Filosofi Mourinho yang Mengekang Keindahan Guardiola
Perbandingan filosofi bermain Pep Guardiola dan Jose Mourinho ibarat ”Si Cantik” dan ”Si Buruk Rupa”. Meski demikian, keindahan gaya bermain Guardiola selalu terjerat gaya negatif sang rival.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
MANCHESTER, SABTU — Manajer Tottenham Hotspur Jose Mourinho dan Manajer Manchester City Josep Guardiola pernah berada di bawah guru yang sama, Louis van Gaal. Namun, dua dekade setelah mengisap ilmu tersebut di Barcelona, mereka berkembang dengan filosofi masing-masing. Filosofi mereka berbanding terbalik, bagaikan dasar laut dengan ujung langit.
Guardiola, mantan anak asuh Van Gaal, mengadopsi permainan indah ala Barca. Permainan dominan menguasai bola nan menghibur menjadi ciri khasnya. Sementara itu, Mourinho, mantan asisten pelatih Van Gaal, menemukan jalan sendiri dengan filosofi permainan pragmatis. Filosofi sepak bola negatifnya tidak sedap dipandang mata.
Dua filosofi beda kutub ini akan saling bersanding pada Minggu (14/2/2021) pukul 00.30 WIB nanti di Stadion Etihad. Sebagai tuan rumah, ”Si Biru Langit” yang berstatus pemuncak klasemen sementara Liga Inggris akan ditantang Spurs.
Pertemuan Guardiola dan Mourinho untuk ke-25 kali sepanjang karier kepelatihan mereka akan jadi sangat menarik. Permainan City di bawah Guardiola memang indah, tetapi faktanya mereka kesulitan menghadapi pragmatisme Spurs ala Mourinho.
Dalam dua pertemuan, sejak Mourinho ditunjuk menukangi Spurs pada akhir 2019, City selalu pulang tanpa hasil. Mereka kalah dalam dua kali lawatan ke markas Spurs dengan hasil yang sama persis, 0-2. Salah satu kekalahan tersebut dialami skuad asuhan Guardiola pada paruh pertama musim ini, yaitu November 2020 lalu.
Uniknya, kekalahan ini bergaris cerita sama. City mendominasi penuh permainan, seperti gaya ala sang manajer Spanyol. Namun, pada akhir pertandingan, selalu Mourinho yang tersenyum dengan kemenangan lewat pola ”parkir bus” atau menumpuk pemain di lini pertahanan.
Faktor efisiensi
Dalam dua pertemuan terakhir kedua manajer, statistik gol yang diharapkan atau excepted goal (xG) bisa mengambarkan efisiensi Spurs dan ketumpulan City. Total Spurs hanya memiliki angka xG senilai 1,17, sedangkan City sebesar 5,18. Kian rendah xG, semakin efisien serangan sebuah tim.
Artinya, jika berdasarkan perhitungan statistik xG, seharusnya Spurs hanya mencetak satu gol dan City menghasilkan setidaknya lima gol. Faktanya, Spurs menghasilkan total empat gol dengan peluang yang sangat minim, sedangkan City tak mampu menghasilkan satu gol pun dari hujan peluang mereka.
Gambaran umumnya bisa dilihat dalam pertemuan kedua tim dalam paruh pertama musim ini. City menguasai bola hingga 66 persen. Mereka juga menguji pertahanan ”Si Lili Putih” dengan 11 tendangan. Sebaliknya, Spurs hanya mampu menendang 2 kali. Meski demikian, tendangan tersebut dikonversi Spurs menjadi sepasang gol.
Inilah filosofi yang hampir pasti digunakan Mourinho ketika bertemu klub hebat, terutama para ”Big Six” alias tim langganan enam besar di Liga Inggris. Baginya, pemenang laga tidak ditentukan oleh tim mana yang mendominasi laga, tetapi bergantung pada skor akhir.
Sang manajer asal Portugal ini pun lebih suka memancing lawan dengan menerapkan garis pertahanan rendah. Saat lawan lengah, timnya akan mengejutkan lewat serangan balik cepat nan efisien. Filosofi pragmatis ini bisa dieksekusi karena Spurs punya duet penyerang hebat, Harry Kane dan Son Heung-min.
Menurut Mourinho, tidak masuk akal untuk meladeni permainan menyerang City saat ini. Mereka adalah salah satu tim paling sulit dikalahkan di Eropa dengan kualitas pemain dan sistem bermain yang nyaris sempurna. Karena itu, dia akan tetap menampilkan gaya pragmatis dengan lebih fokus ke pertahanan sepanjang pertandingan.
”Satu-satunya cara mengalahkan City yang sedang berada di level tertinggi adalah dengan bermain sangat, sangat baik. Akan sangat sulit menghentikan mereka mencetak gol dan juga membuat gol ke gawang mereka. Jadi, Anda harus bermain sempurna, seperti yang kita lakukan di kandang waktu itu,” kata manajer dengan rambut beruban tersebut dalam konferensi pers jelang laga, Jumat.
Dunia berbeda
Namun, pertemuan nanti bisa jadi dunia yang berbeda untuk kedua manajer tersebut. Ini merupakan pertama kalinya Mourinho bertandang ke Stadion Etihad sebagai ”arsitek” Spurs. Tentunya, pengalaman bermain di rumah City akan lebih menyulitkan.
Si Lili Putih pun bertamu dengan wajah terluka. Mourinho, yang terkenal sebagai spesialis bertahan, justru takluk dengan hujan gol, 4-5, dari Everton dalam drama perpanjangan waktu di babak 16 besar Piala FA Inggris, Kamis (11/2/2021).
Guardiola pun seperti menjalani dunia terbalik. Sekarang, justru timnya yang sangat solid dalam bertahan. Setelah kekalahan dari Spurs, mereka baru kemasukan 3 gol dalam 14 pertandingan.
Padahal, manajer 58 tahun ini pernah menyindir hasil skor Arsenal melawan Spurs, 5-4, ketika masih menukangi Chelsea, pada 2004. Ketika itu, dia berkata jumlah gol itu tak pantas ada dalam laga sepak bola dan lebih layak menjadi skor pertandingan hoki. Sekarang, kerapuhan lini pertahanan tersebut sedang dihadapinya.
Di sisi lain, City sedang memainkan sepak bola terbaik di bawah Guardiola. Sejak kekalahan dari Spurs, mereka tidak terkalahkan dalam 14 laga beruntun, dengan 10 kali laga terakhir berujung kemenangan. Rekor tersebut semakin mengerikan karena ”Si Biru Langit” baru saja menumbangkan sang juara bertahan Liverpool, 4-1, pekan lalu.
Guardiola pun seperti menjalani dunia terbalik. Sekarang, justru timnya yang sangat solid dalam bertahan. Setelah kekalahan dari Spurs, mereka baru kemasukan 3 gol dalam 14 pertandingan. Angka menakjubkan ini hadir berkat duet kokoh bek tengah mereka, Ruben Dias dan John Stones.
Pertahanan solid ini juga lahir karena penyempurnaan sistem Guardiola yang dominan. Dominasi mereka dalam menyerang sangat meminimalisasi tim lawan untuk memegang bola dan menyerang balik. City banyak belajar dari kekalahan melawan Spurs.
”Kami bermain sangat baik semenjak kekalahan itu. Kami kalah karena mereka lebih baik dalam banyak aspek dibanding kami. Kalian bisa melihat kualitas pemain dan manajer yang mereka punya. Itu adalah tim yang kuat. Kami harus tampil lebih baik untuk bisa mengalahkan mereka,” ucap manajer berkepala plontos tersebut, dikutip Sky Sports.
Meski dalam tren positif, Guardiola tidak mau sesumbar. Dia menyadari, lawannya pada Minggu dini hari nanti adalah tim dengan manajer yang punya segala racikan untuk mengecewakan skuadnya. Racikan itu sudah dibawa sejak pertarungan di duel klasik atau el clasico, ketika mereka masih melatih Barca dan Real Madrid.
”Kami tidak terkalahkan, tetapi rekor itu tidak membantu kami langsung unggul 2-0 ketika laga dimulai. Kami harus memulai lagi dari awal esok hari, menambah kemenangan lagi. Ini akan jadi pekan penting bagi kami dengan tiga laga melawan tim kuat (Spurs, Everton, dan Arsenal). Ketiganya menjadi target kami (untuk menang),” ujarnya. (AP/REUTERS)