Ricky Yacobi dan Mimpi Sepak Bola Tanpa Pencurian Usia
Penyerang legendaris Indonesia Ricky Yacobi meninggal dalam usia 57 tahun di Jakarta, Sabtu pagi. Kepergiannya meninggalkan banyak kenangan, antara lain semangat untuk pembinaan sepak bola usia muda tanpa pencurian usia.
JAKARTA, KOMPAS – Dunia sepak bola Indonesia kembali ditinggal putra terbaiknya, penyerang legendaris Ricky Yacobi meninggal dalam usia 57 tahun diduga karena serangan jantung pasca bermain dalam Trofeo Medan Selection di Jakarta, Sabtu (21/11/2020) pagi. Walau telah tiada, kapten timnas Indonesia saat meraih emas SEA Games 1987 Jakarta itu meninggalkan mimpi dan semangat pembinaan usia muda tanpa pencurian usia.
"Semasa aktif membantu melatih di SSB Ricky Yacobi, Bang Ricky sangat mengedepankan proses pembinaan. Dia sangat anti dengan pencurian umur maupun mengambil pemain secara instan dari luar yang menjadi penyakit kronis pembinaan usia muda di Indonesia," ujar Pratikno (42), pelatih SSB Ricky Yacobi medio 2010-2017 ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Ricky tumbang seusai mencetak gol untuk timnya, Ini Medan Bung ketika menghadapi Rap-rap dalam kejuaraan persahabatan Trofeo Medan Selection di Lapangan A Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu sekitar pukul 08.45. Segenap cara telah dikerahkan, termasuk merujuknya ke RS TNI AL Dr Mintohardjo, Jakarta Pusat. Namun, nyawa pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, 12 Maret 1963 itu tidak tertolong.
Kepergian Ricky menjadi duka sekaligus meluapkan sejumlah kenangan di antara pecinta sepak bola nasional maupun orang-orang yang pernah bekerjasama denganya. Pratikno misalnya. Dia berkesempatan menjadi pelatih kelompok usia 8-10 tahun di SSB yang didirikan Ricky sejak 2000 tersebut.
"Ketika itu, saya menjalani tes sebelum diterima menjadi salah satu pelatih di SSB tersebut. Bang Ricky mencari pelatih yang punya wawasan sepak bola dan bisa berinteraksi dengan anak-anak," kata pria asal Tegal, Jawa Tengah tersebut.
Teladan pemain muda
Menurut Pratikno, Ricky adalah pesepak bola yang punya skill di atas rata-rata pemain Indonesia. Dia punya kelebihan kontrol, insting atau naluri, dan tembakan keras. Kelebihan itu menjadi teladan untuk para anak-anak didik di SSB. Namun, lebih dari itu, Ricky punya idealisme tinggi dalam pembinaan, yakni dia sangat menentang adanya pencurian usia.
Dia sangat mengedepankan proses dan bangga dengan tim yang meraih prestasi dari jerih payah pemain binaan.
Ricky pun tidak ingin menghalalkan segala cara demi meraih prestasi. "Dia sangat mengedepankan proses dan bangga dengan tim yang meraih prestasi dari jerih payah pemain binaan, seperti ketika kami duduk di peringkat kesembilan Liga Kompas Gramedia U-14 musim 2016/2017," tuturnya.
Ketika tim itu meraih tiket promosi ke LKG U-14, Minggu (8/5/2016), Ricky yang mendampingi para pemainnya di pinggir lapangan ikut larut dalam kegembiraan. Kapten timnas ketika meraih peringkat keempat Asian Games 1986 Korea Selatan ini memeluk para pemainnya. "Perjuangan mereka patut dihargai," ujar Ricky. (Kompas, Senin, 9/5/2016).
Sikap tegas
Pratikno menuturkan, Ricky sangat komitmen dengan visi dan misinya. Bahkan, dia siap bersikap tegas jika ada atuaran yang dilanggar. Hal itu tergambar ketika SSB Ricky Yacobi berpartisipasi dalam kejuaraan sepak bola U-12 di Jakarta sekitar 2014/2015. Ketika itu, mereka lolos babak delapan besar.
Akan tetapi, para pemain takut bermain di delapan besar karena calon lawan yang rata-rata bertubuh lebih besar. Pratikno izin dengan Ricky untuk meminta panitia melakukan pengecekan ulang secara medis untuk memastikan usia semua pemain tim peserta delapan besar. Ricky sepakat dengan usulan itu agar laga berlangsung lebih sportif.
Faktanya, semua tim ternyata menggunakan pemain dengan usia melebihi batas kelompok usia kompetisi tersebut. SSB Ricky Yacobi kedapatan ada satu pemain yang mencuri umur, sedangkan tim lain rata-rata punya empat-lima pemain yang mencuri umur.
"Mengetahui itu, Bang Ricky minta tim mundur dari kejuaraan tersebut. Ini menjadi teguran dan sanksi untuk semua pemain dan orangtua pemain agar tidak berani-berani lagi mencuri umur," katanya.
Memberi latihan gratis
Pratikno mengutarakan, Ricky memiliki niat tulus untuk turut berkontribusi membenahi pembinaan sepak bola usia muda Indonesia. Terbukti, SSB Ricky Yacobi banyak menampung pemain yang tidak mampu dan membebaskan mereka dari iuran.
"Kalau dihitung-hitung, saya kadang kasihan dengan Bang Ricky. Dia harus sewa lapangan di Senayan untuk latihan SSB sekitar Rp 800.000 per dua jam. Tapi, banyak pemain justru tidak ditarik iuran. Saya jadi mikir dari mana dia harus menutupi biaya operasional latihan. Tapi, itulah kepeduliannya," tuturnya.
Ricky membuka SSB Ricky Yacobi di Lapangan F, Senayan. Jadwal latihannya Senin dan Rabu masing-masing pukul 16.00-18.00, serta Sabtu pukul 07.00-09.00. Mereka melatih pemain dari rentan usia delapan hingga 16 tahun. Per 2017, jumlah anak didiknya mencapai 350 orang.
Sejatinya, para siswa SSB Ricky Yacobi ditarik uang pendaftaran Rp 400.000 dan iuran sekitar Rp 100.000 per bulan tetapi tak sedikit siswa yang berlatih gratis. Berdasarkan Kompas, Selasa (14/3/2000), di awal pendirian, Ricky memang ingin melatih talenta berbakat berusia 7-12 tahun yang kurang mampu.
Karenanya, dia menjamin para murid bebas iuran. Meski demikian, SSB itu menjamin kualitas pelatihan dengan kurikulum teori kelas dan praktik. Apalagi mereka di bawah naungan Yayasan Kelompok Pecinta Olahraga Sepak Bola Senayan (KPOSS) dan turut menarik simpati donatur semisal American Express Foundation.
Tergusur dari Senayan
Walakin, niat tulus Ricky tidak berjalan mulus. Ketika Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, Senayan akan direnovasi untuk Asian Games 2018, SSB Ricky Yacobi tergusur dari tempat mereka biasa latihan.
SSB itu sempat menjadi musafir ke Lapangan Blok S, Jakarta Selatan dan Lapangan Seskoal, Jakarta Selatan. "Tapi, kabar terakhir, karena kualitas lapangan yang tidak sesuai, mereka tidak lanjut berlatih di sana," ujarnya.
Kini, lanjut Pratikno, SSB Ricky Yacobi sudah vakum. Mereka kembali ke Senayan juga berat mengingat biaya sewa lapangan yang amat tinggi, yakni sekitar Rp 5 juta per dua jam.
"Ini juga pengingat untuk pengelola Kompleks Olahraga GBK. Sejatinya, fasilitas olahraga di sana lebih diutamakan untuk pembinaan olahraga bukan sekadar untuk komersial. Kasihan SSB atau klub-klub olahraga lain yang butuh fasilitas latihan yang baik tetapi tidak sanggup membayar. Apalagi fasilitas yang ideal sudah jarang di Jakarta," katanya.
Dedikasi tinggi
Rekan Ricky selama di timnas Herry Kiswanto menyampaikan, Ricky memang sangat berdedikasi dengan profesinya sewaktu aktif maupun pensiun dari pesepak bola. Dia sangat fokus dalam latihan dan bertanding saat aktif bermain.
Tetapi, dirinya sangat ramah dan bersahabat di luar lapangan. "Selepas menjadi pesepak bola, Ricky mendedikasikan hidupnya untuk turut melakukan perbaikan prestasi sepak bola nasional lewat akar rumput, pembinaan usia muda," tuturnya.
Berkat dedikasinya, Ricky meraih sejumlah prestasi bergengsi di level klub maupun timnas. Dia turut membawa PSMS Medan menjuarai Perserikatan 1983 dan 1985 dan membawa Arseto Solo merengkuh juara Galatama 1991/1992.
Bersama timnas, Ricky turut mengantarkan tim Merah-Putih duduk di peringkat keempat Asian Games 1986, dan meraih emas SEA Games 1987. Secara individu, dirinya pernah menjadi pencetak gol terbanyak Galatama 1986/1987 dan 1990/1991, serta direkrut klub Jepang, Matsushita FC (Gamba Osaka saat ini) pada 1988.
Tak hanya aktif langsung di sepak bola, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto menyampaikan, Ricky turut aktif membenahi organsiasi sepak bola Indonesia. "Dia lantang memperjuangan perbaikan PSSI, salah satunya dengan berani bergabung dan bersuara di Tim Sembilan ketika pembekuan PSSI tahun 2015. Saat itu, dia sempat ditekan kanan-kiri agar tidak bergabung dan bersuara di Tim Sembilan," pungkas Gatot.