Pesepeda Ingin Jalur Permanen Sepanjang Jalan Protokol Jakarta
Keberadaan jalur sepeda permanen dinilai mampu mendorong semangat bersepeda warga, tidak hanya di akhir pekan. Pesepeda berharap jalur permanen ini diperpanjang di banyak ruas.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pesepeda berharap jalur sepeda permanen yang kini sedang diuji coba di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, nantinya akan diperpanjang hingga jalan-jalan protokol lainnya. Jalur sepeda permanen dinilai akan mendorong penggunaan sepeda pada hari kerja.
Faisal (33), pesepeda asal Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, menilai, keberadaan jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman penting untuk mengurangi risiko kecelakaan. Menurut dia, jalur ini perlu diperpanjang agar mendorong lebih banyak warga yang bersepeda pada hari kerja.
”Saya yakin banyak yang akan memanfaatkan. Apalagi di daerah saya banyak komunitas sepeda. Biasanya hari Rabu-Kamis mereka berangkat kerja naik sepeda lewat Jalan Raya Bekasi,” katanya saat ditemui pada Sabtu (27/2/2021) pagi.
Meski begitu, Faisal mengaku sudah jarang pergi ke kantornya di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menggunakan sepeda. Salah satu alasannya karena ketatnya persaingan di jalan raya dengan pengemudi kendaraan bermotor.
Menurut Faisal, tingginya animo masyarakat untuk bersepeda seharusnya tidak disia-siakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selama ini warga cenderung membanjiri jalanan dengan sepeda pada akhir pekan.
”Dengan jalur sepeda permanen ini semoga banyak yang berangkat kantor naik sepeda,” ujarnya.
Di sisi lain, Faisal juga menyarankan agar jalur sepeda permanen dibuat tanpa mengambil jalur yang sudah ada di jalan raya. Dengan begitu, pengendara sepeda motor tidak akan merasa dirugikan dan enggan melanggar jalur sepeda.
”Seperti di Jalan Raya Bekasi yang sering saya lewati itu, kan, katanya mau diperlebar jalannya. Sisakan saja buat jalur sepeda,” kata Faisal yang juga kerap mengendarai sepeda motor dan mobil itu.
Sementara itu, Farhan (40), rekan Faisal yang juga berasal dari Ujung Menteng menilai jalur sepeda permanen tersebut relatif kurang lebar. Saat ini jalur sepeda permanen memiliki lebar sekitar dua meter. Menurut dia, hal ini cukup menghambat laju kecepatan sepeda saat akhir pekan.
”Kalau untuk hari kerja mungkin pas, ya, segini karena tidak banyak sepedanya. Tapi kalau akhir pekan gini jadi kayak menumpuk,” katanya.
Teguh (45), pesepeda asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat menilai, jalur sepeda permanen ini bagus untuk keselamatan pesepeda. Menurut dia, jalur khusus ini sangat cocok diterapkan di Indonesia mengingat karakter masyarakatnya yang cenderung tidak disiplin. Meski begitu, akses-akses keluar-masuk jalur harus tetap dijaga oleh petugas.
”Di luar negeri jarang yang memakai seperti ini. Mereka cuma pakai jalur khusus sepeda yang dibedakan lewat cat. Tapi saya lihat tidak ada yang berani melanggar jalur itu. Disiplin sekali,” katanya.
Di sisi lain, Teguh menilai jalur sepeda khusus ini merusak keindahan fotografi. Pot tanaman dari beton (planter box) yang menjadi pembatas jalur permanen ini dinilai menyulitkan fotografer mengambil foto pesepeda yang menarik.
Menurutnya, setiap akhir pekan biasanya banyak fotografer-fotografer lepas yang memotret para pesepeda di kawasan Jalan Sudirman. Foto-foto tersebut kemudian dipajang di Instagram mereka. Pesepeda yang ingin membeli foto tersebut bisa mencari melalui Instagram tersebut.
”Jelek jadinya kalau dipotret karena jalurnya, kan, jadi sempit. Biasanya kalau kita mau beli foto tinggal nyari di Instagram-Instagram mereka. Satu foto biasanya Rp 50.000,” katanya.
Di luar negeri jarang yang memakai seperti ini. Mereka cuma pakai jalur khusus sepeda yang dibedakan lewat cat. Tapi, saya lihat tidak ada yang berani melanggar jalur itu. Disiplin sekali
Saat ini, pembatas beton untuk jalur permanen baru terpasang sejauh 700 meter. Tepatnya mulai dari depan kawasan FX Sudirman hingga hingga Stasiun MRT Istora. Rencananya, jalur sepeda permanen akan memiliki panjang sekitar 11,2 kilometer.
Berdasarkan pantauan pada Minggu pagi, para pesepeda terlihat taat melalui jalur sepeda permanen. Selain itu juga tidak terlihat pengendara sepeda motor yang masuk ke jalur khusus tersebut.
Sayangnya, hal itu berlaku saat petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih berjaga. Saat akses keluar-masuk jalur permanen tersebut ditinggalkan petugas, sejumlah pesepeda terlihat dengan santai mengayuh pedalnya di jalur normal. Padahal, di saat bersamaan arus lalu lintas terpantau cukup ramai.
Tidak bisa ngebut
Sementara Tomo (27), pesepeda asal Bekasi, Jawa Barat, menilai keberadaan jalur sepeda permanen justru merugikan baginya. Dia yang setiap akhir pekan hampir selalu bersepeda di Jalan Sudirman-Thamrin selalu ingin menguji kecepatan sepeda road bike-nya.
Biasanya Tomo melatih mengayuh sepedanya dengan kecepatan rata-rata 25 kilometer per jam secara stabil di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin. Dengan adanya jalur permanen ini, kecepatannya menjadi tidak stabil lagi Dia memperkirakan kecepatannya antara 10-15 kilometer perjam.
”Enak sih, jadi tidak bercampur dengan kendaraan bermotor. Tapi, ya, jadi enggak bisa ngebut lagi,” ujarnya.
Dengan jalur sepeda permanen ini semoga banyak yang berangkat kantor naik sepeda.
Menurut Tomo, Jalan Sudirman-Thamrin ibarat surga bagi para penggemar sepeda road bike setiap akhir pekan. Jalanan yang lebar membuat pesepeda leluasa mengayuh sepedanya secepat mungkin. Mereka biasanya mencari lajur yang lengang untuk menghindari hambatan di depannya.
Dengan adanya jalur permanen ini, Tomo khawatir daya tarik Jalan Sudirman-Thamrin bagi pecinta road bike akan sirna. ”Buat yang pengin ngebut, sepertinya sudah tidak favorit lagi jalur ini,” katanya.
Poetoet Soedarjanto, Ketua Gerakan Bike to Work, menyambut gembira adanya jalur sepeda permanen karena aspek keselamatan mulai jadi perhatian pemerintah daerah. Di sisi lain lajur terproteksi itu bisa jadi contoh bagi daerah lain dalam pengembangan jalur sepeda (Kompas, 25 Februari 2021).
”Pengawasan jalur sepeda juga menjadi perhatian kami dan sejak perencanaan sudah disampaikan kepada dinas perhubungan. Beberapa waktu terakhir ini kami cukup intens diskusi, salah satunya terkait sosialisasi keberadaan jalur permanen tersebut,” kata Poetoet.