Untuk pertama kalinya, turnamen tutup tahun Final ATP berlangsung tanpa disaksikan penonton di stadion. Para petenis harus beradaptasi dengan suasana sepi saat bertanding dan bekerja keras membangun motivasi.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
Sebagai ajang yang menyajikan persaingan delapan petenis putra terbaik dalam setahun, turnamen tenis Final ATP selalu dipenuhi penonton sejak hari pertama. Namun, tahun ini, petenis harus menyesuaikan diri dengan suasana baru ketika tak ada satu pun penonton di The O2 Arena, London, Inggris.
Akibat pandemi Covid-19, Pemerintah Inggris melarang kehadiran penonton pada turnamen yang berlangsung pada 15-22 November. Padahal, tahun ini seharusnya menjadi ajang perpisahan bagi London yang menjadi tuan rumah Final ATP sejak 2009, sebelum pindah ke Turin, Italia, pada 2021-2025.
”Sangat disayangkan turnamen terakhir di London harus berlangsung seperti ini, tetapi situasinya memang tak bisa terhindarkan,” komentar Rafael Nadal.
The O2 Arena menjadi tempat penyelenggaraan turnamen Final ATP menggantikan Shanghai, China, yang menjadi tuan rumah pada 2005-2008.
Sejak digelar pertama kali pada 1970 di Tokyo, Jepang, London menjadi salah satu tuan rumah terlama setelah New York, Amerika Serikat, yang menggelar ajang ini pada 1977-1989. Stadion di kedua kota ini juga terbilang besar dibandingkan dengan stadion di 12 kota lain yang pernah mejadi penyelenggara. The O2 Arena berkapasitas 20.000 orang, sedangkan tribune Madison Square Garden bisa menampung hingga 18.000 penonton.
Berbeda dengan Grand Slam, yang terkadang masih sepi peminat pada hari-hari awal turnamen, Final ATP selalu dipenuhi penonton sejak awal. Kehadiran petenis-petenis elite mengundang mereka sejak hari pertama. Namun, tahun ini, suasana di The O2 Arena sepi.
Turnamen serupa untuk petenis berusia 21 tahun ke bawah, Final ATP Next Gen, yang seharusnya berlangsung di Milan, Italia, dibatalkan. Begitu pula dengan turnamen akhir musim untuk petenis putri, Final WTA, di Shenzhen, China.
”Rasanya memang sangat aneh, suasananya terasa seperti latihan. Hanya suara wasit yang mengumumkan skor yang membuat saya merasa benar-benar dalam pertandingan. Namun, meski tak ada penonton yang biasanya memenuhi stadion ini, fokus saya dalam menghadapi pertandingan tak berubah,” ujar petenis nomor satu dunia, Novak Djokovic.
Setelah mengalahkan Diego Schwartzman, 6-3, 6-2, pada persaingan Grup Tokyo 1970, Senin (16/11/2020), Djokovic merayakan kemenangan seperti yang lazim dilakukan. Dia mengayunkan kedua lengan ke setiap sudut tribune penonton. Djokovic berbagi emosi dan terima kasih pada pendukung yang menyaksikannya dari jauh.
”Walaupun tak ada di stadion, saya tahu banyak yang menyaksikan melalui TV. Ini juga menjadi cara saya untuk bersyukur karena memiliki kesempatan bertanding,” kata Djokovic, yang terbiasa dengan riuhnya dukungan penonton Final ATP karena telah 12 kali tampil. Dari penampilan sebelumnya, lima gelar didapat petenis Serbia tersebut.
Energi
Meski pernah merasakan atmosfer yang sama pada turnamen lain, termasuk ketika menjuarai Grand Slam AS Terbuka, Dominic Thiem masih kesulitan dengan atmosfer tanpa penonton. Mereka menjadi bagian penting dari penampilan Thiem karena selalu memberi tambahan energi baginya.
Sangat disayangkan turnamen terakhir di London harus berlangsung seperti ini, tetapi situasinya memang tak bisa terhindarkan.
”Tahun ini adalah tahun yang mudah dari sisi fisik, saya menjalani 30 pertandingan dan itu jumlah yang kecil untuk satu musim. Namun, situasinya sangat menyulitkan untuk mental karena penonton adalah sumber energi,” ujar Thiem, yang mengalahkan Stefanos Tsitsipas pada Grup London 2020, pada Minggu, dan berhadapan dengan Rafael Nadal, Selasa.
”Tanpa penonton, Anda harus memotivasi diri sendiri, membangkitkan sendiri energi dan itu sangat melelahkan,” lanjut finalis Final ATP 2019 itu.
Tak hanya di tempat pertandingan, Thiem juga berjuang mengatasi rasa bosan dan sepi karena terbatasnya ruang gerak untuk memenuhi protokol kesehatan. Selain tempat pertandingan dan latihan, petenis dan timnya juga hanya boleh berada di hotel. Acara penyambutan yang melibatkan penggemar tenis di sekitar Sungai Thames, pada tahun ini ditiadakan.
Anggota tim yang boleh mendampingi pemain dibatasi hanya tiga orang. Maka, petenis pun kehilangan kesempatan untuk didampingi keluarga karena harus mengutamakan pelatih.
”Situasi ini menurunkan mental. Tetapi, saya tetap bersyukur karena panitia telah membuat lingkungan aman buat kami dan saya masih memiliki kesempatan untuk bertanding di sini,” tutur Thiem. (AP/AFP)