Menunggu Hujan dari Mendung Buatan Tuchel
Selama dipimpin Thomas Tuchel, Chelsea selalu berpotensi menghadirkan hujan gol. Namun, potensi itu belum bisa direalisasikan.
SHEFFIELD, MINGGU — Chelsea, dalam tiga laga pertama di bawah manajer baru, Thomas Tuchel, memainkan gaya sepak bola dominan nan agresif. ”Si Biru” seakan mampu mendatangkan awan mendung, pertanda hujan gol, ke setiap lawan. Sayangnya, hujan yang dinanti Tuchel belum kunjung turun.
Bersama ”arsitek” asal Jerman, Chelsea menjadi tim paling dominan di liga sejauh ini. Mereka selalu sukses mengepung pertahanan lawan, diikuti belasan tendangan. Gaya ini konsisten ditampilkan saat menghadapi Wolverhampton Wanderers, Burnley, dan Tottenham Hotspur.
Si Biru total sudah menghasilkan 49 kali tendangan, 15 kali di antaranya mengarah ke gawang, dalam laga tersebut. Mereka pun menguasai jalannya pertandingan hingga rata-rata 69,3 persen, sebuah pencapaian fantastis di kompetisi seketat Liga Inggris.
Baca juga : Tugas Berat Tuchel
Namun, kenyataannya skuad asuhan Tuchel baru mencetak dua gol dari permainan terbuka. Gaya mengepung lawan itu terbukti belum mampu menghadirkan hujan gol ke gawang lawan.
Contohnya saja ketika menang atas Spurs 1-0 tengah pekan lalu. Chelsea menciptakan 16 kali tendangan dengan penguasaan bola nyaris menyentuh 60 persen. Akan tetapi, mereka kesulitan mencetak gol. Gol kemenangan justru datang dari titik putih.
Rendahnya efektivitas tergambar dalam catatan statistsik gol yang diharapkan atau expected goals (xG). Berdasarkan data Understat, xG Chelsea dalam tiga laga tersebut mencapai 4,49. Artinya, mereka hanya bisa menghasilkan kurang dari separuh dari peluang yang seharusnya menjadi gol. Adapun tim-tim dengan efisiensi tinggi, seperti Manchester United, punya jumlah gol lebih banyak daripada nilai xG.
Kami harus membuat peluang bersih lebih banyak lagi. Ini adalah tantangan dan pekerjaan saya. Salah satu hal tersulit dalam sepak bola adalah mencetak gol dan tetap tenang. Kami percaya pemain bisa lebih efektif lagi.
Tuchel menyadari pekerjaannya masih banyak. ”Kami harus membuat peluang bersih lebih banyak lagi. Ini adalah tantangan dan pekerjaan saya. Salah satu hal tersulit dalam sepak bola adalah mencetak gol dan tetap tenang. Kami percaya pemain bisa lebih efektif lagi,” katanya.
Penantian hujan gol Si Biru masih akan berlanjut akhir pekan ini. Chelsea akan menantang tuan rumah Sheffield United pada Senin (8/2/2021) dini hari WIB di Stadion Bramall Lane. Menghadapi tim juru kunci, anak asuh Tuchel berkesempatan besar membanjiri gawang lawan dengan gol.
Baca juga : Jorginho Persembahkan Rekor Terburuk bagi Mourinho
Mencari kepingan
Kekeringan gol Chelsea kemungkinan besar dipengaruhi langsung oleh eksperimen Tuchel. Dari formula bermain 3-4-2-1 ala Tuchel, posisi bek sampai gelandang nyaris semua menampilkan nama yang sama. Misalnya, trio bek diisi oleh Cesar Azpilicueta, Antonio Rudiger, dan Thiago Silva. Sementara itu, duo Mateo Kovacic dan Jorginho selalu dipasangkan di lini tengah.
Hanya trio lini depan yang selalu turun dengan nama berbeda di setiap laganya. Tuchel menurunkan Kai Havertz-Hakim Ziyech-Olivier Giroud (lawan Wolves) dan Timo Werner-Mason Mount-Tammy Abraham (lawan Burnley).
Di laga melawan Spurs, Tuchel bahkan sedikit mengganti formasi, jadi 3-4-1-2. Dia memainkan dua striker dan satu gelandang serang, terbalik dibandingkan dengan laga-laga sebelumnya. Trio yang dipasangkan pun formula baru lagi, Werner, Mount, dan Callum Hudson-Odoi.
Perubahan dinamis ini mungkin bisa menggambarkan sang manajer masih mencari formula tepat untuk lini depan Chelsea. Pergantian ini pula yang membuat penyerang mereka belum mampu beradaptasi maksimal.
Tuchel dengan gaya mainnya membutuhkan formula sempurna di lini depan. Lewat penguasaan bola dan bermain sabar, Chelsea menyerang dalam kondisi pertahanan lawan yang sudah menumpuk. Di titik ini, dia butuh kombinasi pemain yang mampu beraksi di ruang sempit dengan kemampuan individu ataupun kreativitas tinggi.
Perlu disadari, mantan manajer Paris Saint Germain ini sebelumnya memiliki dua penyerang dengan bakat terbaik, Kylian Mbappe dan Neymar. Duo ini mampu menciptakan peluang hanya dengan pergerakan seorang diri. Di Chelsea, tidak ada sosok yang punya kapabilitas seperti itu.
Michael Ballack, mantan gelandang Chelsea, menilai penguasaan bola yang diterapkan oleh Tuchel dan manajer sebelumnya, Frank Lampard, memang cukup menyulitkan penyerang, terutama bagi striker baru seperti Werner.
Di tim sebelumnya, RB Leipzig, Werner punya ruang lebih banyak di lini depan. Serangan cepat Leipzig berhasil memaksimalkan bakat. Hal itu berbeda dibandingkan di Chelsea. ”Mungkin dia hanya perlu waktu untuk beradaptasi lagi dengan gaya main tim, sampai nyaman dengan peran baru tersebut,” kata Ballack.
Ballack juga berharap, Tuchel memberikan lebih banyak kesempatan bermain kepada Havertz. Pemain yang dibeli seharga 80 juta euro (Rp 1,3 triliun) ini baru sekali diberikan kesempatan tampil sejak awal laga.
”Penting bagi Chelsea untuk memahami, jika membeli pemain potensial seperti itu (Havertz), Anda harus memberikannya kesempatan sedikit demi sedikit. Jadi, dia bisa memainkan perannya. Juga agar tim bisa membangun kekuatan di sekelilingnya,” pungkas mantan kapten tim nasional Jerman tersebut.
Kejutan Sheffield
Meskipun di atas kertas bisa menang mudah, Chelsea harus mewaspadai Sheffield. Tuan rumah memang tim juru kunci, tetapi mereka mulai menunjukkan kekuatan sebenarnya dalam lima pertandingan terakhir.
Skuad asuhan Chris Wilder ini telah menang tiga kali dalam lima laga teranyar di liga. Salah satu kemenangan itu diraih atas MU yang sedang dalam tren terbaiknya. Performa Sheffield menunjukkan peningkatan drastis mereka pada paruh kedua musim mengingat mereka tidak pernah menang dalam 17 laga awal musim ini.
”Luar biasa, tim terus mencoba maju dengan penurunan yang telah mereka alami sejauh ini. Tim memberikan pertarungan yang seharusnya. Saya memberikan kredit kepada mereka. Di depan, tantangan lain sudah menanti kami (lawan Chelsea). Kami juga menantikannya,” ucap Wilder.
Tuchel tidak mau membebani anak asuhnya dengan target kemenangan. Menurut dia, hal terpenting adalah seluruh pemain bisa bermain solid sebagai kesatuan tim di lapangan.
”Dalam sepak bola, semua bisa terjadi. Terutama di Liga Inggris, Anda tidak akan pernah bisa mengontrol hasil akhir. Apa yang bisa dilakukan hanya tentang performa kami. Saya berharap kami bisa bermain sebagai grup. Pada akhirnya, ini (sepak bola) seperti orkestra. Kami harus mengikuti ritme, disiplin, kecepatan, dan gaya. Ini harus dipahami semua pemain,” sebut Tuchel.
Walaupun lini serang Chelsea belum menunjukkan potensi terbaik, hal sebaliknya terjadi pada lini belakang. Di bawah Tuchel, Si Biru belum kebobolan sekali pun. Catatan ini merupakan pertama kalinya manajer baru Chelsea memulai tiga laga pertama tanpa kebobolan setelah Jose Mourinho pada 2004.
Gaya mendominasi dan menekan yang persisten ala Tuchel membuat lawan-lawan mereka tidak berdaya. Dari tiga laga, Chelsea baru menerima dua tendangan ke arah gawang. (AP/REUTERS)