Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo telah menerbitkan buku panduan pertama pada 3 Februari. Lalai menjalani panduan itu akan berakibat fatal untuk keikutsertaan atlet Indonesia di Olimpiade Tokyo atau ajang lain.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Komite Olimpiade Indonesia serta Kementerian Pemuda dan Olahraga harus segera menyiapkan semua keperluan sebelum kontingen Indonesia bertolak ke Olimpiade Tokyo 2020. Apalagi Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo telah menerbitkan buku panduan pertama per 3 Februari lalu. Lalai dalam menjalankan pedoman itu akan berakibat fatal untuk keikutsertaan atlet Indonesia di Olimpiade ke-32 tersebut, yakni risiko tidak bisa berpartisipasi.
”Dengan adanya buku panduan itu, KOI dan Kemenpora harus membuat program khusus untuk memenuhi pedoman tersebut. Jangan sampai nanti kontingen Indonesia kecolongan. Tahu-tahu pas mau berangkat, ternyata ada atlet kita yang tidak menjalani panduan itu atau positif Covid-19. Itu bakal gawat sekali,” ujar pengamat olahraga Fritz E Simandjuntak saat dihubungi, Kamis (25/2/2021).
Merujuk laman Olympic.org, Rabu (3/2/2021), bersama Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Komite Paralimpiade Internasional (IPC), Panitia Penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo (Tokyo 2020) menerbitkan buku panduan pertama untuk delegasi federasi internasional yang akan berpartisipasi di Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo. Buku itu untuk memastikan bahwa semua peserta dan orang-orang Jepang tetap aman dan sehat pada musim panas ini di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Isi panduan itu antara lain atlet dan staf pendukung wajib menjalani karantina 14 hari sebelum tiba di Jepang, tes Covid-19 sebelum dan sesampai di negara itu, serta penggunaan aplikasi ponsel pintar untuk melaporkan kesehatan dan mendukung pelacakan kontak. Atlet maupun staf pendukung harus selalu menggunakan masker selama di Jepang, kecuali saat makan dan tidur.
Lalu, pembatasan pergerakan para atlet dan staf pendukung selama di Jepang, antara lain dilarang berkunjung ke pusat kebugaran, area-area turis, toko, restoran, dan bar. Mereka dilarang melakukan kontak fisik jika tidak diperlukan dan menjaga jarak minimal 2 meter. Masa tinggal mereka di Perkampungan Atlet pun dikurangi untuk mengurangi risiko infeksi.
Selain itu, nantinya, atlet dan staf pendukung akan menjalani tes Covid-19 setidaknya setiap empat hari selama berada di Jepang. Jika ada yang positif, mereka akan langsung diisolasi dan dilarang berpartisipasi dalam pertandingan.
Walau bukan kewajiban, atlet dan staf pendukung disarankan mendapatkan vaksinasi Covid-19 sebelum bertolak ke Jepang. Kalau terjadi pelanggaran, orang bersangkutan akan mendapatkan sanksi dengan risiko terbesar penarikan akreditasi atau hak berpartisipasi di Olimpiade maupun ajang-ajang lain.
Langkah-langkah yang terurai dalam buku panduan pertama itu akan dikembangkan secara bertahap dan diharapkan ada pembaruan dengan detail lebih lanjut pada April dan Juni mendatang. Sementara itu, buku panduan khusus untuk pertandingan/perlombaan, media, dan penyiaran akan diterbitkan dalam waktu dekat.
Menurut Fritz, KOI menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk menyiapkan kontingen ke suatu ajang multicabang internasional, seperti Olimpiade Tokyo. Karena ada panduan khusus selama pelaksanaan Olimpiade di tengah suasana pandemi, KOI punya tugas tambahan untuk memastikan kontingen Indonesia bisa memenuhi semua prasyarat sebelum bertolak ke Tokyo.
Setidaknya, KOI lewat kerja sama dengan pemerintah perlu membuat tim perumus pelaksanaan panduan itu mulai dari pelatnas. Apalagi, walaupun sejumlah pelatnas telah berupaya menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, masih banyak hal yang belum terpenuhi guna memastikan pelatnas terbebas dari Covid-19.
Contoh, idealnya harus ada tes Covid-19 kepada orang-orang setiap masuk ke tempat latihan di pelatnas. Kemudian, ada cek paru-paru dan darah setiap seminggu sekali. Semua itu untuk memastikan atlet benar-benar bebas dari Covid-19 dan sehat. ”Yah, banyak juga orang-orang yang terlihat sehat, ternyata dia OTG (orang tanpa gejala). Atau, dia terlihat fit, tahu-tahu paru-parunya sudah ada flek. Itu akan berpengaruh negatif ke performa,” katanya.
Tentu, lanjut Fritz, semua itu tidak bisa dijalankan oleh pelatnas karena anggaran bantuan pemerintah terbatas untuk pelatihan dan uang saku. ”Oleh karena itu, patut ada peran serta pemerintah (Kemenpora) agar semua prasyarat ikut Olimpiade Tokyo itu bisa terpenuhi (terbiasa dilakukan) sebelum berangkat ke Tokyo,” tuturnya.
Di tengah masa pandemi ini, Fritz mengingatkan pula agar KOI bisa membatasi staf pendukung yang berangkat ke Olimpiade Tokyo. Tujuannya, agar atlet bisa lebih berkonsentrasi dan meminimalkan kontak mereka dengan orang lain.
Selama ini, dalam ajang multicabang internasional, terlalu banyak tim penggembira yang cuma mau jalan-jalan saja dengan alasan ingin memberikan dukungan ke atlet. Padahal, itu malah bisa mengganggu konsentrasi atlet. Di masa pandemi, itu malah bisa meningkatkan risiko penularan.
”Selama ini, dalam ajang multicabang internasional, terlalu banyak tim penggembira yang cuma mau jalan-jalan saja dengan alasan ingin memberikan dukungan ke atlet. Padahal, itu malah bisa mengganggu konsentrasi atlet. Di masa pandemi, itu malah bisa meningkatkan risiko penularan,” tegasnya.
Ketua KOI Raja Sapta Oktohari memastikan, hampir semua isi panduan itu sudah dipenuhi atau terbiasa dilakukan oleh semua cabang yang melakukan pelatnas Olimpiade Tokyo. Selama ini, pelatnas-pelatnas itu telah menerapkan protokol kesehatan ketat, mulai dari memakai masker, latihan dalam karantina, pembatasan pergerakan, menjaga jarak, hingga menjaga kebersihan individu dan arena tempat latihan.
Sejauh ini, Okto menilai, Indonesia justru selangkah lebih maju karena para atlet telah melakukan vaksinasi Covid-19 per Jumat (26/2/2021). Itu menjadi bagian vaksinasi untuk dunia olahraga tahap awal mencakup 5.000 orang, terdiri dari atlet, pelatih, tenaga pendukung di pelatnas, dan anggota klub Liga 1, Liga 2, maupun perangkat pertandingan sepak bola.
”Sejauh ini, atlet-atlet kita sudah mulai divaksinasi (secara bertahap). Artinya, kita sudah selangkah lebih maju karena vaksinasi belum diwajibkan oleh IOC maupun panitia Tokyo 2020, melainkan baru sekadar anjuran,” ujarnya.
Sekarang, tambah Okto, pihaknya tinggal menyiapkan mekanisme keberangkatan kontingen Indonesia ke Olimpiade Tokyo. Nantinya, kontingen pasti akan melakukan karantina 14 hari sebelum berangkat ke Jepang. Kemudian, akan dipastikan pula keberangkatannya menggunakan pesawat komersial atau sewa.
”Yang jelas, keberangkatan kontingen Indonesia tidak terlalu rumit karena jumlahnya tidak terlalu banyak (diperkirakan kurang dari 40 atlet),” kata Okto sembari menerangkan KOI sedang menanti buku panduan pertandingan Olimpiade Tokyo di tengah pandemi.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengutarakan, KOI menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk menyiapkan keberangkatan kontingen Indonesia ke Olimpiade Tokyo. Akan tetapi, pemerintah pasti membantu keberangkatan kontingen tersebut.
Yang jelas, semua kebutuhan kontingen bakal dipenuhi selagi ada aturan jelas dari otoritas terkait, termasuk kalau ada syarat tambahan mengenai keharusan karantina di Jepang atau wajib menggunakan pesawat sewa. ”Intinya, selagi jelas, dukungan anggaran dari pemerintah tidak akan sulit,” ucap Gatot.