Pandemi telah mengubah Liga Inggris musim ini menjadi sebuah kompetisi yang sangat sulit ditebak. Persaingan ketat terjadi dan kejutan selalu muncul setiap pekan.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·5 menit baca
Salah satu tempat terbaik untuk melihat kegilaan Liga Inggris musim 2020-2021 sejauh ini adalah dari ruang lemari trofi milik Tottenham Hotspur. Lemari trofi tersebut bisa bercerita banyak tentang kerinduan, kegembiraan sesaat, dan ketidakpastian. Kisah-kisah itu pun masih relevan untuk menggambarkan kondisi klub-klub Liga Inggris lainnya saat ini.
Spurs bisa menduduki puncak klasemen Liga Inggris untuk pertama kalinya sejak 2014 usai mengalahkan Manchester City, 2-0, pada akhir November lalu. Momen ini kemudian melambungkan Spurs sebagai salah satu kandidat kuat peraih trofi Liga Inggris musim ini. Akhirnya, Spurs melihat jalan yang terbuka untuk kembali mengisi lemari trofi mereka yang sudah “berdebu” karena tidak ada lagi trofi yang masuk sejak 2008.
Optimisme Spurs maupun pendukungnya untuk bisa mencatat sejarah baru musim ini semakin tinggi ketika mereka memiliki duet penyerang yang paling berbahaya, yaitu Harry Kane dan Son Heung-min. Hingga pekan ke-15, Kane masih menduduki puncak daftar penyumbang assist terbanyak (10 assist) dan Son berada di peringkat kedua daftar pencetak gol terbanyak (11 gol).
Selama empat pekan, sejak akhir November lalu, Spurs bisa menikmati puncak klasemen hingga akhirnya dilengserkan Liverpool pada pertengahan Desember lalu. Sejak kekalahan dari “Si Merah”, penampilan Spurs memburuk sampai sang manajer, Jose Mourinho, mengatakan pemainnya tidak punya ambisi.
Pupus sudah harapan Spurs untuk bisa menghabiskan tahun ini dengan berada di puncak klasemen dan malah terlempar dari peringkat empat besar. Pintu lemari trofi yang sudah terbuka perlahan ditutup kembali seiring munculnya keraguan. Hal serupa yang pernah mereka alami saat dikalahkan Liverpool pada laga final Liga Champions musim 2018-2019.
Namun, Spurs tidak sendirian karena Everton juga merasakan hal yang sama. Tetangga Liverpool itu sempat menduduki puncak klasemen Liga Inggris selama tiga pekan sejak pekan keempat. Mereka menggebrak dengan penampilan gemilang trio James Rodriguez, Richarlison, dan Dominic Calvert-Lewin.
Memasuki pekan kelima, penampilan mereka mulai kendor dan sempat terjatuh hingga ke posisi ke-9 pada pekan ke-11. Manajer Everton Carlo Ancelotti lantas menemukan formula untuk membangkitkan tim dan pada pekan terakhir Desember ini mereka bisa kembali naik ke peringkat kedua.
Saya meyakini ini adalah musim yang paling sulit ditebak. Setiap laga sangatlah sulit untuk dijalani, sungguh rumit, dan banyak sekali kejutan
“Saya meyakini ini adalah musim yang paling sulit ditebak. Setiap laga sangatlah sulit untuk dijalani, sungguh rumit, dan banyak sekali kejutan,” kata Ancelotti seperti dikutip BBC. Benar saja, ketika hendak menghadapi Manchester City, Selasa (29/12/2020) pagi waktu Indonesia, kejutan datang. Laga tersebut ditunda karena sejumlah pemain (maupun staf) dinyatakan positif Covid-19.
Penundaan laga itu membuat peluang Everton untuk bisa menyamai poin Liverpool (32 poin) ikut tertunda. Everton dan klub Liga Inggris lainnya mesti bersabar dan waspada karena kasus positif Covid-19 kembali melonjak di Inggris pada akhir tahun ini.
Liga Primer pun mengumumkan 18 kasus positif dari tes yang dilakukan terhadap 1.479 pemain dan staf klub, Selasa (29/12/2020). Ini merupakan jumlah kasus positif terbanyak yang pernah terjadi di Liga Primer dalam sepekan.
Dampak pandemi
Penyebaran penyakit Covid-19 yang masih sulit diantisipasi hingga pekan terakhir 2020 inilah yang menyebabkan kompetisi Liga Inggris musim ini menjadi liar dan brutal. Persaingan menjadi sangat ketat karena setiap tim memiliki masalah besar yang sama, yaitu jadwal kompetisi yang sangat padat dan besarnya risiko kehilangan pemain akibat cedera atau tertular Covid-19.
Jadwal kompetisi menjadi lebih padat karena musim ini juga terlambat bergulir. Selain itu, klub-klub masih harus mengikuti kompetisi domestik lain dan juga Liga Champions serta Liga Europa. Jadwal yang padat membuat pemain mudah kelelahan dan memiliki risiko yang lebih besar terhadap cedera.
Setiap manajer tim memiliki tugas tambahan untuk merotasi pemain demi menjaga konsistensi penampilan di setiap laga. Tugas ini tidaklah mudah terutama bagi manajer yang sudah kehilangan banyak pemain akibat cedera, seperti manajer Liverpool, Juergen Klopp.
Liverpool merasakan kerugian yang sangat besar ketika bek Virgil van Dijk mengalami cedera serius pada bagian anterior cruciate ligament (ACL) ketika melawan Everton. Lalu pemain-pemain pilar lainnya seperti Diogo Jota, Thiago Alcantara, dan para bek seperti Joel Matip dan Joe Gomez juga ikut tumbang.
Namun, Klopp memiliki skuad yang sudah dalam dan matang. Meski dihantam badai cedera, Liverpool tetap bisa mengalahkan Spurs agar bisa merebut kembali posisi puncak klasemen dan siap untuk mempertahankan gelar juara. Dengan syarat, Klopp bisa menjaga konsistensi tim.
Penampilan memburuk
Klopp sudah meracik skuad Liverpool ini sejak 2015 sehingga lebih berpengalaman daripada Mikel Arteta, yang baru diangkat dari jabatan semula sebagai pelatih kepala, menjadi manajer Arsenal pada awal September lalu. Arteta memang berhasil mempersembahkan trofi Piala FA, tetapi kini Arsenal terperosok ke papan bawah klasemen Liga Inggris.
Inilah yang menjadi kejutan lain pada musim ini, ketika Arsenal sampai bisa terancam masuk zona degradasi meski pernah menjadi tim yang selalu finis di peringkat keempat besar pada era manajer Arsene Wenger.
“Jabatan ‘manajer’ bisa dikatakan sebagai piala beracun di Emirates (kandang Arsenal). Ada masa ketika klub bersembunyi di balik sosok Wenger tetapi menempatkan Arteta dalam posisi Wenger merupakan langkah yang sembrono dan tidak adil,” tulis The Athletic.
Manajer Manchester City Pep Guardiola, mantan atasan Arteta, juga masih sulit mengangkat performa tim pada musim ini. Mereka baru merasakan posisi tertinggi, yaitu peringkat keenam setelah memasuki pekan ke-14.
Tahun 2020 sudah berakhir tetapi persaingan ketat di Liga Inggris musim ini diprediksi akan tetap berlangsung pada 2021. Kejutan-kejutan masih bisa bermunculan terutama ketika klub sudah memperkuat skuad dengan memanfaatkan bursa transfer Januari nanti.
Munculnya wajah baru sebagai peraih gelar juara Liga Inggris musim ini masih bisa menjadi bahan perdebatan. Namun, Spurs dan lemari trofinya sudah mengingatkan bahwa setiap tim tidak boleh terlalu cepat merasa puas. (AP/AFP/REUTERS)