Perlu satu setengah dekade bagi Mike Tyson menemukan bentuk terbaik sebagai petinju. Dengan kedewasaan dan tanpa kontroversi, Tyson menjadi petinju yang lebih sempurna.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LOS ANGELES, MINGGU – Mike Tyson muncul sebagai sosok berbeda pada laga perdana di ring tinju, setelah 15 tahun pensiun. Kontroversi dan kebrutalan yang melekat pada petinju berjuluk ”Pria Ternakal di Bumi” telah sirna. Tyson datang dengan wujud baru yang lebih manusiawi. Kebaruan itu menjadikannya petinju yang menuju sempurna.
Tanpa disangka, pria berusia 54 tahun itu tersenyum lebar ketika tiga hakim memutuskan hasil imbang dalam laga ekshibisi melawan Roy Jones Jr, Minggu (29/11/2020) pagi WIB, di Staples Center, Los Angeles. Dia tidak memprotes keputusan, meski jelas mendominasi pertarungan sejak ronde awal.
Dilihat dari statistik selama pertandingan, Tyson adalah pemenangnya. Dia mendaratkan 40 pukulan lebih banyak dari Jones. The Guardian, dalam penilaian tidak resmi, memenangkan Tyson pada 7 ronde dari total duel 8 ronde.
Namun, petinju yang punya leher sekokoh beton itu justru merasa puas. Dia berkata, hal terpenting adalah menghibur penonton. Semua melengkapi tujuannya untuk menyumbangkan pendapatan dari duel ini.
”Ini lebih besar dari kemenangan (di profesional). Kami senang bisa berbuat sesuatu yang baik pada dunia. Sebagai orang yang mengasihi sesama manusia, kita harus berbuat baik kepada sesama,” ucap mantan juara dunia kelas berat termuda itu.
Tyson kini sangat berbeda dibandingkan ketika bertinju profesional. Di masa muda, Tyson hanya peduli pada kekayaan, kebanggaan diri sendiri. Banyak duel ditolak karena tidak memenuhi bayaran standarnya.
Perubahan drastis terlihat sejak sang pria kelahiran Brooklyn itu memutuskan kembali dari pensiun, awal 2020. Sejak itu hingga sebelum duel, dia sering berbicara soal refleksi kehidupan dan kematian.
Tengah pekan lalu, dalam wawancara di program televisi Jimmy Kimmel, Tyson berkata ingin meninggalkan sesuatu yang baik dalam hidup ini. Karena itu dia ingin bertarung lagi, sebagai persembahan bagi penggemar sekaligus donasi.
Ini bukan sosok Tyson yang dikenal banyak orang pada masa jayanya. Di puncak keemasan, 1986-1990, dia berkali-kali datang ke duel dengan segala kontroversi. Mulai dari perkelahian di jalan, kekerasan rumah tangga, hingga percobaan bunuh diri. Semua kontroversi masa lalu telah dikubur dalam sosoknya yang baru.
Pertarungan sempurna
Perubahan tersebut bukan omong kosong belaka. Transformasi itu ditunjukan dalam duel melawan Jones. Dia menjadi petinju dewasa yang bisa mengontrol emosi. Padahal dalam laga terakhir sebelum pensiun, 2005, dia yang frustasi sempat ingin mematahkan tangan lawan dan menggigit puting Kevin McBride.
”Si Leher Beton” sempat frustasi menghadapi Jones yang terus memeluknya. Dia agak terpancing pada akhir ronde kedua. Ketika bel penanda akhir ronde berbunyi, dia lepas kendali dan melepaskan dua pukulan ke perut lawan. Menyadari kesalahannya, dia langsung meminta maaf dan memeluk Jones.
Setelah momen itu, Tyson begitu tenang meski Jones terus memancingnya. Kesabaran tersebut berbuah manis. Pada dua ronde terakhir, justru sang lawan kehabisan tenaga. Dia menghujani Jones dengan kombinasi pukulan hook dan uppercut. Pukulan yang berkali-kali mendarat di rusuk dan rahang itu nyaris membuat Jones terjatuh.
Ini lebih besar dari kemenangan (di profesional). Kami senang bisa berbuat sesuatu yang baik pada dunia. Sebagai orang yang mengasihi sesama manusia, kita harus berbuat baik kepada sesama.
Hasil duel menjadi anomali baginya. Sepanjang karier, dia dikenal sebagai pembunuh instan, 72 persen laga berakhir dengan KO di bawah tiga ronde. Di sisi lain, kelemahan Tyson adalah saat pertarungan melewati enam ronde. Pada dekade terakhir karier profesional (1995-2005), dia hanya menang sekali dari empat pertarungan yang melewati 6 ronde.
Tyson yang lebih dewasa ternyata berpengaruh positif pada pertarungan. Energinya tidak habis karena bertarung dengan emosi seperti saat muda. Bagi petinju, emosi berlebihan bisa jadi bumerang. Hal itu membuat stamina lebih cepat habis.
Hebatnya lagi, dia mampu konsisten menyerang dalam pertarungan panjang ketika sudah pensiun 15 tahun. Padahal, fisik Tyson semestinya tidak lebih baik dari Jones yang baru pensiun pada 2018.
Jones, yang lebih muda tiga tahun, memuji Tyson yang berada dalam kondisi terbaik. Dia kewalahan menghadapi pukulan keras yang tidak henti. ”Pukulan keras Tyson ke badan, membuat saya kehabisan tenaga,” kata mantan juara dunia di empat kelas tersebut.
Muhammad Ali
Dengan kematangan mental, Tyson bisa dibilang telah menjadi versi petinju yang lebih sempurna. Dia punya kontrol yang tidak dimiliki ketika menjadi petinju paling ditakuti di masa muda, seperti saat menggigit kuping sang rival Evander Holyfield.
Sosok “Si Leher Beton” saat ini merupakan yang diharapkan para penggemar sejak lama. Dia seperti menggabungkan kehebatan pukulan mematikan ala Tyson dan kedewasaan seperti legenda tinju Muhammad Ali.
Apalagi, menurut mantan juara dunia tinju Sugar Ray Leonard, daya ledak pukulan Tyson masih belum menurun, meski tidak secepat dulu lagi. “Dia masih sangat berbahaya, tidak kehilangan tenaganya,” katanya.
Versi baru itu masih bisa dinikmati dalam duel-duel Tyson berikutnya. Dia meyakini, laga melawan Jones bukanlah yang terakhir. Meski tidak akan kembali ke profesional, petinju dengan wajah intimidatif itu masih akan melakukan duel ekshibisi.
Tyson telah membuktikan banyak yang salah karena meragukannya. “Dia membuktikan, waktu tidak bisa mengalahkan dan menjatuhkan kita. Mike luar biasa. Saya terpesona dengannya. Semua ini melebihi harapan saya,” kata Presiden Ultimate Fighting Championship Dana White.
Petinju fenomenal yang tumbuh dalam kemiskinan di Brooklyn itu sekarang telah berevolusi. Tyson seakan menunjukkan bagaimana jadinya jika dia bisa mengendalikan diri ketika masa keemasan. Hampir pasti, dia tidak akan terkalahkan. (AP/REUTERS)