Lalu Muhammad Zohri, pelari cepat kebanggaan Indonesia, disambangi "hantu" paling menakutkan, yaitu robek ACL dan meniskus. Cedera serius itu mengancam kiprahnya di Olimpiade Tokyo mendatang.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Karier pelari andalan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri, terbentur cedera yang ditakuti para atlet, yakni robek ACL dan meniskus, Oktober lalu. Namun, selama masa pemulihan saat ini, pelari berusia 20 tahun itu tetap menjaga semangat dan keyakinannya masih bisa menembus waktu di bawah 10 detik pada Olimpiade Tokyo, Jepang, pada Juli-Agustus mendatang.
”Pemulihan terus dilakukan. Sekarang, lutut saya jauh lebih baik. Sudah tidak ada keluhan sakit lagi. Saya yakin kondisi saya sudah kembali normal di Olimpiade nanti dan bisa mencatatkan waktu di bawah 10 detik,” ujar pelari asal Nusa Tenggara Barat itu saat ditemui seusai berlatih di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021).
Oktober lalu menjadi hari kelabu bagi Zohri. Menurut sejumlah sumber, dalam sesi latihan beban, tumpuannya tidak seimbang sehingga menimbulkan rasa sakit di lutut kanan. Kondisi itu membuatnya tidak mampu berdiri dan berjalan normal sehingga harus dituntun oleh orang lain.
PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) bergerak cepat dengan memeriksakan Zohri ke dokter. Ternyata, Zohri mengalami robek ACL dan meniskus. Pelari bertinggi 170 sentimeter itu pun harus menjalani operasi untuk menyembuhkan fungsi lututnya seperti sedia kala. Setelah operasi, dia sempat menepi dan tidak bisa berlatih rutin.
Praktis, Zohri baru kembali latihan di lintasan beberapa waktu terakhir. Itu pun sekadar menjaga kebugarannya dan menguatkan tubuh bagian bawahnya, terutama lutut.
”Sejauh ini, Zohri masih latihan terpisah dari rombongan besar atlet. Dia masih menjalani program pemulihan. Intensitas latihannya pun masih di kisaran 60 persen,” ungkap Eni Nuraini, pelatih kepala PB PASI yang sehari-hari menangani langsung Zohri dan para sprinter elite pelatnas.
Eni menduga, cederanya Zohri kemungkinan terjadi karena ia tidak mendapatkan latihan penguatan otot yang ideal sebelum bergabung ke pelatnas atletik di Jakarta. Indikasi itu mulai terlihat sejak 2019. Kala itu, Zohri batal membela tim lari estafet 4x100 meter Indonesia dalam Grand Prix Asia 2019 di Chongqing, China, Juni 2019 lalu. Saat itu, ia mengeluhkan nyeri di lutut kirinya.
Cedera lutut kiri itu membuat persiapan Zohri pada lari 100 meter di Kejuaraan Dunia 2019 di Doha, Qatar, September 2019, lalu sempat terganggu. Secara tidak langsung, cedera itu turut memicu penurunan performa Zohri dalam kejuaraan dua tahunan tersebut.
Ketika itu, Zohri hanya finis keenam dengan waktu 10,36 detik di babak penyisihan keenam. Padahal, catatan waktu terbaik Zohri adalah 10,03 detik saat meraih perunggu 100 meter Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang, Mei 2019. Capaian itu membuatnya lolos ke Olimpiade Tokyo (batas minimal 10,05 detik) dan dijuluki sebagai "pelari tercepat Asia Tenggara".
Pada awal 2020, PB PASI mencoba menganalisa penyebab nyeri lutut kiri pada Zohri. Kala itu, penyebabnya diduga karena kaki Zohri panjang sebelah. Maka itu, tim pelatih membuat program khusus untuk penguatan kaki Zohri agar tidak gampang sakit atau cedera.
Sebelum cedera, kami optimis Zohri bisa menembus waktu di bawah 10 detik pada Olimpiade Tokyo. Namun, setelah cedera, kami berpikir realistis. Kalau bisa mencapai waktu 10,25 detik, itu sudah sangat bagus.(Eni Nuraini)
Walakin, setelah Zohri mengalami cedera robek ACL dan meniskus pada lutut kanannya, PB PASI mencoba mengkaji ulang penyebab rentetan cedera di kedua lutut pelari tersebut. Ada kemungkinan lutut Zohri belum siap menerima program latihan sekeras level Olimpiade.
”Kami menduga Zohri tidak mendapatkan latihan yang pas sebelum ke pelatnas. Di awal masuk pelatnas, itu belum terlihat. Namun, seiring naiknya level latihan, Zohri mulai mengalami keluhan di lutut,” terang Eni.
Melihat kondisi Zohri saat ini, Eni tidak bisa berharap tinggi kepadanya di Olimpiade Tokyo. Zohri dinilai baru bisa pulih total pada Juli mendatang atau kurang dari sebulan sebelum bertolak ke Tokyo. Dia tidak punya cukup waktu menjalani latihan optimal guna bersaing di ajang akbar itu.
Dengan persiapan yang singkat, sulit bagi Zohri untuk mencapai performa terbaiknya. Untuk itu, Eni menilai Zohri kemungkinan hanya bisa mencatatkan waktu sekitar 10,25 detik. Zohri diprediksi baru bisa mencatat waktu lebih baik pada SEA Games 2021 Vietnam yang akan digelar akhir 2021.
”Kemarin, sebelum cedera, kami masih optimis Zohri bisa menembus waktu di bawah 10 detik pada Olimpiade Tokyo. Namun, setelah cedera, kami berpikir lebih realistis. Kalau bisa mencapai waktu 10,25 detik, itu sudah sangat bagus untuk Zohri. Kami tidak ingin memaksakan dia karena karirnya masih panjang. Dia masih bisa tampil di SEA Games, Asian Games, maupun Olimpiade selanjutnya,” papar Eni.
Mengancam karier
Berdasarkan pengalaman, banyak atlet yang kariernya berakhir akibat cedera ACL yang bak hantu bagi para atlet. Jika pun bisa kembali ke lapangan atau lintasan, biasanya cedera itu kambuhan dan membuat karir atlet bersangkutan tidak akan bertahan lama.
Kendati demikian, tidak sedikit pula atlet yang bisa bangkit dan menjadi lebih baik seusai disambungi "hantu" cedera itu. Pelari asal Kenya, David Rudisha, sempat mengalami cedera lutut pada 2013 yang membuatnya rehat dari dunia atletik selama dua tahun.
Akan tetapi, setelah fokus melewati program latihan, atlet kelahiran 17 Desember 1988 itu bisa kembali lebih baik sejak 2015 hingga saat ini. Prestasi prestisiusnya seusai cedera antara lain, emas lari 800 meter Kejuaraan Dunia 2015 di Beijing, China, dan medali emas lari 800 meter Olimpiade Rio de Janeiro 2016 di Rio de Janeiro, Brasil.
Begitu pun dengan Zohri. Ia masih sangat muda, penuh semangat, dan punya masa depan panjang. ”Saya tetap yakin bisa memberikan yang terbaik nanti,” ujar Zohri, pemegang rekor lari 100 dan 200 meter Indonesia.