Kepiawaian Klopp Ungguli Kecerdikan Leicester City
Manajer Liverpool Juergen Klopp kembali menunjukkan kepiawaiannya di Liga Inggris. Meskipun mengalami krisis pemain akibat badai cedera, mereka mampu mengalahkan tim cerdik Leicester City, 3-0, Senin (23/11/2020) WIB.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LIVERPOOL, SENIN — Badai cedera tidaklah menghalangi Liverpool mengalahkan Leicester City, tim cerdik yang rajin menang di kandang lawan. Kemenangan 3-0 di Stadion Anfield, Senin (23/11/2020) dini hari WIB, memperlihatkan kepiawaian Manajer Liverpool Juergen Klopp mengatasi krisis.
Laga kontra Leicester ini sempat diprediksi sebagai laga yang berat bagi ”Si Merah” mengingat mereka telah kehilangan sejumlah pemain pilarnya, seperti Virgil van Dijk, Joe Gomez, Trent Alexander-Arnold, Mohamed Salah, dan sang kapten Jordan Henderson. Realitasnya, mereka justru menang mudah atas Leicester, tim yang sebelumnya menghancurkan Manchester City dan Arsenal di kandang lawan-lawannya itu.
Tuan rumah Liverpool pun membukukan rekor baru berkat kemenangan penting itu. Mereka kini tidak terkalahkan di 64 laga kandang secara beruntun. Capaian ini melampaui rekor sebelumnya, 63 laga tak terkalahkan di Anfield, yang diraih pada era keemasan mereka terdahulu, yaitu pada 1978-1980.
Kala itu, rekor menawan Liverpool tersebut dihentikan Leicester City. Kali ini, Leicester gagal mengulangi sejarah tersebut.
Kemenangan atas Leicester itu tidak terlepas dari kemampuan Klopp nmemaksimalkan sejumlah pemain yang sebelumnya sempat diplot sebagai pelapis. Diogo Jota, misalnya. Pemain yang tampil menggantikan peran Salah—yang absen karena mengidap Covid-19—masih bisa menjaga ketajaman lini depan Si Merah.
Penyerang baru ini cepat beradaptasi dan mampu mengoptimalkan keunggulan timnya, yaitu umpan-umpan cerdik dari bek sayap, seperti Andrew Robertson. Berawal dari umpan Robertson, Jota mencetak gol keempatnya untuk Liverpool di Liga Inggris saat menghadapi Leicester. Ia pun mengukir rekor baru sebagai pemain pertama Liverpool yang selalu mencetak gol di empat laga kandang awal musim Liga Inggris.
Gol Jota itu terjadi 20 menit setelah Liverpool mendapat hadiah gol bunuh diri yang dilakukan bek Leicester, Jonny Evans, pada menit ke-21. Pada menit ke-86, giliran Roberto Firmino yang mencetak gol melalui sundulannya ketika Liverpool mendapat tendangan pojok. Bola-bola mati menjadi senjata Liverpool pada laga ini.
Cara lain Klopp menyiasati krisis terlihat seusai dua gol tersebut. Ia mengganti dua pemain sekaligus ketika laga sudah berjalan pada menit ke-89. Sadio Mane digantikan Takumi Minamino dan Jota digantikan oleh Divock Origi.
”Kami melakukan pergantian pada menit akhir karena kami harus berpikir bahwa setiap pemain akan mengalami cedera,” kata Klopp.
Jika melakukan pergantian terlalu awal, Klopp justru khawatir kehabisan stok pemain di bangku cadangan. Misalnya, ia mengganti Mane dan Jota pada awal babak kedua, lalu Minamino atau Origi sebagai pemain pengganti justru cedera saat bermain, maka tidak mungkin Mane atau Jota tampil lagi.
Pergantian lebih awal hanya dilakukan Klopp ketika ada pemain cedera dan harus diganti, seperti Naby Keita yang mengalami cedera hamstring. Keita, yang menambah panjang daftar pemain Liverpool yang cedera, digantikan Neco Williams.
Jadwal padat
Cedera yang dialami Keita membuat Klopp semakin berang dengan jadwal superpadat yang ia nilai sangat berbahaya. Pandemi membuat jadwal kompetisi berantakan dan masih menyisakan dampak pada musim ini.
Manajer Leicester City Brendan Rodgers masih belum bisa menaklukkan Liverpool dalam tiga pertemuan. Ia masih harus mengakui ketangguhan klub yang pernah ia latih itu.
Tim-tim papan atas harus bersiasat membagi waktu untuk tampil di liga domestik dan Eropa agar pemain tidak kelelahan dan berujung cedera. Rotasi pemain menjadi kunci bagi setiap tim, tetapi bukan untuk Liverpool saat ini.
”Orang bisa mengatakan kami bisa melakukan rotasi. Siapa yang dirotasi? Kami tidak bisa mengubah 10 atau 11 posisi. Itu tidak mungkin,” ujar Klopp.
Manajer asal Jerman itu lantas melampiaskan kekesalannya pada pemegang hak siar kompetisi yang dianggap lebih mementingkan jam tayang yang menguntungkan dibandingkan keselamatan para pemain. ”Jika kami tetap bermain setiap Rabu dan Sabtu pada pukul 12.30 (siang waktu Inggris), saya tidak yakin tim bisa menuntaskan musim ini dengan skuad yang masih utuh,” katanya.
Sementara itu, Leicester kecewa karena kehilangan peluang untuk tampil di puncak klasemen Liga Inggris setelah dikalahkan Liverpool. Tim berjuluk ”Si Rubah” itu kini tetap mengantongi 18 poin dan masih berada di peringkat keempat. Adapun Liverpool mengumpulkan 20 poin, menyamai Tottenham Hotspur yang berada di puncak klasemen.
Manajer Leicester City Brendan Rodgers masih belum bisa menaklukkan Liverpool dalam tiga pertemuan. Ia masih harus mengakui ketangguhan klub yang pernah ia latih itu. ”Permainan kami sangat pasif pada babak pertama. Kebobolan dua gol dari bola mati sangatlah mengecewakan,” katanya.
Liverpool pun mengakhiri kemenangan beruntun Leicester dalam enam laga terakhirnya di semua kompetisi. Sebelum ditaklukkan Si Merah, Leicester sempat melibas Leeds United, 4-1, dan mengalahkan Wolverhamtpon Wanderers, 1-0. (AFP/REUTERS/JON)