NBA kekeh menyelenggarakan ajang All-Star 2021 di tengah pandemi Covid-19. Padahal, kehadiran ajang tahunan sejak 1951 ini ditolak banyak pemain.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Anomali terjadi di NBA musim ini. Biasanya, panggung All-Star selalu menjadi magnet bagi para pemain bintang. Momen setahun sekali ini adalah kesempatan mereka unjuk gigi sebagai yang terhebat di antara yang terbaik. Namun, euforia tersebut lenyap pada All-Star 2021, yang akan diselenggarakan 7 Maret, di Atlanta.
Para megabintang, mulai dari LeBron James, Giannis Antetokounmpo, sampai Kawhi Leonard, tidak tertarik sama sekali dengan All-Star. Ajang yang identik dengan pesta dan selebrasi ini dianggap tidak sepatutnya digelar saat mereka berjibaku di tengah pandemi dengan segala protokol kesehatan.
James dan Giannis sama-sama menyatakan tidak punya energi dan kegembiraan terhadap All-Star musim ini. Sementara itu, Leonard menilai, NBA seperti menempatkan uang di atas kesehatan para pemain.
Kritik ini menjadi tamparan keras bagi NBA. Seperti diketahui, tiga megabintang tersebut merupakan pemain-pemain favorit dengan suara tertinggi dalam hasil pemungutan suara sementara All-Star. Mirisnya, pemain yang diharapkan tampil menghibur justru tidak memiliki antusias serupa.
Apalagi, All-Star kali ini tidak akan semeriah sebelumnya. Jumlah penonton akan dibatasi di Arena State Farm. Paling banyak hanya akan ada 1.000 penonton dari kapasitas sekitar 16.000 kursi. Kehadiran penonton pun masih melihat situasi pandemi jelang laga.
Dengan segala protokol yang harus kami lalui, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap laga All-Star, ini tidak layak untuk dipaksakan.
”Dengan segala protokol yang harus kami lalui, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap laga All-Star, ini tidak layak untuk dipaksakan. Pekan All-Star itu tentang pengalaman fans, juga keluarga, berada di satu lingkungan yang menyenangkan. Semua itu tidak akan terjadi,” kata pemain Washington Wizards dengan dua kali penampilan All-Star, Bradley Beal, dikutip The Athletic.
Selain sedang di tengah pandemi, para pemain juga lebih memilih fokus beristirahat ketika jeda tengah musim, 5-10 Maret, yang bertepatan dengan ajang ”perang bintang”. Mereka butuh istirahat karena pramusim kali ini sangat pendek, paling singkat dalam sejarah kompetisi NBA.
Tidak hanya para veteran, kritik keras bahkan datang dari bintang muda Sacramento King De’Aaron Fox. Pebasket 23 tahun ini mengatakan, wacana digelarnya ”All Star” musim ini sebagai bentuk kebodohan. Padahal, biasanya bintang-bintang muda menjadi yang paling antusias unjuk gigi dalam ajang ini.
Fox menyadari, pemain terperangkap dalam jebakan ajang tersebut. Sebab, jika terpilih, mereka tidak bisa memutuskan absen begitu saja. ”Anda tahu akan didenda (jika tidak bergabung)? Jika Anda harusnya berada dalam ajang itu, kemudian Anda tidak cedera dan memutuskan tidak bermain, akan ada denda yang besar. Jadi pastinya saya akan tampil,” ucapnya.
All-Star yang menjadi ajang pertarungan para bintang pun berubah musim ini. Ajang ini tak ubahnya seperti pertunjukan sirkus gajah. Para pemain senang ataupun tidak tetap harus tampil menghibur penonton sekaligus menghasilkan uang.
Uang besar
Meski banyak penolakan dari pemain, NBA tidak mengubah keputusannya. Faktor utamanya adalah uang. Laga All-Star nanti bisa menambah pemasukan liga di tengah kerugian musim lalu yang mencapai 1,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 21 triliun). Pemasukan ini bisa mencegah pemotongan gaji ataupun kontrak terhadap ofisial liga hingga pemain.
Lebih dari itu, ajang ”perang bintang” selalu berhasil menarik penonton. Ajang tahunan ini pula yang dijadikan NBA untuk mencari basis penonton baru. Misalnya, pada musim lalu, jumlah penonton mencapai 8 juta. Dari jumlah itu, banyak di antaranya datang dari penonton muda berusia 13-23 tahun.
”Pertandingan All-Star sudah menjadi tradisi penting dalam sejarah liga ini. Ajang ini akan selalu jadi cara utama kami untuk meningkatkan ketertarikan para fans. Tentunya kami mengutamakan kesehatan dan keselamatan semua orang yang terlibat di dalamnya,” kata juru bicara NBA.
NBA bekerja sama dengan Asosiasi Pemain (NBPA) telah menentukan protokol kesehatan dan keselamatan. Salah satunya, pekan All-Star yang biasanya sibuk dengan jadwal berhari-hari akan dipersingkat. Nantinya, pemain akan tiba di Atlanta pada Sabtu sore, kemudian akan langsung kembali pada Minggu malam.
Mereka juga akan ditempatkan dalam konsep ”gelembung” seperti yang diterapkan musim lalu di Orlando. Bedanya, ”gelembung” nanti dibuat dengan versi mini karena tidak melibatkan banyak pemain seperti di Orlando.
Chris Paul, Presiden NBPA, menjelaskan, pendapat pemain bukan jadi penentu akhir dalam keputusan menggelar All-Star. Ajang ini diputuskan langsung oleh NBA setelah menimbang berbagai aspek. Terutama, mereka bisa menjamin ajang ini akan aman bagi seluruh pemain.
”Saya pikir tugas serikat adalah mencoba memastikan pemain kami sehat dan aman. Ini adalah sesuatu yang merupakan keputusan liga. Saya telah berbicara dengan Bron (James) juga Steph (Curry), dan beberapa pemain lain. Banyak ungkapan emosi di sana. Mereka punya perasaan dan berhak mengutarakannya. Saya menghormati pendapat itu,” kata guard veteran Phoenix Suns tersebut.
Dengan segala ungkapan penolakan dan kekecewaan pemain, keseruan ”perang bintang” tahun ini pun menjadi tanda tanya besar. Kemungkinan, mereka hanya akan bermain menggunakan fisik, tetapi tidak dengan sepenuh hatinya. (AP)