Dunia sepak bola Indonesia berduka. Penyerang legendaris era 1980-an Ricky Yacobi meninggal dalam usia 57 tahun di Jakarta, Sabtu (21/11/2020). Ricky mengembuskan napas terakhir diduga karena serangan jantung.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia sepak bola Indonesia berduka. Penyerang legendaris Indonesia era 1980-an Ricky Yacobi meninggal pada usia 57 tahun di Jakarta, Sabtu (21/11/2020) pagi. Ricky mengembuskan napas terakhir diduga karena serangan jantung tak lama setelah melakukan selebrasi gol untuk timnya, Ini Medan Bung, dalam laga persahabatan bertajuk Trofeo Medan Selection di Lapangan A Senayan, Jakarta.
”Semuanya berlangsung sangat cepat. Sehabis selebrasi gol, tiba-tiba Bang Ricky tumbang dengan wajah mencium lapangan. Lalu, teman-teman langsung berusaha memberikan pertolongan pertama. Namun, beliau tidak tertolong lagi,” ujar Lody Hutabarat, saksi mata yang ikut bermain dalam laga tersebut menceritakan kronologis peristiwa.
Lody mengatakan, Trofeo Medan Selection adalah kejuaraan internal yang digelar para perantau dari Medan, Sumatera Utara, di Jakarta. Anggotanya, antara lain, mantan pesepak bola nasional asal Medan, seperti Ricky. Sebelumnya, mereka memang rutin mengadakan laga ataupun kompetisi internal.
Trofeo Medan Selection kali ini diikuti tiga tim, yakni Halak Hita, Rap-rap, dan Ini Medan Bung. Bentuk kompetisinya, setiap tim saling bertemu dengan masing-masing satu laga yang berdurasi 30 menit per laga. Kali ini, Ricky membela tim Ini Medan Bung.
Gol terakhir
Dalam laga kedua yang dilangsungkan sekitar pukul 08.30, Rap-rap bertemu dengan Ini Medan Bung. Kedua tim bermain imbang hingga pertengahan laga. Memasuki pukul 08.45, Ricky mendapatkan bola persis di depan kotak penalti lawan. Dengan gaya khasnya, dia berbalik badan dan melepas tembakan keras yang menghunjam gawang.
Ricky mencetak gol dan membuat timnya, Ini Medan Bung, unggul 2-1. Seusai gol itu, pria bertinggi 177 sentimeter itu riang gembira dan berlari menuju rekan-rekannya untuk merayakan gol tersebut. Akan tetapi, belum sampai memeluk rekan-rekannya, dia tumbang dan tidak sadarkan diri. Matanya memutih dan tubuhnya lemas.
Segenap orang-orang di sana coba memberikan pertolongan pertama. Kebetulan salah satu peserta adalah dokter yang paham teknis memberikan pertolongan pertama. Selain itu, tersedia oksigen yang disiapkan untuk keadaan darurat. Setelah itu, Ricky dirujuk ke RS TNI AL Dr Mintoharjo yang terdekat dengan lokasi peristiwa.
Sayangnya, segala upaya tidak bisa menyelamatkan nyawa pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, 12 Maret 1963, tersebut. ”Bang Ricky kemungkinan meninggal di rumah sakit. Selama di lapangan dan di perjalanan, dia masih mendapatkan perawatan,” kata Lody.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto menuturkan, informasi dari Direktur Utama RSAL Mintoharjo Kolonel (Laut) dr Wiweka, Ricky kemungkinan meninggal karena serangan jantung. ”Tadi, saya dihubungi dokter Wiweka. Katanya, Ricky meninggal karena serangan jantung sehabis main sepak bola,” ucapnya.
Penyerang kharismatik
Ricky memulai karier sepak bola dari tim yunior hingga senior di kota kelahirannya, PSMS Medan di Kejuaraan Perserikatan 1979-1985. Dia turut membawa tim ”Ayam Kinantan” menjuarai Perserikatan 1983 dan 1985.
Setelah itu, Ricky melanjutkan karier bersama Arseto Solo di Kompetisi Galatama 1986-1988 dan 1989-1992. Bersama Arseto, dia mempersembahkan gelar Galatama 1991/1992 dan menjadi pencetak gol terbanyak Galatama 1986/1987 dan 1990/1991.
Sebagai penyerang, Ricky dikenal sebagai predator kotak penalti dengan gaya khas tendangan keras. Berkat itu, dia dipanggil memperkuat timnas Indonesia. Bersama tim ”Garuda”, dirinya menjadi pemain inti ketika Indonesia duduk di peringkat keempat Asian Games 1986 di Korea Selatan atau prestasi terbaik Indonesia di pesta olahraga antarnegara Asia setelah 1958.
Ricky juga menjadi pemain utama saat timnas meraih emas SEA Games 1987 di Jakarta atau emas pertama Indonesia di cabang sepak bola dalam pesta olahraga antarnegara Asia Tenggara tersebut. Menurut situs Rec Sport Soccer Statistics Foundation (RSSSF), Ricky setidaknya mencetak lima gol dari 31 laga bersama timnas selama 1985-1990.
Karena rentetan prestasi itu, Ricky direkrut klub Jepang Matsushita FC (Gamba Osaka saat ini) pada 1988 dan menjadi pemain asal Indonesia pertama yang bermain di ”Negeri Sakura”. Namun, karena kendala adaptasi dan cedera, dia hanya bermain satu musim di sana dengan rekor satu gol dari enam laga.
Ricky mengakhiri kariernya di PSIS Semarang pada Liga Indonesia 1995. Setelah pensiun, dia tidak jauh-jauh dari dunia sepak bola. Selain memberikan sejumlah materi latihan singkat (coaching clinic) ke pesepak bola muda di sejumlah daerah, dirinya mendirikan SSB Ricky Yacobi yang melatih anak-anak usia 7-12 tahun.
Ricky adalah orang yang sangat berdedikasi dengan profesinya. Dia sangat fokus dalam latihan dan bertanding, tetapi sangat ramah dan bersahabat di luar lapangan. Selepas menjadi pesepak bola, dia mendedikasikan hidupnya untuk turut melakukan perbaikan prestasi sepak bola nasional lewat akar rumput pembinaan usia dini.
”Ricky adalah orang yang sangat berdedikasi dengan profesinya. Dia sangat fokus dalam latihan dan bertanding, tetapi sangat ramah dan bersahabat di luar lapangan. Selepas menjadi pesepak bola, dia mendedikasikan hidupnya untuk turut melakukan perbaikan prestasi sepak bola nasional lewat akar rumput pembinaan usia dini,” ujar Herry Kiswanto, rekan Ricky selama di timnas.
Menurut Gatot, Ricky adalah orang yang lantang memperjuangkan perbaikan prestasi sepak bola Indonesia. ”Salah satu contohnya, Ricky berani bergabung dan bersuara di Tim Sembilan ketika masa pembekuan PSSI tahun 2015. Saat itu, dia ditekan kanan-kiri agar tidak bergabung dan bersuara di Tim Sembilan. Namun, dia tidak peduli dan banyak memberikan masukan untuk perbaikan PSSI,” pungkasnya.