Portofolio pribadi Giannis Antekounmpo menyejajarkan namanya dengan pebasket legendaris Michael Jordan. Dengan garis waktu dan pencapaian sama, mampukah Giannis jadi sefenomenal Jordan?
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Jangan pernah meragukan komitmen Giannis Antetkounmpo di lapangan. Beberapa pekan lalu, pebasket raksasa Milwaukee Bucks ini mengatakan, tidak punya energi untuk laga NBA All-Star 2021. Kenyataannya, “Si Anak Ajaib Yunani” justru pulang dengan trofi MVP All-Star.
Giannis tampil cemerlang mengantar Tim LeBron menang telak atas Tim Durant, 170-150, di Arena State Farm, Atlanta, Senin (8/3/2021). Dia menghasilkan 36 poin hanya dalam 19 menit, dengan akurasi lemparan sempurna, 16 kali masuk dari 16 kali percobaan. Menurut data Elias Sports Bureau, rekor jumlah tembakan dengan akurasi sempurna itu adalah catatan terbaik sepanjang sejarah “Perang Bintang” sejak 1951.
Kesempurnaannya berbuah gelar MVP, yang sejak tahun lalu diberi nama trofi Kobe Bryant sebagai penghormatan pada bintang NBA yang tewas dalam kecelakaan helikopter itu. Gelar ini merupakan yang pertama dalam 8 tahun karier Giannis di NBA.
“Saya sangat senang punya penghargaan dengan nama Kobe Bryant di rumah. Rasanya hebat. Saya begitu ingin memenangkannya musim lalu karena merasa punya peluang. Justru saya mendapatnya tahun ini, ketika hanya ingin bersenang-senang,” kata Giannis yang mengidolakan mendiang Bryant.
Gelar ini melengkapi portofolio pribadinya sebagai megabintang NBA. Musim lalu, pebasket berusia 26 tahun ini telah meraih MVP musim reguler dan pemain bertahan terbaik (DPOY).
Sepanjang sejarah NBA, hanya ada satu pemain lain yang telah mengoleksi tiga gelar itu pada usia 26 tahun, yakni Michael Jordan, pebasket paling fenomenal yang pernah dilahirkan dunia. Jordan menyapu ketiga gelar itu pada musim 1997-1998.
Tiga penghargaan ini menunjukkan kelengkapan seorang pebasket. MVP menjadi bukti kemampuan pemain mengangkat timnya di musim reguler, terutama dalam serangan. DPOY memperlihatkan kualitas pertahanan kokoh, sedangkan MVP All-Star menandakan mental yang kuat, mampu bersinar di tengah bintang-bintang lain.
Tanda tanya
Dari catatan pribadi ini, Giannis berpotensi menjejaki karier Jordan. Namun, saat ini sekaligus memunculkan pertanyaan, mampukah dia melewati titik metamorfosis terpenting, seperti dalam karier Jordan?”
Dari garis waktu, Giannis dan Jordan sama-sama belum meraih juara ketika meraih tiga gelar tersebut. Kedua pebasket yang bermain di Wilayah Timur ini bahkan belum menyentuh final wilayah.
Jordan kemudian melakukan revolusi terbesar dalam kariernya. Dia mencoba beradaptasi untuk mengalahkan “Pasukan Nakal” Detroit Pistons. Kala itu, pemain yang sering dipanggil “MJ” ini menguatkan badannya di sasana selama pramusim. Penguatan fisik untuk mengimbangi kemampuan mencetak skornya.
Hasilnya, dia melewati hadangan Pistons, dan meraih cincin juara untuk pertama kali di usia 28 tahun, musim 1990-1991. Sisanya hanya sejarah. Jordan melahirkan dinasti terbaik NBA, Chicago Bulls, yang meraih dua kali three-peat dalam era 1990-an.
Saya begitu ingin memenangkannya musim lalu karena merasa punya peluang. Justru saya mendapatnya tahun ini, ketika hanya ingin bersenang-senang.
Sebaliknya, Giannis justru dinilai sudah mencapai titik puncak pada usia 26 tahun. Banyak pengamat NBA menilai pemenang gelar MVP dua musim beruntun ini tidak bisa berkembang lagi. Padahal, dia punya hadangan besar di depan mata untuk bisa meraih juara, yaitu tim super Brooklyn Nets.
Giannis, hingga tengah musim ini, memiliki statistik 29 poin, 11,7 rebound, dan 5,9 assist. Namun, statistik itu sama, bahkan cenderung turun dibandingkan dengan musim lalu dengan menit bermain lebih sedikit, 29,5 poin, 13,6 rebound, dan 5,6 assist. Akurasi dan efektivitas lemparannya pun stagnan.
Keadaan stagnan ini yang dinilai tidak akan membawa Giannis ke cincin juara bersama Bucks. Seperti terjadi dua musim terakhir, ketika mendapat MVP, kehadirannya tidak berbicara banyak di babak playoff.
Pengamat NBA Jalen Rose menilai, dengan penampilan serupa, Giannis tidak akan banyak mengubah Bucks. Dia pun tidak akan memenangi MVP lagi musim ini. “Saat ini performanya dinilai dari apa yang terjadi di playoff musim lalu. Dia tidak dalam pembicaraan itu (sebagai pemain terbaik di liga musim ini),” jelasnya dalam acara “First Take”.
Jika Jordan dulu bermasalah dengan penetrasi ke area keranjang, Giannis justru sebaliknya. Pemain setinggi 2,11 meter ini begitu dominan di bawah ring. Namun, kelebihan itu sudah bisa dibaca dengan baik oleh tim-tim lawan. Karena itu, dia perlu peningkatan signifikan dalam lemparan perimeter.
Yang jadi kekhawatiran lain, Jordan punya duet terbaik, Scottie Pippen, sejak musim 1987-1988. Keduanya saling mengisi. Sementara itu, Giannis tidak punya rekan cukup hebat untuk bisa membantunya.
“Ini bukan hanya tentang dia (Giannis), tetapi siapa orang di sekitarnya. Sejak kapan ada tim juara yang tidak punya pemain All-Star kedua. Apakah Anda percaya pada Khris Middleton atau Jrue Holiday yang bahkan tidak masuk All-Star musim ini,” kata mantan pebasket NBA, Paul Pierce.
Meski begitu, Giannis mengaku tidak khawatir. Dia yakin bisa terus berkembang. Salah satu alasannya berangkat ke All-Star juga karena ingin mengembangkan diri. Pemain bertubuh kokoh ini banyak meminta masukan dari pemain-pemain veteran selama di Atlanta.
“Saya dapat kesempatan untuk berbicara dengan mereka. Saya datang dengan sebuah misi, salah satunya berbicara dengan LeBron. Untuk mendapat sesuatu dari seorang yang sudah berpengalaman. Saya sangat senang bisa terus belajar tentang permainan ini,” ucapnya.
Pada akhirnya, gelar pribadi hanyalah pemanis portofolio dalam karier pebasket. Semua tidak akan berarti tanpa gelar juara, sebagai tujuan utama permainan ini. Hal tersebut yang akan menjadi tanda tanya dan terjawab dalam beberapa tahun ke depan. (AP)