Tak Lelah Asah Bakat Pelari dari Bandung Selatan
Dari Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, bakat para pelari dan pelatihnya terus dicari. Di tengah keterbatasan, upaya itu tak lelah dilakukan demi membanggakan bangsa di kemudian hari.
Alam pegunungan dengan udara tipis dan medan terjal menempa bakat lari anak-anak di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Namun, minimnya pembinaan membuat bakat itu lama terkubur. Kini, guru olahraga sekolah-sekolah di sekitarnya menjadi ”mata elang” memburu talenta atlet lari masa depan.
Rinai gerimis membasahi lintasan lari Lapangan Babakan Tanara, Pangalengan, Sabtu (19/12/2020) pagi. Kabut tipis masih menyelimuti lapangan yang terletak di Perkebunan Teh Malabar itu.
Dengan napas tersengal-sengal, Fauzi Rivaldi (16) berusaha menjaga ritme kecepatan larinya. Siswa kelas X SMK Negeri 5 Pangalengan itu bersaing dengan belasan peserta lainnya dalam ajang Pangalengan Track Race 2020 nomor 3.000 meter.
Ini pengalaman lomba perdananya. Kegiatan yang diadakan Agung Mulyawan Track Club (AMTC) itu juga memperlombakan nomor 5.000 meter, 1.500 meter, dan 800 meter.
Meskipun dihinggapi rasa gugup, Fauzi berusaha fokus menyelesaikan lomba tanpa memikirkan hasilnya. Itu pesan guru olahraganya, Taufik Saleh (38), yang mengawasinya di pinggir lintasan.
Baca juga: Asa Warga di Kawah Candradimuka Pelari
Di pertengahan lomba, Taufik meminta Fauzi mempertahankan kecepatan larinya. Namun, karena tenaga sudah terkuras, kecepatannya menurun. Sekitar 50 meter menjelang finis, langkah Fauzi mulai gontai.
”Naikkan lagi kecepatannya, Zi. Kamu masih bisa lebih baik,” ujar Taufik sambil ikut berlari kecil di samping Fauzi.
Terlecut dengan ucapan itu, Fauzi berlari semakin kencang menyalip dua pelari. Ia menyelesaikan lomba dalam 12 menit 43 detik. Itu catatan waktu terbaik di nomor 3.000 meter putra untuk kategori newbie atau pemula. Lomba juga diikuti peserta kategori elite. Pesertanya pelari-pelari yang sudah intens berlatih di AMTC.
Taufik telah memantau bakat Fauzi sejak beberapa bulan lalu. ”Dia punya potensi menjadi atlet lari. Selain itu juga disiplin. Kalau dibilangi rutin latihan di rumah, selalu dijalankan,” ujarnya.
Berbekal pelatihan singkat dari pelatih atletik nasional, Agung Mulyawan, tahun lalu, Taufik menyusun program latihan lari untuk siswa-siswanya pada 2020. Siswa dijadwalkan berlatih setiap hari setelah pulang sekolah.
Target perbaikan catatan waktu lari siswa akan dievaluasi dalam tiga sampai enam bulan. Namun, pandemi Covid-19 membuat program itu berantakan. Sebab, kegiatan belajar tatap muka di sekolah diganti dengan belajar daring.
Di tengah keterbatasan itu, Taufik meminta siswanya berlatih mandiri. Evaluasi latihan dilakukan melalui video telepon genggam. Dari situ, ia melihat potensi Fauzi yang rutin berlatih dua kali sehari.
Dukungan kepada siswa tidak sekadar menyusun dan mengevaluasi program latihan. Tak jarang, guru juga menyiapkan perlengkapan lomba untuk siswa, seperti sepatu dan kaus.
Satu hari menjelang Pangalengan Track Race, Fauzi dipusingkan karena tak mempunyai sepatu khusus lari. Sepatu sekolahnya sobek karena terlalu sering digunakan latihan lari.
Fauzi hanya punya sepasang sepatu yang dipakai ke sekolah sekaligus untuk latihan lari. Perekonomian keluarganya pas-pasan. Ayahnya bekerja sebagai pengantar bensin untuk pekerja kebun. Sementara ibunya membuka warung kecil di Desa Banjarsari, Pangalengan. ”Belum ada uang untuk beli sepatu baru,” ujarnya.
Ia memberitahukan hal itu kepada Taufik melalui pesan Whatsapp. Taufik pun meminjamkan sepatunya dan meminta anak didiknya itu fokus ke perlombaan. ”Lomba ini bisa menjadi pintu masuk baginya menjadi atlet lari profesional. Jadi, saya upayakan supaya dia tetap ikut,” ujarnya.
Juara di kategori pemula tak membuat Fauzi berpuas diri. Sebab, catatan waktunya terpaut 2 menit 11 detik dari juara di kategori elite, Michael Sadrakh.
Anak kedua dari tiga bersaudara itu berpeluang masuk kategori elite pada lomba tahun depan. ”Selisih waktu masih jauh. Ini menambah semangat semakin semangat berlatih,” ujarnya.
Lomba ini bisa menjadi pintu masuk baginya menjadi atlet lari profesional. Jadi, saya upayakan supaya dia tetap ikut.
Meniti jalan
Motivasi meniti jalan menjadi atlet lari juga dilambungkan Hadean (11), siswa kelas V SD Negeri Pangalengan 2. Ia menjadi juara III pada nomor 800 putra kategori pemula.
Setelah mencapai garis finis, wajah Hadean murung. Sebab, beberapa peserta mendahuluinya. Rifki Romdoni (31), guru olahraga yang mendampinginya, menghampiri meja panitia lomba untuk melihat catatan waktu pelari.
Ia tidak menemukan nama Hadean di daftar juara. Rifki tak kecewa karena tidak mematok target juara kepada lima siswanya yang berlomba. Pengalaman berlomba diharapkan memacu siswanya berlatih lebih giat.
Akan tetapi, guru yang telah mengabdi selama delapan tahun itu dikagetkan ketika seorang panitia lomba memanggil nama Hadean untuk segera bergabung ke podium juara. Mungkin gugup, ia ternyata terlewat mengecek nama siswanya itu yang menjadi pemenang ketiga, dengan catatan waktu 3 menit 26 detik.
Rifki bersorak kegirangan. Hadean pun berlari menuju podium. Momen itu tambah istimewa karena medali diserahkan Agus Prayogo, peraih medali emas nomor maraton SEA Games Filipina 2019. ”Alhamdulillah bisa juara walaupun persiapan kurang maksimal. Ini memotivasi saya dan siswa-siswa lainnya,” ujarnya.
Hadean finis 7 detik lebih lambat dibandingkan sang juara, Iwan. Rifki optimistis dapat memangkas selisih waktu itu dengan program latihan dalam tiga bulan.
Agus Prayogo menilai, pemberdayaan guru olahraga oleh klub lari sangat penting untuk menemukan bibit atlet lari sejak dini. Dengan begitu, guru dapat mengedukasi siswa dengan menerapkan pola latihan yang tepat.
Pemberdayaan guru olahraga oleh klub lari sangat penting untuk menemukan bibit atlet lari sejak dini. Dengan begitu, guru dapat mengedukasi siswa dengan menerapkan pola latihan yang tepat.
Sejak 1985, Pangalengan menjadi pusat pelatnas atletik lari jarak menengah-jauh. Sederet prestasi yang ditorehkan Agus juga berawal dari latihan panjang di tempat itu. ”Potensi anak-anak Pangalengan tidak kalah. Namun, perlu latihan konsisten dan pengalaman lomba agar potensi itu berbuah prestasi nasional hingga internasional,” ujarnya.
Penilaian ini terbukti. Sejak AMTC didirikan pada 2018, talenta atlet muda lokal mulai unjuk gigi. Tazi Ahmad Dhani (16), anak Pangalengan, mendapat beasiswa di Pusat Pelatihan dan Pendidikan Pelajar Ragunan, Jakarta Selatan. Ia meraih posisi ketiga pada lomba lari 3.000 meter dalam Khon Kaen Games 2019 di Thailand, kompetisi antarsekolah olahraga se-ASEAN.
Harapan baru
Menurut Agung Mulyawan, guru olahraga setempat menjadi ujung tombak memburu talenta atlet lari di Pangalengan. Sebab, mereka yang paling intens berinteraksi dengan siswa.
Pangalengan Track Race pun tetap digelar di tengah pandemi Covid-19 untuk membangkitkan kembali motivasi siswa dalam berlatih. ”Kalau tidak ada lomba, dikhawatirkan semangat mereka terus menurun,” ujarnya.
Kegiatan ini berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan. Saat tidak sedang berlomba, semua peserta wajib menggunakan masker. Setiap sekolah juga dibatasi mengirimkan maksimal empat pelari putra dan empat putri agar pesertanya tidak membeludak.
Agung menuturkan, sebelum pandemi, terdapat sekitar 80 siswa yang berlatih intens di AMTC. Jumlahnya terus menyusut hingga kini tersisa 20-an siswa. ”Perlu penyesuaian pola latihan untuk beradaptasi dengan situasi pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir. Semoga tahun depan, semangat terus muncul dengan suasana yang semakin membaik,” ujarnya.
Pangalengan Track Race 2020 membawa harapan baru menyongsong 2021. Dalam keterbatasan akibat pandemi, bakal atlet dan pelatih lokal tetap gigih berlatih merintis jalan cerah masa depan. Dengan kolaborasi, mimpi menjadikan Pangalengan sebagai kawah pelari nasional sangat mungkin terjadi.
Baca juga: Agung Mulyawan Membidik Bakat Lari Anak-anak Pangalengan