Bayern Muenchen menunjukkan dominasi yang mutlak atas Lazio di laga perdana babak 16 besar Liga Champions. Hasil itu membuat Lazio menyerah untuk bisa mengulangi prestasi menembus babak perempat final di musim 1999-2000.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
ROMA, RABU — Meskipun hanya membawa 17 pemain ke Stadion Olimpico, Roma, Italia, Bayern Muenchen tetap menampilkan wajah yang menakutkan bagi Lazio. Pengalaman di ajang Liga Champions dan rencana permainan sempurna membuat Bayern menang mudah 4-1 atas Lazio yang baru kembali berlaga di babak 16 besar setelah absen selama 21 musim.
Badai cedera dan Covid-19 yang menghantam skuad Bayern di Februari ini membuat Pelatih Bayern Hans-Dieter Flick hanya memiliki enam pemain cadangan untuk melapisi 11 pemain utama. Jumlah itu adalah skuad yang paling minim yang dimiliki sebuah tim dalam Liga Champions musim ini.
Di posisi bek kanan, misalnya, Flick tidak memiliki pemain yang berposisi murni seiring cedera Benjamin Pavard. Niklas Suele, yang biasa menjadi bek tengah, harus digeser sebagai bek kanan pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions, Rabu (24/2/2021) dini hari WIB, di Stadion Olimpico.
Suele telah dicoba bermain di posisi bek kanan ketika menjalani laga ke-22 Liga Jerman melawan Eintracht Frankfurt, 20 Februari, dengan hasil Bayern menderita kekalahan 1-2. Joshua Kimmich sebelum dimainkan sebagai gelandang bertahan oleh Flick di musim lalu juga berposisi sebagai bek kanan.
Namun, cederanya Corentin Tolisso dan belum kunjung membaiknya kondisi fisik Javi Martinez membuat Flick tetap menempatkan Kimmich di lini tengah. Kimmich bersama Leon Goretzka menopang Jamal Musiala yang menggantikan Thomas Mueller, yang menderita Covid-19, sebagai gelandang serang.
Keterbatasan pemain itu membuat Bayern tidak meraih kemenangan di dua laga terakhir di Liga Jerman. Namun, hal itu tidak sedikit pun mengurangi superioritas Bayern atas Lazio di Liga Champions. Flick tetap menginstruksikan anak asuhannya untuk langsung merebut bola dan menekan pemain Lazio ketika kehilangan bola. Menurut Flick, skema permainan itu membantu tim berjuluk ”Die Roten” membawa pulang empat gol dari Italia.
”Kami selalu merebut bola dengan cepat dan langsung menciptakan banyak peluang untuk mencetak gol. Kami bahagia dengan permainan kami dan seluruh pemain menjawab ekspektasi dengan sempurna,” ujar Flick seperti dikutip Bild.
Tekanan yang dilancarkan pemain Bayern membuat tiga bek Lazio membuat kesalahan yang memberikan Bayern ”hadiah” tiga gol. Dua bek Lazio, Mateo Mussachio dan Patricio Gil, melakukan kesalahan penguasaan bola yang menyebabkan kebobolan. Kekeliruan Mussachio membuka jalan bagi Robert Lewandowski membuka keunggulan tim tamu di menit ke-9.
Gol itu adalah gol ke-72 Lewandowski di Liga Champions. Penyerang asal Polandia itu berada di daftar ketiga pemain dengan gol terbanyak di kompetisi antarklub terbesar di Eropa. Ia hanya kalah dari Cristiano Ronaldo (134 gol) dan Lionel Messi (119).
Adapun kesalahan Gil menjadi awal bagi gol ketiga Bayern yang dicetak Leroy Sane di menit ke-42. Sebelum gol itu, pemain belia Bayern, Jamal Musiala, mencetak gol perdananya di Liga Champions melalui sepakan terarah dari luar kotak penalti pada menit ke-24.
Kemudian, Francesco Acerbi membuat gol bunuh diri yang menjadi gol keempat Bayern di laga itu. Setelah gol itu, Lazio bermain lebih menyerang, tetapi hanya mampu mencetak satu gol lewat sepakan Joaquin Correa di menit ke-49.
Kami selalu merebut bola dengan cepat dan langsung menciptakan banyak peluang untuk mencetak gol. Kami bahagia dengan permainan kami dan seluruh pemain menjawab ekspektasi dengan sempurna.
Asisten Pelatih Bayern yang juga mantan pemain Lazio, Miroslav Klose, mengungkapkan, Bayern telah mempelajari dengan baik gaya bermain Lazio.
”Kami telah merencanakan skema bertahan dari sisi pertahanan mereka dan memenangkan bola secepat mungkin. Tim Italia tidak terbiasa dengan tekanan balik ketika baru menguasai bola,” kata Klose kepada Kicker.
Ketakutan
Pelatih Lazio Simone Inzaghi mengatakan, timnya telah berusaha keras untuk meredam permainan ala Bayern. Lazio pun menerapkan permainan serupa ketika mengalahkan Atalanta 3-1, 31 Januari. Menurut Inzaghi, Atalanta adalah satu-satunya tim di Liga Italia yang secara konsisten bermain dengan pola tekanan balik untuk meredam lawan mengembangkan permainan sesegera mungkin setelah kehilangan penguasaan bola.
Namun, Inzaghi mengakui, kualitas Atalanta dan Bayern jauh berbeda. Selain itu, Bayern juga memiliki pengalaman yang lebih matang untuk menampilkan permainan yang dibutuhkan di laga penting fase gugur Liga Champions. Adapun Lazio terakhir kali berlaga di babak gugur Liga Champions pada edisi 1999-2000.
”Kami gugup. Setelah tertinggal di awal laga, kami ketakutan dengan permainan yang ditampilkan Bayern,” kata Inzaghi dilansir Sky Sport Italia.
Surat kabar olahraga yang berbasis di Roma, Corriere dello Sport, juga menganggap kualitas Lazio tidak bisa menandingi Bayern yang berpredikat sebagai juara dunia itu.
”Sebuah kegagalan mutlak dialami Lazio di Olimpico. Kesalahan dan rasa takut membuat Lazio tidak berdaya di hadapan Bayern, terutama di babak pertama,” tulis tajuk rencana Corriere dello Sport edisi Rabu (24/2/2021).
Berkat kekalahan 1-4 itu, Inzaghi menganggap peluang Lazio untuk melaju ke babak selanjutnya tertutup. Ia pun puas bisa mencapai membawa Lazio lolos dari fase grup.
”Sejak awal kami hanya menargetkan diri bisa menembus babak 16 besar. Untuk laga kedua di Muenchen, kami berharap bisa bermain tanpa tekanan dan merasakan lebih sedikit beban di pundak,” ujar Inzaghi, yang menjadi bagian dari skuad Lazio saat terakhir kali menembus babak perempat final di Liga Champions musim 1999-2000. (REUTERS)