Warisan Perhatian Wismoyo untuk Atlet Indonesia
Semasa memimpin KONI Pusat, Wismoyo Arismunandar meletakkan warisan cinta kasih untuk para atlet. Dia selalu berusaha memastikan atlet bisa berlatih maksimal dan menjamin kesejahteraan mereka saat pensiun.
JAKARTA, KOMPAS – Dunia olahraga Indonesia kembali berduka. Ketua Umum KONI Pusat periode 1995-1999 dan 1999-2003 Wismoyo Arismunandar meninggal dunia dalam usia 80 tahun di Jakarta, Kamis (28/1/2021). Bagi atlet, mantan Kepala Staf Angkatan Darat 1993-1995 itu merupakan sosok yang memanusiakan atlet dengan segenap cinta kasihnya, bukan sebagai robot untuk pendulang medali.
Perhatiannya untuk atlet membuat para pejuang olahraga Indonesia terpacu mencurahkan semua potensi terbaik untuk nama baik Merah-Putih. ”Selama Pak Wismoyo menjadi Ketua Umum KONI Pusat, kami merasa dicintai dan disayang, bukan cuma dipush untuk menang,” ujar mantan pelari gawang putri andalan Indonesia Dedeh Erawati saat dihubungi Kompas dari Jakarta, Kamis (28/1/2021).
Wismoyo yang dilahirkan di Bondowoso, Jawa Timur, 10 Februari 1940 itu meninggal karena sakit di Jakarta pukul 04.29. Jenderal TNI purnawirawan itu sempat mendapat perawatan di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Saat ini, jenazahnya disemayamkan di kediamannya di Jalan Gempol, Nomor 10, Bambu Apus, Jakarta Timur. Mediang akan dimakamkan di Astana Giribangun, Solo, Jawa Tengah.
Dedeh yang pemegang rekor nasional lari gawang 100 meter putri dengan waktu 13,18 detik di Taiwan Terbuka, 26 Mei 2012 itu mengatakan, dirinya memiliki kesan mendalam dengan Wismoyo. Sekitar tahun 1997, dirinya yang masih SMA terpilih mengikuti SEA Games 1997 di Jakarta yang menjadi SEA Games pertamanya.
Saat itu, Dedeh merasa Wismoyo sangat perhatian dan antusias memberikan dukungan langsung kepada para atlet untuk berjuang maksimal di lapangan. Setiap Wismoyo mengunjungi arena latihan, aura semangat dan cintanya kepada atlet sangat terasa dan melekat.
”Sampai, Pak Wismoyo pernah menciptakan lagu berjudul Gembira untuk kami para atlet. Beliau tidak suka melihat atlet yang pendiam dan murung. Beliau suka melihat atlet yang semangat, gembira, antusias, dan optimistis,” kata mantan atlet kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 25 Mei 1979 tersebut.
Membangun hubungan emosional
Dedeh punya pengalaman pribadi yang emosional pula dengan Wismoyo. Suatu ketika, dirinya yang belum punya prestasi pernah disapa dengan senyum dan tatapan mata yang tajam oleh Wismoyo. ”Siapa kamu? Udah juara apa kamu?,” tutur Dedeh menirukan pertanyaan Wismoyo ketika itu.
Dedeh mengaku, kala itu, dirinya hanya bisa diam karena memang belum juara, terutama level internasional. Namun, dalam hati, itu justru memberikan tekad untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dengan penuh komitmen untuk konsisten berlatih keras, dia akhirnya bisa meraih emas di sejumlah kejuaraan internasional, antara lain emas SEA Games 2007 Thailand dan SEA Games 2009 Laos.
”Pertanyaan Pak Wismoyo ketika itu terus melekat dan menjadi penyemangat saya sampai saat ini. Beliau sosok yang tegas dan punya karakter kuat tetapi karena perhatiannya dia pun sangat dicintai atlet (kala itu),” ujar atlet bertinggi 167 sentimeter tersebut.
Hubungan emosional yang dibangun oleh Wismoyo kepada para atlet juga dirasakan mantan sprinter andalan Indonesia John Herman Muray. Pelari asal Papua itu berkisah, Wismoyo adalah Ketua Umum KONI Pusat yang punya kebiasaan mengunjungi tempat latihan atlet tanpa pemberitahuan. Sebab, Wismoyo ingin tahu bagaimana keadaan atlet yang sebenarnya.
Pernah, ketika John masuk pelatnas pertama kali untuk persiapan SEA Games 1999 Brunei Darussalam, Wismoyo berkunjung ke Stadion Madya Senayan, Jakarta Pusat. John tiba-tiba disapa dan diberi pesan khusus oleh Wismoyo. ”John matahari terbit di timur, kamu harus menjadi yang terbaik,” kata John mengulangi perkataan Wismoyo kala itu.
Berkat pesan sederhana tapi bermakna itu, John termotivasi untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya di SEA Games 1999 yang menjadi SEA Games pertamanya tersebut. ”Saat itu, saya dapat satu perunggu (100 meter) dan satu perak di estafet (4x100 meter) yang sekalian tim kami lolos kualifikasi Olimpiade Sydney 2000,” tutur atlet kelahiran 6 Juni 1978 tersebut.
Selain memperhatian pembinaan, John menambahkan, Wismoyo turut memperhatikan kesejahteraan atlet. Selain mengupayakan bonus untuk atlet berprestasi, salah satu terobosan Wismoyo mengusulkan atlet berprestasi diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). ”Akhirnya saat pensiun, kehidupan kami sudah aman karena beberapa dari kami yang juara (dapat medali) dan ikut Olimpiade diangkat menjadi PNS di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora),” terangnya.
Totalitas untuk atlet
Pengurus KONI Pusat 1995-2002 Fritz E Simandjuntak menuturkan, yang paling menonjol dari Wismoyo ketika memimpin KONI Pusat ialah totalitasnya untuk pembinaan dan kesejahteraan atlet. Bagi Wismoyo, atlet merupakan ujung tombak prestasi olahraga Indonesia. Maka itu, atlet harus dipastikan bisa berlatih dengan maksimal tanpa dipengaruhi pikiran lain yang bisa mengganggu konsentrasinya, termasuk masa depan saat pensiun.
Tak heran, Wismoyo tak segan bergerilya mencari sponsor untuk membantu perkembangan maupun kesejahteraan atlet. Jelang Olimpiade 1996 Atlanta, dia turut melobi langsung petinggi salah satu bank swasta agar bersedia mensponsori kontingen Indonesia ke Olimpiade ke-26 tersebut.
Setelah kesuksesan itu, Wismoyo melanjutkan lobi ke banyak perusahaan agar mau membantu dunia olahraga Indonesia. ”Saat itu, sempat muncul istilah pengusaha pejuang diberikan ke para pendukung dana olahraga. Sehingga, ada juga yang berpendapat agar pengusahalah yang datang ke Kantor KONI Pusat untuk memberi bantuan dana. Tapi, dengan tegas Pak Wismoyo mengatakan bersedia dan siap ke kantor mereka di mana pun,” ungkap Fritz.
Jelang Olimpiade Sydney kala keadaan ekonomi nasional maupun global belum pulih dari krisis moneter 1998, Wismoyo meminta jajarannya mencari terobosan yang fokus pada kesejahteraan atlet. Beruntung ada salah satu sponsor dari minuman berenergi bersedia memberikan hadiah Rp 1 miliar kepada peraih emas Olimpiade ke-27 tersebut. ”Beliau sangat memperhatikan nasib atlet sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan para atlet,” pungkas Fritz.
Teladan untuk KONI
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menyampaikan, warisan Wismoyo untuk dunia olahraga harusnya bisa menjadi teladan untuk pengurus KONI Pusat saat ini. Di masa Wismoyo, KONI Pusat berperan penting sebagai rekan pemerintah dalam membangun olahraga nasional.
Salah satu kontribusi Pak Wismoyo, mengembalikan superioritas olahraga Indonesia dengan menjadi juara umum SEA Games 1997 Indonesia.
Di kepemimpinan Wismoyo, KONI Pusat memiliki jaringan luas sehingga bisa turut membantu pembinaan dan kesejahteraan atlet, terutama dengan mencari sponsor untuk memberikan bonus kepada atlet berprestasi. ”Salah satu kontribusi Pak Wismoyo, mengembalikan superioritas olahraga Indonesia dengan menjadi juara umum SEA Games 1997 Indonesia,” ujarnya.
Pasca menjabat Ketua Umum KONI Pusat, pemikiran Wismoyo turut melahirkan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) pada 2010 walaupun akhirnya dibubarkan pemerintah pada 2017. ”Setidaknya, Satlak Prima menunjukkan bahwa Pak Wismoyo menginginkan olahraga Indonesia bertolak ukur pada performa tinggi untuk bisa bersaing di level internasional,” katanya.
Sekarang, lanjut Gatot, peran KONI Pusat justru mengalami kemerosotan. Mereka cenderung tersandera oleh Ayat 2 Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Isinya, yakni KONI berperan membantu menteri dalam melakukan pengawasan dan pendampingan dalam pelaksanaan pengembangan bakat calot atlet berprestasi yang dilakukan induk organisasi cabang olahraga.
Padahal, dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, KONI memiliki peran jauh lebih luas. ”Undang-undang merupakan payung hukum lebih tinggi. Jadi, mereka tidak seharusnya tersandera dengan perpres,” tuturnya.
Terkait anggaran, KONI Pusat saat ini pun cenderung hanya berharap dari pemerintah. Padahal, menurut Anggaran Dasar KONI, sumber anggaran mereka tidak hanya dari pemerintah melainkan bisa dari sumber lain asal sesuai aturan, termasuk dari sponsor swasta.
”Untuk mengembalikan peran KONI Pusat seperti masa Pak Wismoyo, butuh sosok pemimpin yang punya jiwa kepemimpinan kuat dan jaringan luas. Kami rasa KONI Pusat saat ini bisa melakukan hal yang sama asalkan ada niat dari pemimpinnya,” ujar Gatot.