Selepas tidur panjang karena pandemi Covid-19 dan menyambut jadwal padat di 2021, pemangku olahraga nasional harus menentukan skala prioritas dalam mengikuti kejuaraan. Itu demi tercapai prestasi optimal di tiap pentas.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Setelah hampir setahun "tertidur pulas" dari kejuaraan normal karena pandemi Covid-19, atlet-atlet nasional bakal menyambut tahun 2021 dengan kalender kejuaraan yang padat. Walaupun tahun depan kemungkinan masih dalam suasana pandemi, para pahlawan olahraga Indonesia itu harus tetap tancap gas memberikan kemampuan optimal di setiap ajang yang ada.
Namun, punggawa olahraga nasional perlu menentukan skala prioritas agar memberikan hasil berkualitas untuk Ibu Pertiwi. Lebih-lebih, anggaran pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) selalu terbatas. Dengan jadwal padat, sulit untuk mengirim skuad penuh di setiap ajang.
Dunia olahraga menjadi salah satu sektor yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Karena wabah virus yang bermula dari Kota Wuhan, China itu, hampir semua kejuaraan tunggal maupun multicabang ditunda, bahkan dibatalkan. Hal itu berimbas dengan banyak ajang yang dialihkan ke 2021.
Tak pelak, tahun depan menjadi tahun padat untuk olahraga nasional. Berdasarkan data Kemenpora, sedikitnya ada 14 kejuaraan besar skala nasional maupun internasional yang akan dihadapi oleh para atlet Indonesia sejak awal hingga akhir 2021.
Tak pelak, tahun depan menjadi tahun padat untuk olahraga nasional. Berdasarkan data Kemenpora, sedikitnya ada 14 kejuaraan besar skala nasional maupun internasional yang akan dihadapi oleh para atlet Indonesia sejak awal hingga akhir 2021. Tiga di antaranya adalah ajang multicabang prestisius, yakni Olimpiade Tokyo pada 23 Juli-8 Agustus, Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua pada Oktober, dan SEA Games Vietnam pada 21 November-2 Desember.
Bagi pemangku olahraga nasional, situasi itu merupakan momen pembuktian profesionalitas mereka. Lebih-lebih atlet anggota pemusatan pelatihan nasional (pelatnas), mereka patut selalu memberikan yang terbaik ketika dipercaya membela panji Indonesia di pentas internasional.
Tak pernah santai
Kendati tidak ada kejuaraan normal selama pandemi, bukan berarti pula pelaku olahraga nasional santai belaka. Sebagian besar pengurus cabang tetap menjalankan latihan terpusat dan sebagian mengarahkan atlet melakukan latihan mandiri dari rumah masing-masing.
Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) tetap melakukan pelatnas tanpa terputus dari awal 2020. Saat muncul pandemi di Indonesia per Maret, pelatnas berjalan dengan protokol kesehatan ketat, seperti atlet dikarantina, penerapan jaga jarak, dan kebersihan lokasi latihan maupun atlet yang selalu dijaga.
PB PABSI melakukan siasat agar para lifter tetap mendapatkan suasana persaingan walaupun tidak ada kejuaraan yang diikuti. Kejuaraan angkat besi konvensional terakhir kali digelar adalah Kejuaraan Asia Angkat Besi Yunior dan Remaja 2020 di Tashkent, Uzbekistan pada Februari. Setelah itu, semua kejuaraan angkat besi ditunda ke tahun depan.
Agar para lifter tidak kehilangan suasana bertanding, PB PABSI menggelar sedikitnya empat kali evaluasi performa dengan aturan sesuai dengan aturan kejuaraan, yakni pada 22 Juli, 28 Agustus, 30 September, dan 30 Oktober. Performa 13 lifter pelatnas terus meningkat setiap bulannya. Empat atlet remaja justru sempat tampil di Kejuaraan Dunia Remaja Daring 2020, 11-18 November.
Pasca dibuka PSBB tahap pertama Juni lalu, Pengurus Besar Persatuan Menembak Seluruh Indonesia (PB Perbakin), menggelar sedikitnya delapan kejuaraan daring dan delapan kejuaraan konvensional di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta dengan protokol kesehatan. Penembak pelatnas pun mengikuti sedikitnya enam kejuaraan daring internasional. Artinya, mereka mengikuti sedikitnya dua kejuaraan setiap bulan.
Segenap kegiatan itu dilaksanakan untuk menjaga prestasi menembak Indonesia di level internasional. Apalagi tim menembak Merah-Putih sedang naik daun di mana mereka menjadi juara umum SEA Games 2019 Filipina dengan tujuh emas, enam perak, dan dua perunggu.
Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sempat menghentikan pelatnas selama Maret-Agustus karena pandemi dan transisi pengurus selepas meninggalnya Ketua Umum PB PASI, Bob Hasan. Akan tetapi, selama pelatnas berhenti, atlet diminta berlatih mandiri di rumah masing-masing.
Sekembali ke pelatnas per 12 Agustus, program latihan mereka lebih banyak untuk menjaga kebugaran dan kemampuan atlet agar tidak menurun. Program khusus untuk bertanding kemungkinan baru dilakukan awal 2021 guna menyambut lagi kualifikasi Olimpiade Tokyo yang sempat tertunda.
Harus bijak memilih
Melihat antusias latihan itu, pelaku olahraga nasional harus bersikap bijaksana dalam memilih kejuaraan mana yang akan dikejar agar atlet bisa mengejar prestasi optimal. Pengurus cabang olahraga perlu realistis bahwa puncak performa atlet terbatas, atau sulit tercapai berulang kali dalam waktu singkat.
Atas dasar itu, pengurus cabang patut membagi atlet yang sesuai untuk mengikuti suatu ajang. Sudah saatnya pengurus cabang tegas memfokuskan atlet elite ke kompetisi bergengsi, seperti Olimpiade. Adapun atlet elite harus legawa untuk memberikan tempat kepada atlet pelapis ke PON atau SEA Games.
Tujuannya, agar atlet elite bisa fokus mengejar prestasi terbaik di Olimpiade. Sementara itu, atlet pelapis bisa mendapatkan wadah lebih luas menunjukkan kapasitas dan menimbah pengalaman di PON atau SEA Games. Dengan begitu, regenerasi juga bisa berlanjut.
Kemenpora pun tidak boleh lagi bagi-bagi kue untuk semua cabang dalam mengikuti kejuaraan. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, anggaran mereka lebih banyak disiapkan untuk berpartisipasi dalam suatu ajang multicabang, seperti untuk Asian Games 2018 Jakarta-Palembang dan SEA Games 2019. Dengan satu ajang saja, anggaran yang ada selalu dinilai terbatas yang menjadi masalah klasik.
Kini, dengan banyaknya kegiatan yang akan diikuti ataupun dilaksanakan, anggaran Kemenpora yang umumnya hanya berkisar 0,03 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu pasti sulit untuk menangani semuanya. Maka itu, proporsi prioritas patut ditentukan.
Kemenpora wajib berani membatasi cabang ataupun atlet yang benar-benar punya peluang berprestasi yang berhak ikut ajang multicabang, seperti Olimpiade dan SEA Games. Sistem kluster dalam penyaluran anggaran bantuan pelatnas dua tahun terakhir sudah cukup ideal untuk diteruskan.
Tinggal nanti koordinasi atau komunikasi dengan pengurus cabang harus ditingkatkan agar semuanya bisa paham dan tidak menimbulkan kegaduhan. Di tengah situasi sulit yang belum tentu segera kembali normal dan jadwal padat yang menunggu, sinergitas antara atlet, pengurus cabang, hingga pemerintah wajib solid demi berkibarnya Merah-Putih di pentas tertinggi.