Diego Armando Maradona telah meninggal di usia 60 tahun. Sosok yang dianggap pahlawan, dewa, hingga Tuhan sepak bola ini meninggalkan kenangan akan kehebatan sekaligus kontroversi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Perempat final Piala Dunia 1986 di Meksiko. Pertarungan di udara tak terhindarkan, antara kiper Inggris Peter Shilton dan andalan Argentina Diego Maradona. Duel berlangsung secepat kilat. Bola yang sudah berada di jangkauan tangan Shilton tiba-tiba hilang, lalu sudah bersarang di gawangnya.
Saat Maradona berpesta dengan rekan-rekannya, Shilton sibuk memprotes keputusan wasit asal Tunisia Ali Bennaceur yang mengesahkan gol. Sang kiper sangat kesal. Dia yakin betul Maradona menggunakan tangannya untuk menggapai bola.
Dalam pikiran Shilton, tidak mungkin pria bertubuh 20 sentimeter lebih pendek darinya, hanya 1,65 meter, bisa memenangi duel udara. Apalagi, sang kiper menjangkau dengan tangan, sedangkan Maradona menggunakan kepala.
Sempat dipuja-puja, mata lensa membuktikan bola memang menyentuh tangan Maradona. Namun, tidak ada yang bisa diubah. Saat itu, tidak ada teknologi asisten wasit video (VAR). Gol pun menjadi bagian sejarah Argentina yang melewati hadangan Inggris sekaligus menjuarai Piala Dunia 1986 di Meksiko.
Dari situ, tidak sedikit yang justru mengenalnya sebagai pemain licik. Misalnya, Manajer Inggris Bobby Robson. Saat warga Argentina memuja Maradona bagaikan dewa, dia justru menganggap bintang Argentina itu bak penjahat tak bermoral. Robson mengatakan, gol itu kejam karena menghalalkan segala cara.
Sang pahlawan juara Argentina justru dengan bangga menjelaskan gol tersebut. Menurut dia, semua bisa terjadi karena sedikit kepalanya dan bantuan dari ”Tangan Tuhan”. Sejak kontroversi itu, dia dipuja sebagai ”Si Tangan Tuhan”.
Wajar saja tidak ada rasa malu bagi anak yang lahir dari tukang perahu tersebut. Kontroversi ternyata sudah jadi bagian dari dirinya sejak masih bocah. Sejak kecil, awal tahun 1970-an, dia sudah sering mencoba melakukan teknik ”Tangan Tuhan”.
Dalam otobiografinya, dia juga sangat senang ketika tidak ketahuan membuat aksi licik tersebut. Wasit sempat memperingatinya untuk tidak melakukan hal itu lagi ketika dia remaja. Namun, dia justru semakin ahli untuk ”menipu” para pengadil lapangan.
”Kaki Tuhan”
Hal yang lebih sering dibicarakan pada laga melawan Inggris hanyalah momen ”Si Tangan Tuhan”. Padahal empat menit setelah aksi itu, pesepak bola yang sudah mencetak 100 gol pada 19 tahun tesebut membuat gol paling spektakuler sepanjang masa.
Berkah Tuhan, yang sebenarnya, seperti merasuki kakinya. Maradona mencetak gol lewat aksi individu dari tengah lapangan. Dia mengecoh separuh skuad Inggris, termasuk kiper, sebelum memasukkan bola ke gawang. Gol tersebut disebut sebagai yang terbaik dalam abad ke-20.
Gary Lineker, penggawa Inggris, seharusnya marah karena timnya dihancurkan oleh kehebatan sekaligus kelicikan Maradona. Akan tetapi, kebencian itu tidak bisa menutupi rasa kagumnya. Dengan jujur, dia menyatakan terpukau dengan kehebatan dari lawan.
”Gol keduanya adalah yang terbaik bagi saya. Itu adalah pertama kalinya sepanjang karier, saya memuji orang lain yang merupakan lawan di lapangan. Alasannya, karena gol itu terlalu indah,” kata Lineker yang mencetak gol hiburan dalam kekalahan Inggris, 1-2.
Peristiwa utuh perempat final itulah yang bisa menjelaskan pemain berjuluk ”Si Anak Emas”. Gol pertama menciptakan kontroversi, sedangkan gol kedua menggambarkan keindahan dan kehebatan Maradona. Kedua hal itu menjadi hal yang melekat dalam dirinya, bagaikan hitam dan putih yang berjalan beriringan.
Dua bagian unik tersebut juga tecermin dalam karier di klub. Maradona mengangkat Napoli dari tim papan bawah dari divisi dua menjadi ”raja” Italia sebanyak dua kali. Namun, sekali lagi, prestasi itu juga bersamaan dengan kontroversi. Mulai dari sering bolos latihan hingga dicurigai mendapat uang sogokan untuk mengubah hasil laga pada 1988.
Itu adalah pertama kalinya sepanjang karier, saya memuji orang lain yang merupakan lawan di lapangan. Alasannya karena gol itu terlalu indah.
Pada akhirnya, karier Maradona lebih dikuasasi kontroversi pada 1990-an. Penurunan kondisi tubuhnya membuat prestasi besar tidak bisa lagi mengimbangi kontroversi yang semakin banyak.
Banyak kasus yang datang di akhir karier sebelum pensiunnya. Dia pernah terlibat penggunaan doping di klub, hingga pemakaian kokain yang membuatnya ditendang dari skuad Piala Dunia 1994. Sampai, dia memutuskan pensiun pada 1997.
Setelah menyudahi karier sebagai pemain, dia sempat ditunjuk sebagai pelatih Argentina pada Piala Dunia 2008. Namun, masa kepelatihan itu hanya berlangsung singkat, menyusul kekalahan di perempat final, dari Jerman, 0-4.
Sang ”Dewa Sepak Bola” menutup mata pada di usia 60 tahun, Rabu (25/11/2020) siang waktu Argentina. Sosok kontroversial dalam dirinya telah pergi, hanya ada kenangan akan kehebatannya yang tersisa di bumi. (AP/REUTERS)