Sofia Kenin, Dari Petenis Paling Berkembang ke Petenis Terbaik
Petenis AS, Sofia Kenin, dipilih menjadi petenis terbaik versi Asosiasi Tenis Putri (WTA) pada musim kompetisi 2020. Sofia pun ”naik kelas”, dari petenis paling berkembang pada 2019 menjadi petenis terbaik 2020.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Sofia Kenin (22) dipilih menjadi petenis terbaik versi Asosiasi Tenis Putri (WTA) pada musim kompetisi 2020 yang singkat. Kenin menjuarai Australia Terbuka sebagai final pertamanya di arena Grand Slam, lalu melengkapinya dengan menembus final Perancis Terbuka. Prestasi tersebut mempertegas potensi yang diperlihatkan Kenin setahun sebelumnya sebagai petenis paling berkembang versi WTA.
Pada 2019, petenis Amerika Serikat itu memperlihatkan diri sebagai lawan yang berbahaya bagi para pesaingnya. Bersaing di arena tenis profesional sejak 2017, dia meraih gelar pertamanya dari rangkaian turnamen WTA (WTA Tour) dari Hobart, Australia, salah satu turnamen pemanasan Australia Terbuka.
Kenin menambah dua gelar pada tahun 2019, yaitu dari Mallorca (Spanyol) dan Guangzhou (China). Catatan kemenangan atas Serena Williams pada Perancis Terbuka serta atas Ashleigh Barty dan Naomi Osaka, masing-masing, di Toronto (Kanada) dan Cincinnati (AS) menambah daftar bahwa dia harus diwaspadai petenis top dunia pada tahun-tahun berikutnya.
Mengakhiri musim kompetisi 2019 dengan menempati peringkat ke-14 dunia (naik dari urutan ke-48 pada awal musim), Kenin pun mendapat penghargaan sebagai petenis paling berkembang pada 2019 dari WTA.
Penghargaan untuk berbagai kategori, seperti petenis terbaik (tunggal dan ganda), petenis paling berkembang, dan petenis paling sportif, diberikan WTA pada setiap akhir musim berdasarkan penilaian yang diberikan media internasional. Pada 2019, gelar petenis putri terbaik diberikan pada Barty.
Setahun kemudian, Kenin mengakhiri musim 2020 dengan menempati peringkat keempat dunia, posisi tertinggi yang pernah ditempatinya. Mengawali persaingan tahun ini dengan tersingkir pada babak kedua, masing-masing di Brisbane dan Adelaide, Kenin berada di bawah radar pada persaingan di Melbourne Park, tempat penyelenggaraan Australia Terbuka.
Kenin (unggulan ke-14) menyingkirkan Barty, petenis tuan rumah peringkat satu dunia yang menjadi favorit juara Australia Terbuka, pada semifinal. Di final pertamanya pada arena Grand Slam, Kenin mampu mengatasi tekanan setelah kehilangan set pertama saat berhadapan dengan dua kali juara Grand Slam, Garbine Muguruza. Dia menang 4-6, 6-2, 6-2.
Semua orang yang terlibat dalam tur tahu bahwa saya tak mudah menyerah. Jika ingin mengalahkan saya, Anda harus benar-benar mengalahkan saya. Anda menyelesaikan pertandingan karena berapa pun skornya, saya akan tetap berjuang, membalikkan keadaan dari tertinggal menjadi unggul.
”Semua orang yang terlibat dalam tur tahu bahwa saya tak mudah menyerah. Jika ingin mengalahkan saya, Anda harus benar-benar mengalahkan saya. Anda menyelesaikan pertandingan karena berapa pun skornya, saya akan tetap berjuang, membalikkan keadaan dari tertinggal menjadi unggul. Saya telah melakukannya beberapa kali,” katanya setelah menjuarai Australia Terbuka.
Kenin yang berbicara dan tampil dengan penuh percaya diri di Melbourne Park mengingatkan kembali pada Kenin kecil, yang berusia enam tahun, ketika diajak Kim Clijsters berkeliling tempat pertandingan di Miami, AS. Videonya bersama Clijsters serta pernyataan bahwa dia bisa mengembalikan servis Andy Roddick pada tahun berikutnya viral di media sosial. Dengan percaya diri, dia memberikan analisis gerakan yang harus dilakukan untuk mengembalikan pukulan dari salah satu petenis dengan servis tercepat itu.
”Petenis lain mungkin tak suka dan akan merasa tertekan ketika skor lima sama atau deuce. Namun, saya melihat Kenin sebaliknya. Dia selalu tertantang dengan kondisi seperti itu,” ujar mantan petenis nomor satu dunia, Tracy Austin, dalam sebuah komentarnya mengenai Kenin dalam New York Times.
Setelah menambah satu gelar dari WTA Lyon, lalu tak bertanding dengan dihentikannya turnamen pada Maret-Agustus karena pandemi Covid-19, Kenin mencapai babak keempat AS Terbuka, lalu final Perancis Terbuka (kalah dari Iga Swiatek).
Meski gagal mengulang prestasi di Melbourne Park, final di Roland Garros menjadi kredit tersendiri baginya. Ini karena Kenin tak pernah tampil di bagus di lapangan tanah liat. Final di Roland Garros, bahkan, menjadi final pertamanya di atas lapangan tanah liat pada turnamen besar.
Di tengah minimnya kesempatan menambah poin, Kenin menghasilkan lebih dari 1.000 angka lebih banyak dari para pesaingnya. Dia pun menjadi petenis nomor satu AS, menggeser Serena Williams yang selalu menjadi petenis terbaik di negaranya.
Penampilan Kenin pada tahun ini melahirkan pengakuan yang lebih tinggi: dari petenis paling berkembang menjadi petenis terbaik.
”Saya selalu menyukai panggung besar. Mimpi saya terwujud hingga saya sulit menjelaskan perasaan yang saya rasakan. Jika kamu punya mimpi, kejarlah dan itu akan menjadi nyata,” ujar Kenin yang masih memiliki banyak mimpi dalam kariernya. (REUTERS)