Gelar juara MotoGP musim 2020 yang diraih Joan Mir tetap terhormat meskipun musim ini Marc Marquez tidak tampil setelah kecelakaan pada seri pertama. Mir juara karena dia bermental kuat, berani, dan konsisten.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·6 menit baca
VALENCIA, MINGGU — Joan Mir memetik buah keberaniannya bertahan di Suzuki meskipun ada tawaran dari beberapa tim pabrikan yang di atas kertas lebih kompetitif. Mir dengan nalar jernih mengikuti proses adaptasi yang tidak mudah untuk menjadi pebalap elite MotoGP. Dia meneruskan evolusinya dari rookie pada musim lalu untuk menjadi pebalap papan atas MotoGP.
Gelar juara di musim kedua bukanlah angan yang terlintas dalam pikiran Mir. Dia berharap bisa juara beberapa musim ke depan karena merasa masih banyak yang perlu dipelajari dalam persaingan ketat di kelas primer itu. Namun, dia tetap memberikan yang terbaik yang dia mampu untuk bersaing meraih podium di setiap seri. Dan, hasilnya adalah juara MotoGP di musim pandemi, yang sangat sulit diprediksi.
Musim ini ada sesuatu yang hilang, yaitu konsistensi meraih podium. Itu ditunjukkan dengan ada sembilan pemenang dalam 13 seri. Mereka adalah Fabio Quartararo, Brad Binder, Andrea Dovizioso, Miguel Oliveira, Franco Morbidelli, Maverick Vinales, Danilo Petrucci, Alex Rins, dan Joan Mir. Ini kontras dengan musim-musim sebelumnya, di mana konsistensi melekat pada sosok Marc Marquez.
Namun, pebalap Repsol Honda itu hanya tampil pada seri pembuka di Jerez, Spanyol, pada 19 Juli. Dia terjatuh di lap-lap akhir dan cedera humerus lengan kanan. Marquez absen sejak kecelakaan itu dan pekan lalu Honda menyatakan peraih enam gelar juara MotoGP itu tidak akan tampil hingga seri terakhir musim ini di Portimao, Portugal, pada 22 November.
Ketiadaan Marquez dalam 12 balapan dinilai menjadi penyebab musim ini kehilangan tolok ukur persaingan level tinggi. Bahkan, ada yang menilai siapa pun pebalap yang juara musim akan kehilangan nilai prestise karena tidak bersaing dengan pebalap terbaik.
Namun, Mir tidak terusik dengan penilaian itu, karena seperti inilah karakter alamiah persaingan balap motor. ”Orang yang mengatakan ini, karena mereka tidak tahu banyak tentang balap motor. Marc tidak di sini karena mereka telah menculik dia, mereka tidak pergi ke rumahnya untuk menculik dia dan dia menghilang,” ujar pebalap asal Spanyol itu.
”Marc ada dalam balapan pertama, mengambil risiko untuk menang dan berusaha untuk memenangi kejuaraan, dan dia melakukan kesalahan yang membuat dia kehilangan musim ini. Itu saja. Apakah (absennya Marquez) ini mengurangi nilai gelar juara? Nah, itu perlu untuk mengurangi banyak gelar juara dari para pebalap lain di sepanjang sejarah yang mereka menangi ketika, secara teori, pebalap unggulan jatuh dan tidak juara,” tegas Mir dikutip Motorsport.
Ini bagian dari permainan, dalam olahraga dan MotoGP. Saya tidak menilai gelar ini kurang pantas untuk diraih karena Marquez tidak ada ketika dia cedera.
”Ini bagian dari permainan, dalam olahraga dan MotoGP. Saya tidak menilai gelar ini kurang pantas untuk diraih karena Marquez tidak ada ketika dia cedera,” lanjut pebalap berusia 23 tahun itu.
Mir meraih gelar juara MotoGP musim ini karena dirinya pebalap paling konsisten, dengan meraih tujuh podium dalam 13 balapan yang telah dijalani. Dia juga sudah meraih kemenangan pertamanya di MotoGP pada seri Eropa di Valencia. Konsistensi Mir itulah yang membuat dia perlahan namun pasti merangkak naik di klasemen, hingga memimpin kejuaraan setelah seri Aragon.
Mir mengunci gelar juara pada seri Valencia, Minggu (15/11/2020), dengan finis di posisi ketujuh. Dia meraih 171 poin, unggul 29 poin atas pebalap peringkat kedua Franco Morbidelli. Dengan sisa satu seri di Portimao, tidak ada pebalap yang bisa mengungguli perolehan poin Mir. Ini merupakan gelar pertama Suzuki di ajang MotoGP, serta yang pertama dalam 20 tahun di kelas elite setelah Kenny Roberts Junior di era GP500.
Mir mengunci gelar juara ketujuh bagi Suzuki di kelas elite. Enam gelar lainnya diraih pada era GP500 melalui Barry Sheene (1976, 1977), Marco Lucchinelli (1981), Franco Uncini (1982), Kevin Schwantz (1993), dan Kenny Roberts Junior (2000).
Mir mengaku ini merupakan mimpi sejak anak-anak, tetapi dirinya tidak membayangkan bisa juara pada musim keduanya di MotoGP. ”Ini sesuatu yang saya perjuangkan sepanjang hidup saya, sejak saya masih 10 tahun,” ujarnya.
”Saya memiliki mimpi ini dalam pikiran saya dan saya tidak berhenti hingga saya meraih gelar ini, jadi apa yang bisa saya katakan? Sejujurnya, saya tidak mengharapkan ini karena saya berharap ini di masa depan, tetapi kami meraih gelar dan ini milik kami,” tegas Mir dikutip Crash.
”Dari balapan ke balapan lainnya, dari tahun ke tahun saya cepat, serta terbiasa dengan motor secara cepat, dan itu membuat kemajuan saya cepat, yang merupakan kunci berada di MotoGP memenangi gelar dalam tahun kedua,” tegas Mir.
Juara Moto3 pada 2017 itu meraih gelar juara dengan finis di posisi ketujuh setelah start di urutan ke-12. Dia mengaku mengalami tekanan besar dalam balapan itu dan berjuang keras menghindari kesalahan.
”Saya terlihat tenang dan tanpa tekanan, tetapi saya tidak tenang dan saya tidak tanpa tekanan. Saya sangat grogi, tetapi kenyataannya adalah tahun ini sulit. Kami tidak hanya mendapat tekanan di trek. Kami mendapat itu di rumah supaya tidak tertular virus. Jadi, ini luar biasa sulit untuk diatasi. Terima kasih kepada kru yang menjalankan ini secara sempurna,” tutur Mir.
Mir memang memiliki tim solid yang dipimpin oleh Frankie Carchedi. Mereka bekerja seperti keluarga yang terbuka dan mengusung misi meraih kemenangan di setiap seri. Tim muda itu bekerja dengan sangat baik untuk menyetel motor GSX-RR yang memiliki keunggulan kestabilan dengan ban yang sudah aus. Itu menjadi kunci menambal kekalahan kecepatan puncak dari tim-tim lain.
Tim yang solid itu membuat Mir bisa membalap dengan konsentrasi penuh. Dia mengaku mulai percaya diri setelah dua balapan di Red Bull Ring, di mana dia meraih podium pertama dengan finis kedua pada seri Austria, dan finis keempat di seri Styria setelah bersaing ketat meraih podium. Dua balapan seri keempat dan kelima itu membuat dia yakin bisa bersaing di papan atas. Namun, Mir baru membayangkan gelar juara setelah balapan kedelapan di Barcelona.
”Di Styria, itu balapan di mana saya sangat kompetitif dan berjuang untuk kemenangan. Namun, setelah Misano dan Barcelona, itulah ketika saya berpikir mungkin saya bukan hanya cepat di Styria, mungkin saya bisa mengelola perasaan dengan motor. Bagi saya, itulah momentumnya,” ujar Mir.
Momentum itu merupakan kelanjutan dari momentum sebelumnya saat dia masih di Moto2. Mir hanya semusim di kelas menengah itu, pada 2018, dan memutuskan naik kelas ke MotoGP bersama Suzuki. Dia mengambil risiko dengan bergabung dengan tim yang kurang kompetitif dibandingkan Ducati, Yamaha, dan Honda. Biasanya, sebelum naik kelas ke MotoGP, pebalap muda menjalani dua musim di Moto2.
Namun, Mir mengambil keputusan yang berani dengan menerima tawaran Suzuki untuk memacu GSX-RR pada 2019. Pada musim ini, Mir juga menandatangani perpanjangan kontrak dua tahun dengan Suzuki. ”Kami mengorbankan setahun di Moto2. Normalnya saya akan menjalani dua tahun di Moto2, tetapi situasinya seperti ini. Kami mengambil keputusan yang tepat untuk pindah ke MotoGP,” jelas Mir.
”Bagi saya, meraih gelar juara bersama setiap pabrikan itu luar biasa, itu targetnya. Namun, saya berani saat itu untuk bergabung dengan Suzuki karena saya tidak berharap potensi ini pada motor di tahun kedua. Bagi saya, juara bersama Suzuki berarti ini sesuatu yang lebih dari biasanya,” ucap Mir.
Musim depan, Mir akan mendapat tantangan lebih besar dengan kembalinya Marc Marquez serta peningkatan performa rookie seperti Binder dan Alex Marquez. Selain itu, para pebalap Yamaha akan kembali menjadi pesaing berat juara jika M1 lebih andal musim depan.