Tensi tinggi menyelimuti Stadion Anfield jelang pertarungan duo rival abadi di Liga Inggris, Liverpool dan MU. Musim ini, duel mereka kembali relevan dan tidak hanya bermodal sejarah.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LIVERPOOL, SABTU — Januari ini, kota Liverpool tengah membeku. Suhu udara bisa menembus nol derajat celsius, musim dingin ini. Namun, dingin menusuk itu tidak terasa di sekitar Anfield. Stadion markas Liverpool itu terasa ”panas” jelang menjamu Manchester United.
Kedua tim tersukses di Inggris itu akan berduel Minggu (17/1/2021) pukul 23.30 WIB. Tensi tinggi kedua rival abadi dalam derbi barat laut itu telah terasa sejak jauh-jauh hari.
Liverpool, sang tuan rumah, sudah menabur genderang perang pada awal Januari. Ketika kalah dari Southampton, sang manajer, Juergen Klopp, justru menyindir MU.
Klopp menyiratkan, timnya tidak diuntungkan wasit seperti ”Setan Merah”. Dia membandingkan jumlah penalti Liverpool yang selama lima setengah tahun terakhir masih kalah dibandingkan dengan MU dalam dua tahun belakangan.
Mark Clattenburg, mantan wasit di Liga Inggris, menuduh Klopp sedang melancarkan perang psikologis jelang derbi yang dinanti-nanti itu. Namun, dugaan itu dibantah langsung sang manajer asal Jerman.
Permainan psikologis
Menariknya, sambil menepis dugaan itu, Klopp sekali lagi menyinggung MU. ”Saya bukan Sir Alex (Ferguson). Saya tidak melakukan permainan psikologis, hanya bicara sesuai statistik ketika ditanya tentang penalti,” kata Klopp yang enggan disamakan dengan mantan manajer MU itu, Jumat.
Apa pun bantahannya, ketegangan memang mulai terlihat di kedua tim yang identik warna merah tersebut. Setelah sekian lama, persaingan mereka kembali relevan. MU dan Liverpool kembali menduduki dua posisi teratas di Liga Inggris.
Pertarungan ini pun tidak lagi semata bernuansa nostalgia. Pada dekade lalu, rivalitas mereka terjadi tanpa persaingan nyata di papan klasemen. Mereka hanya melanjutkan kemarahan akibat persaingan pada abad ke-20 dan perseteruan masa lalu penduduk Liverpool dan Manchester pada masa revolusi industri di Inggris.
Akan tetapi, MU sedikit tenang jelang duel ini. Mereka sadar, merebut puncak klasemen sementara dari sang juara bertahan sudah cukup meneror. Capaian pertama sejak musim 2012-2013 itu menandakan, MU telah kembali ke khitahnya sebagai elite di Inggris.
Paul Pogba, gelandang bintang MU, berkata, timnya tidak lebih solid dari Liverpool. Namun, dengan skuad muda dan momentum saat ini, mereka bisa merebut trofi juara dari sang rival. Demi mewujudkan misi juara, skuad asuhan Ole Gunnar Solskjaer itu bertekad menaklukkan ”Si Merah”.
”Jika ingin menjadi yang terbaik, Anda harus mengalahkan yang terbaik. Kami mau mengalahkan juara Liga Inggris (Liverpool). Terakhir kali MU di peringkat pertama masih pada zaman Sir Alex. Ini bukti tim muda kami berkembang,” tutur Pogba kepada Sky Sports.
Di luar tim, panasnya bara persaingan telah dikobarkan suporter masing-masing. Kelompok fans MU, Red Army, meyakini era kejayaan klubnya kini telah kembali. Sebaliknya, Kopites—pendukung Liverpool yang memiliki lagu mars ”You’ll Never Walk Alone”—menyebut performa menawan MU hanya anomali sesaat. Mereka yakin, harapan tinggi MU akan jatuh membumi di Anfield.
Statistik terbalik
Fakta dan statistik unik pun mengiringi duel ini. Kedua tim sama-sama diuntungkan saat bermain di Anfield. Liverpool merupakan tim jago kandang. Di markas angkernya, mereka belum terkalahkan dalam 67 laga terakhir sejak April 2017.
Ini laga di mana Liverpool perlu menunjukkan diri sebagai juara. Mereka jelas tim yang lebih baik. Mereka bisa mengembalikan MU ke posisi seharusnya.
Sebaliknya, MU bukan tidak puya modal di Anfield. Mereka dijuluki sebagai ”raja” tandang karena tidak terkalahkan di 15 laga tandang terakhir sejak Januari 2020.
Modal lainnya, MU sukses memenangi tiga laga teranyar di Liga Inggris. Situasi itu terbalik dengan tuan rumah yang gagal menang di tiga laga terakhirnya. Tak hanya itu, Bruno Fernandes, gelandang serang MU, sedang dalam performa puncak. Sentuhan magis pemain terbaik Liga Inggris bulan Desember itu bisa mengancam lini belakang Liverpool. Dia telah mencetak 11 gol dan 7 asis.
Solskjaer pun menilai laga nanti akan jadi cermin realitas. Jika menang, mereka pantas dipandang sebagai penantang juara. MU akan unggul 6 poin atas sang juara bertahan. Begitu pun sebaliknya. ”Ini akan menjadi ujian posisi kami sekarang karena Liverpool di Anfield adalah tantangan yang sangat besar,” ucapnya.
Sebaliknya, tuan rumah dilanda krisis pemain. Pekan lalu, ketika dibekap Southampton, Klopp terpaksa memasang duo gelandang, Fabinho dan Jordan Henderson, sebagai bek tengah. Klopp berharap Joel Matip, yang dalam pemulihan, bisa tampil Minggu nanti.
Liverpool bisa mengambil keuntungan dari karakter MU yang seperti mesin diesel. MU sering lambat panas. Sekitar 62 persen dari 34 gol musim ini dicetak MU pada babak kedua. Bahkan, total 10 gol mereka cetak dalam 15 menit terakhir.
Statistik ini menguntungkan tim asuhan Klopp. Konsentrasi Liverpool justru sangat baik di paruh kedua laga. Mereka hanya kebobolan 7 dari 21 gol dalam 45 menit terakhir.
Selain itu, Liverpool memiliki duet penyerang mematikan, Sadio Mane dan Mohamed Salah. Meskipun tidak sekonsisten musim lalu, keduanya bisa tiba-tiba mengejutkan lawan, kapan pun.
Maka, Jamie Carragher, bek legendaris Liverpool, menilai mantan timnya wajib memenangi laga ini. ”Ini laga di mana Liverpool perlu menunjukkan diri sebagai juara. Mereka jelas tim yang lebih baik. Mereka bisa mengembalikan MU ke posisi seharusnya,” ucapnya.
Liverpool dan MU merupakan dua tim paling eksplosif di liga. Mereka memimpin statistik sebagai tim tersubur di liga. Hujan gol pun berpeluang besar terjadi lewat serangan cepat yang identik dengan gaya bermain mereka. (AP)