Di tengah peraturan ketat serta absennya pemain China dan Jepang pada masa pandemi Covid-19, tim bulu tangkis Indonesia gagal memanfaatkan peluang. Merkea hanya membawa satu gelar dari tiga turnamen di Thailand.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
BANGKOK, MINGGU - Di tengah suasana yang penuh dengan peraturan ketat selama turnamen pada masa pandemi Covid-19, terdapat peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan tim bulu tangkis Indonesia. Akan tetapi, dari 15 gelar juara yang diperebutkan dalam tiga turnamen di Thailand, skuad “Merah Putih” hanya mendapat satu gelar.
Kekalahan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dalam final turnamen Final Tur Dunia BWF 2020 membuat gelar juara dari Greysia Polii/Apriyani Rahayu dari Yonex Thailand Terbuka, 12-17 Januari, menjadi satu-satunya gelar bagi Indonesia. Di Impact Arena, Bangkok, Thailand, Minggu (31/1/2021), Hendra/Ahsan kalah dari pasangan Taiwan, Lee Yang/Wang Chi Lin, 17-21, 21-23. Meski unggul 6-3 dari pertemuan sebelumnya, kali ini Hendra/Ahsan tak bisa mengantisipasi kecepatan permainann lawan.
Gelar lain dari turnamen yang diikuti delapan wakil pada setiap nomor ini diperoleh ganda putri Korea Selatan Lee So-hee/Shin Seung-chan, tunggal putri Taiwan Tai Tzu Ying, tunggal putra/Denmark Anders Antonsen, dan ganda campruran Thailand Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai.
Final Tur Dunia BWF, turnamen di “gelembung” Thailand yang digelar setelah Yonex dan Toyota Thailand Terbuka (19-24 Januari), adalah turnamen penutup musim kompetisi 2020. Kejuaraan ini seharusnya berlangsung Desember 2020 di China, tetapi dimundurkan karena pandemi Covid-19. Adapun Yonex dan Toyota Thailand Terbuka menjadi revisi dari banyaknya turnamen yang dibatalkan sejak Maret 2020.
Sejak saat itu pula, pebulu tangkis di seluruh dunia menghadapi ketidakpastian untuk berkompetisi. Sebagian di antaranya, yang negaranya tak memiliki program pelatihan jangka panjang tim nasional seperti Indonesia, kesulitan berlatih. Pemain Indonesia pun beruntung karena bisa berlatih dengan fasilitas lengkap di pelatnas bulu tangkis Cipayung, Jakarta.
Keuntungan itu ditambah dengan absennya pesaing tangguh dari China dan Jepang di Thailand. Shi Yuqi dan kawan-kawan tak diizinkan pemerintah China untuk keluar dari negara mereka pada masa pandemi. Adapun Asosiasi Bulu Tangkis Jepang membatalkan partisipasi tim setelah tunggal putra nomor satu dunia, Kento Momota, terinfeksi Covid-19 menjelang berangkat ke Bangkok.
Situasi baru
Anthony Sinisuka Ginting dan kawan-kawan memang dihadapkan pada situasi baru, yaitu harus tiba di Bangkok, minimal sepekan sebelum turnamen, menjalani tes usap Covid-19 tiga hari sekali, serta hanya diizinkan berada di kamar hotel dan tempat pertandingan. Aktivitas makan di luar hotel atau berjalan-jalan, yang sesekali dilakukan di sela turnamen, tak diperbolehkan demi menjaga kesehatan semua partisipan.
Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi mengatakan, protokol kesehatan yang ketat menjadi pengalaman bagi atlet dan pelatih guna menghadapi turnamen berikutnya. Tanpa kepastian pandemi berakhir, kemungkinan besar turnamen bulu tangkis masih dijalankan dengan protokol yang sama. Ajang besar terdekat adalah All England, 17-21 Maret.
“Bertanding dalam tiga turnamen beruntun sudah biasa, tetapi dengan situasi seperti saat ini, semuanya berbeda. Yang sangat terasa adalah mengatasi kebosanan. Pemain tidak hanya menyiapkan strategi di lapangan, tetapi juga strategi melawan kebosanan,” tutur pelatih ganda putri Eng Hian.
Meski demikian, mantan pemain ganda putra itu mengatakan, pengaruh protokol “normal baru” pada penampilan di lapangan sangat tergantung pada setiap masing individu. Apalagi, hal tersebut tak hanya dirasakan atlet Indonesia.
Di tengah ketatnya peraturan yang dijalankan sejak tim tiba di Bangkok pada 3-4 Januari, Lee/Wang dan Puavaranukroh/Taerattanachai bisa beradaptasi dengan baik hingga merebut tiga gelar juara. Viktor Axelsen (Denmark) dan Carolina Marin (Spanyol) Berjaya pada dua turnamen pertama, dan masuk final di pekan ketiga sebelum dikalahkan Antonsen dan Tai Tzu Ying.
Yang sangat terasa adalah mengatasi kebosanan. Pemain tidak hanya menyiapkan strategi di lapangan, tetapi juga strategi melawan kebosanan.
Di kubu Indonesia, hasil yang didapat Hendra/Ahsan meningkat dari setiap turnamen meski gagal membawa pulang gelar juara. Final pada Minggu didapat setelah tersisih di perempat final pada pekan pertama, lalu lolos hingga semifinal pada pekan berikutnya.
Greysia/Apriyani menjadi juara pada pekan pertama dan tampil cukup asih konsisten pada pekan kedua, meski akhirnya tersisih di semifinal. Akan tetapi, mereka tampil antiklimaks pada laga penentuan penyisihan grup Final Tur Dunia BWF, hingga gagal ke semifinal.
Ganda campuran, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, kian menurun dari turnamen ke turnamen, demikian pula tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting.
“Sebetulnya tidak ada kendala yang berpengaruh pada pertandingan. Saya justru antusias karena sudah lama tak bertanding. Tantangannya harus bisa menciptakan kenyamanan sendiri, karena tidak bisa kemana-mana,” ujar Apriyani.
Di sela turnamen pada pekan kedua, pelatih ganda campuran Nova Widhianto dengan tegas menyatakan, vakumnya turnamen selama 10 bulan dan karantina selama turnamen tak dapat diterima sebagai alasan kegagalan pemainnya. “Semua pemain mengalami situasi sama. Evaluasi sementara, semua yang sudah kalah selama dua pekan turnamen, hasilnya mengecewakan. Tetapi, ini tetap menjadi tanggung jawab kami sebagai pelatih," kata Nova.