Ibrahimovic, LeBron James, dan Burung Pemakan Ikan
Dua ”raja” dalam dunia olahraga, Zlatan Ibrahimovic dan LeBron James, berdebat tentang peran atlet dalam politik. Ibra berpikiran konservatif, sedangkan James lebih progresif.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Bagi Zlatan Ibrahimovic, tugas atlet hanyalah bermain di lapangan, bukan berpolitik. Pesepak bola veteran AC Milan ini tidak setuju dengan atlet yang suka berpolitik, salah satunya pebasket NBA, LeBron James. Sebaliknya, James menilai, Ibra tidak mengerti apa yang sedang dibicarakannya.
”Atlet menyatukan dunia, politik memecahnya. Tugas kita adalah menyatukan dunia dengan melakukan hal terbaik yang bisa dilakukan (sebagai atlet). Atlet harus menjadi atlet dan politisi yang berpolitik,” kata Ibra pada Selasa (2/3/2021), dikutip The Guardian.
Ucapan Ibra tersebut mempertegas pernyataannya pada Kamis lalu ketika wawancara untuk Discovery+ Swedia. Penyerang 39 tahun ini mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menunjuk langsung ke wajah James.
Menurut dia, James merupakan pebasket fenomenal dalam karier, tetapi seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan politis pada saat bersamaan. Seharusnya, pemain Los Angeles Lakers itu fokus sebagai atlet dan tidak menyalahgunakan status profesinya.
”Lakukan apa yang Anda kuasai, sesuai dengan kemampuan Anda. Saya bermain sepak bola karena terbaik dalam permainan. Saya tidak melakukan politik. Itu adalah kesalahan pertama yang dilakukan orang ketika mereka menjadi terkenal. Jangan ikut campur karena itu tidak terlihat bagus,” katanya.
Pikiran konservatif Ibra seakan mengulangi kritik yang pernah diarahkan ke James pada 2018. James, dengan segala kegiatan aktivisme tentang kesetaraaan rasial, sempat dibungkam oleh pembawa berita Fox News, Laura Ingraham, yang berkata, ”diam dan dribel (bola saja)”.
Sebagai ikon yang berpengaruh besar dalam gerakan sosial, James geram dengan pernyataan tersebut. Baginya, dia berpolitik demi memperbaiki kehidupan komunitas kulit hitam, yang selama ini menerima banyak ketidakadilan di AS.
Saya tidak akan pernah mendiamkan hal yang salah. Saya berbicara tentang kesetaraan, keadilan sosial, rasisme, karena itu yang terjadi di komunitas kami. Tidak mungkin saya hanya diam sebagai atlet karena memahami betapa kuatnya suara di platform ini.
”Saya tidak akan pernah mendiamkan hal yang salah. Saya berbicara tentang kesetaraan, keadilan sosial, rasisme, karena itu yang terjadi di komunitas kami. Tidak mungkin saya hanya diam sebagai atlet karena memahami betapa kuatnya suara di platform ini,” kata James kepada ESPN.
James justru heran terhadap sikap Ibra sebab sang pesepak bola pernah mengeluhkan perlakuan rasisme terselubung terhadap salah satu media Canal Plus. Ketika itu, Ibra merasa diperlakukan tidak adil oleh media dan publik Swedia karena merupakan keturunan Bosnia dan Kroasia. Dia tidak punya nama seperti kebanyakan orang Swedia, seperti Andersson atau Svensson.
Menurut pebasket 36 tahun ini, kritik tersebut sebenarnya sama seperti yang dilakukannya selama ini. ”Hanya saja, saya berbicara dengan pemikiran yang terpelajar. (Lalu) saya dikatakan salah hanya karena menuntaskan pekerjaan rumah yang harus dilakukan,” ucapnya.
Dua pemain yang dijuluki ”Sang Raja” di olahraga masing-masing ini pernah menjadi ikon bersama kota LA. Ibra pernah bermain di LA Galaxy selama 2018-2020. Pada momen awal itu, James juga baru pindah dari Cleveland Cavaliers ke LA Lakers.
Ibra, dengan pengalaman tersebut, mestinya paham dengan kondisi yang terjadi di AS. Sistem politik mereka masih dipenuhi oleh bibit-bibit rasial. Hal itu pun terus berdampak pada ketidaksetaraan dalam kehidupan sosial. Karena itulah, peran atlet yang punya panggung bersuara untuk turut mengubah sistem tersebut.
Mirisnya, Ibra menutup matanya setelah kenyang mencari nafkah di ”Negeri Paman Sam”. Dia justru berlagak seakan burung pemakan ikan yang serba tahu. Sang burung yang berada di permukaan laut seolah memahami semua isi dalam laut. Padahal, kenyataannya, burung tersebut tidak tahu apa-apa.
”Ini bukan tentang James berbicara politik. Dia berbicara kemanusiaan. Apa yang terjadi dalam komunitas kulit hitam hari ini. Itulah yang ingin dibelanya. Sebab, James tumbuh di Akron, Ohio, tanpa figur seorang ayah, dia amat paham apa yang harus dilalui warga kulit hitam,” kata mantan pebasket NBA, Kendrick Perkins, dalam acara First Take.
James tidak ingin anak-anak kecil dalam komunitas kulit hitam merasakan ketidakadilan yang pernah dirasakannya. Karena itu, dia memimpin pebasket lain untuk berkontribusi terhadap perubahan jangka panjang kesetaraan rasial di AS.
Apalagi, NBA dikenal sebagai panggung untuk komunitas kulit hitam. Liga bola basket terbesar di dunia ini diisi mayoritas pemain kulit hitam, juga punya sejarah panjang memerangi isu rasial. Secara tidak langsung, para pemain pun punya beban moral untuk merepresentasikan ketidakadilan rasial.
Contohnya musim lalu. NBA merupakan kompetisi paling vokal ketika terjadi penembakan warga kulit hitam di AS. Semua pemain sampai bersepakat memboikot liga jika tidak ada jaminan perubahan sistem politik.
Ian Wright, mantan penyerang Liga Inggris, menilai, Ibra salah besar. ”James melakukan sesuatu hal dalam platform dan rumah miliknya. Itu adalah pekerjaan rumahnya. Lalu, seorang datang tiba-tiba, dengan opininya yang penuh ego. Saya rasa, ketika bangun tidur nanti, Ibra akan bertanya kepada diri sendiri, apa yang telah saya lakukan?” ucapnya dalam siniar (siaran format digital yang diunduh melalui internet) Ringer FC.
Ibra pernah berkata, dirinya mengidolakan legeda tinju dunia Muhammad Ali. Dia sepatutnya belajar lebih banyak dari sang idola. Sebab, untuk Ali, atlet yang punya suara besar sudah semestinya mewakili orang-orang yang tidak bisa bersuara. (AP)