Presiden memutuskan membubarkan BSANK dan BOPI. Kemenpora akan ambil alih tugas mereka dengan tidak melampaui aturan. Keputusan pembubaran dua lembaga itu dinilai tepat karena tidak bekerja optimal.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS –Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020 tentang Pembubaran 10 Lembaga Non Struktural tanggal 26 November 2020 termasuk Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, serta Badan Olahraga Profesional Indonesia. Menanggapi keputusan itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga akan mengambil tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut.
Pembubaran 10 lembaga itu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksaan urusan pemerintah serta untuk mencapai rencana strategis pembangunan nasional.
Selama ini, BSANK bertugas membantu pemerintah dalam pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional keolahragaan sejak 2014. Adapun BOPI bertugas membina, mengembangkan, mengawasi, dan mengendalikan setiap kegiatan olahraga profesional Indonesia sejak 2005.
Menpora Zainudin Amali dalam konferensi pers secara daring, Senin (30/11/2020), mengatakan, sebagaimana Perpres 112/2020, tugas dan fungsi kedua lembaga itu dikembalikan ke kementerian terkait. Dengan ini, Kemenpora akan menyesuaikan peran kedua lembaga itu dengan struktur organisasi yang ada di kementerian tersebut.
Selama ini, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional termasuk membawahi bidang yang mengurusi standardisasi olahraga. Namun, mereka perlu mempertegas dan merinci lagi peran yang ditinggalkan BSANK.
Untuk BOPI, Kemenpora akan mengamati lebih dahulu fungsi dan tugas mereka untuk menempatkan pada deputi yang tepat, karena selama ini belum ada bidang yang mengurus peran tersebut. Mereka berhati-hati jangan sampai peran pemerintah justru melampaui tugas seharusnya karena berpotensi jadi pelanggaran. ”Kami targetkan semuanya sudah beres akhir Desember ini, sehingga bisa berjalan mulai awal Januari 2021,” ujarnya.
Selanjutnya, tambah Zainudin, Sekretaris Kemenpora dan Deputi IV akan berkomunikasi dengan anggota BSANK yang masa tugasnya belum berakhir dan anggota BOPI yang masa tugasnya berakhir Maret lalu. Salah satunya membicarakan aset dan SDM yang berasal dari Kemenpora. ”Nanti, kami bicara juga dengan KONI, KOI, dan pimpinan pengurus besar cabang olahraga mengenai posisi Kemenpora setelah terbit Perpres 112/2020,” katanya.
Antisipasi intervensi
Untuk kegiatan olahraga profesional, seperti liga sepak bola nasional, bola basket, dan bola voli yang selama ini ditangani BOPI, Kemenpora akan mengkaji regulasi yang ada agar keberadaan mereka tidak dinilai sebagai intervensi oleh organisasi internasional olahraga terkait. Di cabang sepak bola misalnya, FIFA melarang ada intervensi pemerintah dalam pengelolaan liga sepak bola suatu negara.
Karena itu, Kemenpora akan berkoordinasi lebih lanjut dengan PSSI untuk sepak bola, Perbasi untuk bola basket, dan PBVSI untuk bola voli. Bagi mereka, yang terpenting kegiatan olahraga profesional tetap berjalan sesuai aturan yang ada, terutama menjamin semua hak dan kewajiban pihak terkait.
”Sebagai mana tugas dan fungsi BOPI, mereka sejatinya menjamin perlindungan hak-hak klub maupun pemain dan pelatih, terutama saat ada masalah antar pihak tersebut. Tapi, kami juga menjaga agar keberadaan kami nanti tidak melampuan aturan yang ada di induk nasional maupun internasional olahraga bersangkutan,” tutur Zainudin.
Selain itu, lanjut Zainudin, Kemenpora berusaha memastikan tidak akan membuat rumit regulasi atau birokrasi yang ada. Sebagaimana arahan Presiden, semua kementerian/lembaga negara patut memotong rantai birokrasi yang biasanya menghambat.
Ketua Umum BOPI Richard Sam Bera berharap tetap ada perhatian khusus untuk kegiatan olahraga profesional di Indonesia. Sebab, industri olahraga profesional sedang mengalami perkembangan pesat. Di sisi lain, keberadaan industri itu memiliki andil dalam perkembangan ekonomi, antara lain menjadi sumber mata pencaharian atlet dan pelatih. ”Industri olahraga profesional harus terus dijaga agar terus berkembang dan menjadi lebih baik,” ujarnya.
Keputusan tepat
Pengamat olahraga Fritz Simandjuntak menyampaikan, keputusan pembubaran BSANK dan BOPI sudah tepat. Pasalnya, selama ini, peran kedua lembaga itu dalam memperbaiki olahraga nasional tidak terlihat. Bahkan, mereka cenderung hanya menjalankan arahan Kemenpora atau tidak independen.
”Pembubaran BOPI cukup jeli. Mereka tidak benar-benar mandiri dalam mengambil keputusan. Hal itu terlihat ketika pembekuan PSSI beberapa waktu lalu. Mereka justru hanya menjadi suruhan Kemenpora dan ternyata keputusan itu salah sehingga PSSI sekarang masih terpuruk secara peringkat prestasi maupun roda organisasi,” katanya.
Fritz menambahkan, Kemenpora tidak perlu khawatir dengan potensi memicu intervensi dalam tubuh induk olahraga. Syaratnya mereka jeli dengan batasan aturan yang ada. Terbukti, selama ini, pemerintah banyak terlibat dalam jalannya kegiatan olahraga, mulai dari APBD untuk klub sepak bola beberapa tahun lalu, APBN untuk pelatnas cabang olahraga, izin kepolisian untuk penyelenggaran liga, sampai rekomendasi Kemenpora untuk naturalisasi atlet asing.
Kini, pemerintah pula yang lebih aktif mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2021. Pembagian tugas yang ada dinilai sudah ideal, yakni Kemenpora fokus ke penyelenggaraan, Kementerian PUPR ke infrastruktur, dan PSSI ke prestasi. Sejauh ini, FIFA tidak beranggapan negatif mengenai sejumlah kebijakan tersebut.
Agar lebih efektif dan efisien, semua lembaga olahraga yang tidak berperan optimal lebih baik dibubarkan. ”Seperti sekarang, urusan cabang olahraga sudah langsung dibantu pemerintah. Pertanyaan selanjutnya peran KONI apa? Jangan-jangan ke depannya KONI juga sudah tidak diperlukan lagi. KOI/NOC masih lebih berperan,” pungkasnya.