Awal IBL 2021 tidak berjalan semulus impian, dengan beberapa temuan kasus Covid-19 pemain dan ofisial. Meski begitu, penerapan protokol dan keterbukaan IBL telah memberikan sebuah harapan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Saat 11 tim lain sudah berkompetisi di ”gelembung” Cisarua, Bogor, klub Pelita Jaya Bakrie Jakarta masih belum beranjak dari Jakarta. Antusiasme tim raksasa ini untuk segera berkompetisi lagi dihadang kenyataan pahit, karena 9 pemain dan 2 ofisial terpapar positif Covid-19.
Pelita Jaya gagal masuk ”gelembung” bersama tim lain pada 8 Maret 2021. Mereka tidak memenuhi syarat IBL, tiga kali lolos tes usap PCR dalam rentang 2-8 Maret. Akibatnya, mereka harus mengulangi proses syarat tersebut, dijadwalkan akan masuk ke ”gelembung” pada 15 Maret.
”Jadi sebelum dimulai kami kena musibah, beberapa pemain terpapar Covid-19. Kami minta jadwal dimundurkan karena kurang orang. Hari ini tinggal 2 pemain yang positif,” kata Manajer Umum Pelita Jaya Fictor “Ito” Roring, saat dihubungi Kamis (11/3/2021).
Kasus positif pertama diketahui tiga pekan lalu. Salah satu pemain mengeluh kurang sehat. Setelah diperiksa, ternyata pemain itu positif Covid-19. Manajemen klub kemudian melakukan tes kepada seluruh anggota tim, dan menemukan total 11 kasus positif.
Ketidakpastian ini menjadi beban tim asuhan pelatih Ocky Tamtelahitu. Persiapan matang sejak pertengahan tahun lalu, berantakan dalam sebulan terakhir. Latihan tim sempat diliburkan dua pekan. Mayoritas pemain bahkan baru bisa berlatih sepekan terakhir.
Dengan persiapan seadanya, tim asal ibu kota ini harus menjalani jadwal lebih padat dari tim lain. Akibat terlambat masuk ”gelembung”, tim yang diperkuat guard nasional Andakara Prastawa itu akan memainkan 16 laga hanya dalam 25 hari. ”Situasi ini sangat tidak ideal, tetapi akan kami hadapi sebaik mungkin” jelas Ito.
Pelita Jaya kini bersiap masuk ke ”gelembung”. Total 14 pemain sudah negatif. Meski ada dua pemain belum bisa bergabung, jumlah pemain ini dinilai cukup untuk berlaga.
Perubahan juga dialami Bima Perkasa Jogja. Laga mereka melawan Satya Wacana Saints Salatiga, Rabu, terpaksa ditunda. Keputusan diambil IBL beberapa jam sebelum laga karena salah satu pemain Bima Perkasa, Rachmad Febri Utomo, dinyatakan positif Covid-19 dalam tes PCR ketiga.
Febri sebenarnya sudah lolos dua kali tes awal. Namun, dia dinyatakan positif saat tes ketiga. Karena Febri sudah di dalam ”gelembung” bersama rekan-rekan lain, sambil menunggu hasil tes, seluruh anggota tim terpaksa dites ulang.
Laga terpaksa ditunda sesuai rekomendasi dari tim dokter IBL, sebagai bentuk pencegahan. Untungnya, tidak ada pemain lain yang terpapar. Bima Perkasa akhirnya bisa memulai perjalanan musim baru melawan Bali United, Kamis siang.
”Adaptasi akan jadi kunci untuk seluruh tim musim ini (di tengah ketidakpastian). Kami harus bisa menyesuaikan diri dalam semua situasi, seperti yang sudah dijalani setahun terakhir. Untungnya tim ini punya banyak pemain berkarakter kuat,” kata pelatih Bima Perkasa Davis Singleton, usai timnya menang atas Bali United, 61-53.
Keterbukaan IBL
Dalam tiga kali tes PCR terhadap 452 orang, IBL menemukan kasus positif pada 10 pemain dan 3 ofisial. Kasus positif tentu bukan sesuatu yang diharapkan panitia liga. Sebab, mereka harus mengutak-atik jadwal lagi. Contohnya yang terjadi pada Pelita Jaya dan Bima Perkasa.
Namun, ditemukannya kasus positif juga menandakan hal baik. Perubahan dan ketidakpastian yang terjadi merupakan penanda berjalannya protokol kesehatan ketat IBL. Protokol yang disiapkan hampir setahun terakhir.
Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah mengatakan, gejolak di awal ini merupakan sesuatu yang sudah diperkirakan. Karena itu, kondisi kompetisi masih sangat terkendali. ”Ini kan penyesuaian, pemain datang dari luar. Semua ini agar ke belakang menjadi lebih baik,” katanya.
Adaptasi akan jadi kunci untuk seluruh tim musim ini (di tengah ketidakpastian). Kami harus bisa menyesuaikan diri dalam semua situasi, seperti yang sudah dijalani setahun terakhir.
Di sisi lain, keterbukaan IBL dalam temuan kasus positif menjadi harapan besar untuk masa depan kompetisi. Jika dilakukan hingga akhir penyelenggaraan, keterbukaan ini bisa jadi kunci sukses. Transparansi ini otomatis diikuti dengan penyelesaian masalah. Bukan menutup dan semakin menumpuk masalah yang bisa berakhir jadi bumerang.
”Kepercayaan sangat penting. IBL sudah berkomitmen tidak akan menutup diri. Kami akan melaporkan terbuka hasil tes PCR setiap minggu. Karena kondisi ini sudah dipersiapkan. Kami merencanakan yang terbaik untuk menghadapi kondisi terburuk,” sebut Junas.
Sebagai kompetisi profesional pertama yang dimulai sejak pandemi, itulah yang diharapkan dari IBL. Bukan kesempurnaan, melainkan kesigapan menangani persoalan. ”Jika bisa (melakukannya), IBL akan jadi proyek pilot semua olahraga di Indonesia. Mudah-mudahan bisa. Klub akan selalu mendukung itu,” kata Ito.