Mengukir Romantisisme Baru Derrick Rose dan Thibodeau
Ketiga kalinya dalam karier, ”guard” veteran Derrick Rose bekerja sama lagi dalam satu tim dengan pelatih yang menjadikannya MVP, Tom Thibodeau. Mereka mengukir romantisisme baru di New York Knicks.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Pemandangan hangat terlihat dari bangku cadangan New York Knicks. Duet pemain dan pelatih Rose-Thibodeau berada di satu sisi yang sama. Setelah beberapa tahun terpisah, pasangan kompak yang pernah menggemparkan NBA era 2010-an ini akhirnya menyatu lagi.
Reuni keduanya terjadi ketika Knicks bertandang ke markas Miami Heat, Rabu (10/2/2021) WIB, di Arena American Airlines. Untuk pertama kalinya, Rose kembali berseragam Knicks dan berada di bawah asuhan Thibodeau, setelah pertukaran pemain yang terjadi awal pekan ini.
Senin lalu, Rose baru saja ditukar oleh Detroit Pistons menuju Knicks. Dia ditukar dengan guard muda Dennis Smith Jr dan pilihan putaran kedua draf milik Knicks.
Dengan pertukaran tengah musim ini, pebasket 32 tahun ini pun kembali ke Knicks yang pernah dibela pada musim 2016-2017. Rose juga bekerja sama lagi dengan Thibodeau, pelatih yang pernah menukanginya di Bulls (2010-2015) dan Minnesota Timberwolves (2017-2019).
Baru pindah dua hari, Rose langsung menjalani debut bersama Knicks dalam laga melawan Heat. Sayangnya, debut itu berakhir kurang manis karena Knicks kalah tipis dari sang finalis NBA musim lalu, 96-98.
Walaupun kalah, penampilan MVP NBA 2010-2011 ini begitu menjanjikan. Datang dari bangku cadangan, dia tampak nyaman mengatur serangan tim. Rose pun menyelesaikan laga pertamanya dengan kontribusi 14 poin, 3 asis, 1 steal, dan 1 blok. Statistik memukau tersebut dihasilkan hanya dalam 20 menit.
”Saya masih tidak percaya bisa kembali. Di sini sudah seperti keluarga. Saya punya semuanya untuk sukses. Ada Thibs (pelatih). Sinergi yang kami miliki dan bangun selama ini tidak bisa dijelaskan,” kata Rose yang menjelaskan dirinya dan sang pelatih punya hubungan seperti ayah-anak dalam bola basket.
Dampak presensi pebasket dengan tubuh bertato ini sangat terlihat. Dia bisa memimpin unit kedua atau cadangan Knicks tampil solid. Dalam statistik plus minus digambarkan, Knicks bisa mengungguli Heat dengan unit kedua. Seluruh pemain cadangan, termasuk Rose (+6), mendapat catatan plus. Sebaliknya, lima pemain utama mencatatkan rekor minus.
Thibodeau amat puas dengan penampilan pertama Rose. Dia melihat tubuh Rose jauh lebih ringan dibandingkan dengan seluruh kariernya. Tubuh tersebut membuat sang pemain tampak lebih agresif di usia yang sudah cukup tua. ”Saya pikir kedatangannya memberikan pengaruh besar bagi kami,” ucapnya.
Knicks sebenarnya punya kesempatan menang dalam 6 detik terakhir ketika skor terpaut dua poin. Namun, eksekutor terakhir tim diberikan kepada pemain musim kedua, RJ Barrett. Dia gagal memasukkan bola dari jarak dekat tersebut.
Sang pelatih sengaja tidak memberikan eksekusi terakhir kepada anak kesayangannya, Rose. Dia ingin menghargai pemain lain yang telah berada dalam tim dan mengenal sistem permainan sejak awal musim. Terutama, kepada pemain utama tim saat ini, Barrett.
Peran baru
Sepanjang perjalanan karier, Rose dan Thibodeau menjadi sosok yang tidak terpisahkan. Duet fenomenal mereka terjadi di Bulls pada 2010-2011. Ketika itu, Rose naik daun menjadi MVP NBA di usia 22 tahun dengan catatan 25 poin dan 7,7 asis. Berkat performa itu, Thibodeau mengklaim gelar pelatih terbaik musim tersebut.
Duo ini sempat tenggelam karena cedera lutut parah yang dialami Rose. Cedera tersebut membuat karier menjanjikan Rose selesai begitu saja. Padahal, dia sempat digadang-gadang sebagai suksesor dinasti Michael Jordan di Bulls.
Thibodeau, musim 2017, menyelamatkan Rose dari era kegelapan di Knicks dan Cleveland Cavaliers. Sang pelatih mengajak anak asuhnya itu ke Timberwolves.
Alhasil, pada musim 2018-2019, di bawah Thibodeau, Rose sempat kembali memainkan performa puncak. Dia bermain 27,3 menit dengan rata-rata memproduksi 18 poin dan 4,3 asis. Bahkan, dia sempat mencetak poin tertinggi dalam karier (50 poin) ketika melawan Utah Jazz, November 2018. Penampilan fenomenal itu sampai membuatnya menangis ketika laga selesai.
Di Knicks kali ini, peran Rose sedikit berbeda dari dua momen sebelumnya. Dia tidak lagi menjadi ikon tim seperti di Bulls. Pemain setinggi 1,88 meter ini juga kemungkinan besar tidak diproyeksikan berperan sebagai guard inti seperti di Timberwolves.
Kedatangannya lebih sebagai mentor untuk pemain-pemain muda. Terutama rookie menjanjikan Immanuel Quickley yang berposisi sama seperti Rose. Pemahaman sang veteran terhadap permainan akan sangat membantu Thibodeau dalam mengembangkan skuad muda.
Saya pikir dia akan memberikan pengaruh besar terhadap pemain-pemain muda kami. Bagaimana dia bisa menavigasi liga, mengatasi kesulitan, dan memahami permainan ini.
”Saya pikir dia akan memberikan pengaruh besar terhadap pemain-pemain muda kami. Bagaimana dia bisa menavigasi liga, mengatasi kesulitan, dan memahami permainan ini,” kata Thibodeau.
Tidak menunggu lama, Rose langsung memainkan peran tersebut ketika tiba di klub. Malam sebelum laga melawan Heat, dia dikabarkan makan malam bersama dengan dua rookie Quickley dan Obi Toppin. Rose meminta mereka memberi tahu apa pun jika butuh sesuatu tentang hal personal ataupun permainan.
Pebasket veteran asli Chicago ini sangat semangat mendapat kesempatan sebagai mentor. Dia melihat Quickley punya masa depan cerah di NBA. Sang pemain muda punya talenta besar dalam hal IQ bermain. ”Saya mau menjadi mentor dan membantu mengembangkan mereka. Dan, saya juga masih bisa menampilkan aksi saya dalam bermain, sedikit,” ucap Rose.
Bonusnya, Knicks akan mendapat pemain berpengalaman yang bisa mendewasakan tim. Hal ini sangat membantu bagi mereka untuk mencapai target playoff musim ini. Adapun Knicks berada dalam radar playoff, di peringkat ke-9 Wilayah Timur dengan rekor kemenangan 42,3 persen (11-15).
Richard Jefferson, mantan pemain NBA, menjelaskan, pertukaran Rose adalah kemenangan besar bagi Knicks. Sebab, pemain yang ditukar, Smith Jr, tidak mendapatkan rotasi bermain di bawah Thibodeau musim ini. Apalagi, Rose datang dengan catatan cukup baik di Pistons, rata-rata 14,2 poin.
”Dia bukan lagi pemain utama, tetapi dia bisa memberikan kontribusi. Hal itu terlihat jelas di Pistons. Hal paling penting, dia sangat memahami sistem sang pelatih. Karena itu, kedatangannya sangat mendorong Knicks untuk bisa menjangkau playoff,” kata Jefferson.
Romantisisme Rose-Thibodeau pun menjadi awal dari perjalanan kisah baru mereka di NBA. Duet ini tidak hanya memberikan euforia dari sisi nostalgia, tetapi juga menghadirkan ancaman baru di Wilayah Timur. (AP)