Leicester City kembali tampil sebagai tim yang pantang untuk diremehkan pada musim ini. Mereka telah menemukan keseimbangan untuk merasakan nikmatnya berada di puncak klasemen Liga Inggris.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LEICESTER, RABU- Peluang Leicester City untuk menjuarai Liga Inggris kembali terbuka setelah mengalahkan Chelsea, 2-0, di Stadion King Power, Rabu (20/1/2021) pagi waktu Indonesia. “Si Rubah” bisa merasakan puncak klasemen sementara dan mengusik tim-tim besar Inggris dengan mengandalkan spirit dan kekompakan tim.
Usai mengalahkan Chelsea, Leicester menduduki puncak klasemen sementara dengan mengantongi 38 poin. Posisi terhormat itu masih bisa hilang, tergantung dari hasil laga Manchester United melawan Fulham dan Manchester City melawan Aston Villa, Kamis (21/1/2021) dini hari waktu Indonesia.
Namun, pencapaian ini telah membuat publik teringat kembali akan memori indah Leicester pada musim 2015-2016 ketika mereka bisa menjuarai Liga Inggris untuk pertama kalinya bersama manajer Claudio Ranieri. Tidak menutup kemungkinan, manajer Leicester saat ini, Brendan Rodgers, bisa mengulang sukses serupa apabila tim bisa mempertahankan konsistensinya.
Seperti pada tahun 2016 silam, Leicester pada musim ini masih menyimpan energi yang sama untuk melawan kemustahilan. Sebagai tim di luar kelompok tim elite Liga Inggris yang disebut “tim enam besar”, Leicester masih bisa mendapatkan hasil maksimal di tengah keterbatasan, terutama dalam hal finansial.
Keterbatasan itu tampak jelas ketika mereka berhadapan dengan Chelsea yang pada musim ini telah berbelanja pemain hingga 220 juta pounds atau sekitar Rp 4,2 triliun. Berdasarkan data dari Transfermarkt, Leicester pada musim ini hanya menghabiskan 55 juta pounds atau sekitara Rp 1 triliun untuk mendatangkan para pemain seperti Wesley Fofana dari Saint-Etienne, Timothy Castagne dari Atalanta, dan Cengiz Under dari AS Roma.
Namun, Leicester kembali membuktikan bahwa sepak bola bukan ilmu pasti. Skuad mahal tidak serta merta menjamin kesuksesan sebuah tim dan Leicester memiliki caranya sendiri untuk bisa merasakan persaingan di papan atas klasemen.
Ada banyak tim yang menghabiskan uang lebih banyak daripada tim kami, memboyong pemain-pemain asing terbaik dan memberinya gaji setinggi langit. Namun, spirit dan kebersamaan yang kami miliki akan membawa tim ini untuk tetap berada di atas (klasemen).
“Ada banyak tim yang menghabiskan uang lebih banyak daripada tim kami, memboyong pemain-pemain asing terbaik dan memberinya gaji setinggi langit. Namun, spirit dan kebersamaan yang kami miliki akan membawa tim ini untuk tetap berada di atas (klasemen),” kata gelandang serang Leicester, James Maddison.
Tetap tajam
Saat menghadapi Chelsea, Maddison kembali memamerkan ketajamannya dengan mencetak gol pada menit ke-41. Sebelumnya, ketika laga baru berjalan sekitar enam menit, Leicester sudah bisa unggul melalui gol yang dicetak Wilfried Ndidi.
Leicester tetap bisa memiliki serangan yang tajam dan efektif meski sang penyerang utama, Jamie Vardy, masih berjuang pulih dari cedera. Vardy baru dimainkan pada menit ke-88 saat melawan Chelsea, dan Rodgers tidak perlu khawatir timnya tidak mampu membobol gawang lawan.
Dengan mengalahkan Chelsea, Leicester sudah meraih kemenangan ketiga beruntun di Liga Inggris. Selain memiliki ketajaman di lini serang, Leicester masih punya pertahanan yang solid karena pada laga sebelumnya, mereka juga menang 2-0 atas Southampton.
Keseimbangan telah dimiliki Leicester tetapi Rodgers tidak mau terburu-buru berpikir mengenai kans menjadi juara. “Saya tidak terlalu memikirkannya, Peluang untuk merebut gelar juara sudah menjadi sesuatu yang tidak pasti dan kita sudah melihatnya musim ini,” kata Rodgers.
Berdasarkan pergerakan posisi di papan atas klasemen dalam beberapa pekan terakhir, puncak klasemen menjadi tempat yang begitu licin. Beberapa tim seperti Tottenham Hotspur, Liverpool, dan Manchester United, juga pernah merasakannya. Mereka hinggap sejenak lalu kembali turun ke bawah.
Hingga Rabu malam, jarak antara tim peringkat kelima (Spurs) dengan Leicester hanya terpaut lima poin. Leicester juga sudah menjalani sebanyak 19 laga sementara Manchester City baru menjalani 17 laga dan sudah mengantongi 35 poin sebelum menghadapi Aston Villa. Artinya, tim-tim di bawah Leicester masih punya “tabungan” laga untuk menyusul Si Rubah.
Leicester membuat manajer Chelsea, Frank Lampard, makin tertekan. Chelsea belum bisa keluar dari krisis dan turun ke peringkat ke-8 dengan 29 poin. Lampard tertekan karena ia mesti mempertanggungjawabkan hasil yang diperoleh dari skuad mahal yang ia tangani.
Situasi semakin sulit karena pemilik Chelsea, Roman Abramovich, bukanlah tipe pemilik klub yang sabar menanti proses. Selama ini ia tidak perlu berpikir panjang untuk memecat manajer yang ia rasa gagal memberikan hasil dalam waktu singkat. “Selalu ada hal-hal yang tidak bisa saya kendalikan (termasuk soal posisinya sebagai manajer). Saya hanya bisa mengendalikan tim untuk bangkit lagi dan meminta pemain bekerja lebih keras,” ujar Lampard.
Chelsea kini harus merelakan West Ham United berada di atasnya dengan 32 poin. Pada laga lainnya, West Ham mengalahkan West Bromwich Albion, 2-1. (AP/AFP/REUTERS)