiap jengkal sisi lapangan. Pemain asal Perancis itu mampu melakukan dua kali sapuan bola serta dua kali pula memotong aliran bola yang dilakukan pemain Atletico. Selain itu, Kante juga mencatatkan tujuh kali percobaan dribel yang setara dengan catatan Kovacic di laga itu.
[embed]https://youtu.be/FQBI3s_0RBw[/embed]
Berkat penampilan disiplinnya, UEFA menganugerahi Kante gelar pemain terbaik dalam laga di Stamford Bridge itu. ”Ia mengontrol lini tengah dan tampil disiplin sepanjang pertandingan. Kante berperan dalam transisi permainan Chelsea dan menghadirkan keseimbangan saat pemain Chelsea tengah menguasai bola,” ujar pengamat teknis UEFA, John Peacock.
Tuchel pun senang menyaksikan perjuangan para gelandangnya di laga itu. Ia mengungkapkan dirinya memang menyiapkan strategi khusus agar bisa menguasai lini tengah.
”Kami telah bersiap untuk meladeni duel fisik yang menjadi ciri khas Atletico. Selain itu, kami mampu memanfaatkan celah kecil di lini tengah mereka ketika menyerang,” ujar Tuchel kepada BT Sport.
Dengan kemenangan atas Atletico di Stamford Bridge, Tuchel menjadi manajer Chelsea dengan kiprah awal terbaik dalam sejarah klub itu. Manajer berkebangsaan Jerman itu mampu mengantarkan Chelsea tidak terkalahkan dalam 13 laga perdananya menangani Si Biru. Tidak ada pelatih Chelsea sebelumnya yang memiliki prestasi serupa dengan Tuchel itu.