Kesehatan Prioritas Utama
Panitia Borobudur Marathon 2020 tetap memprioritaskan kesehatan. Kalau ada ancaman terhadap kesehatan, tak tertutup kemungkinan ajang itu dibatalkan ataupun ditunda.
MAGELANG, KOMPAS — Panitia Borobudur Marathon 2020 tetap menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama. Kesehatan 26 atlet yang akan berpartisipasi dipantau sebelum, saat, hingga seusai perlombaan untuk memastikan pergelaran itu tidak menjadi kluster penyebaran virus korona baru.
Direktur Medis Borobudur Marathon 2020 dr Andi Kurniawan SpOK, Kamis (12/11/2020), mengatakan, ada dua aspek yang sangat diperhatikan dalam Borobudur Marathon 2020, yakni mencegah atlet tertular ataupun menularkan Covid-19. Lalu, mengantisipasi atlet cedera karena berlomba setelah lama vakum ikut kejuaraan karena pandemi Covid-19.
Untuk memastikan dua aspek itu, tim medis yang terdiri dari empat dokter dan empat fisioterapi memonitor kondisi latihan atlet selama 14 hari sebelum perlombaan. Atlet yang berpartisipasi diminta siap secara fisik sebelum berlomba. Intensitas latihan atlet peserta minimal 50-70 persen selama pandemi sehingga tidak kaget saat kembali ikut kejuaraan.
Baca juga : Borobudur Marathon 2020 Digelar dengan Konsep Hibrida
Baca juga : Borobudur Marathon Jadi Cerita Dunia
Nantinya saat hari perlombaan, atlet diminta tidak memaksa diri. Sebisa mungkin, kurva grafik penampilan mereka dari masa latihan ke perlombaan tidak naik drastis guna mencegah cedera, terutama di bagian lutut, persendian, engkel, hingga otot. ”Para atlet yang berpartisipasi kali ini merupakan atlet pelatnas ataupun pelatda. Mereka adalah aset nasional sehingga kondisi harus benar-benar dijaga,” ujarnya.
Kemudian, atlet diminta menerapkan protokol kesehatan ketat selama 14 hari sebelum lomba guna mengantisipasi tertular virus Covid-19. Sepekan sebelum berangkat ke lokasi perlombaan, mereka diminta melakukan tes PCR swab. Sesampai di lokasi karantina perlombaan di Hotel Puri Asri, Magelang, atau H-3 sebelum lomba, mereka kembali menjalani tes PCR swab. Tes dilakukan berulang guna memastikan betul para atlet terbebas Covid-19.
Seusai tes dan dinyatakan negatif Covid-19, para atlet harus mengikuti program ”gelembung” atau bubble. Maksudnya, atlet langsung dimasukan ke kamar dengan jumlah satu orang per kamar. Mereka tidak boleh keluar dari kamar selain untuk berlatih dan berlomba. Semua keperluan, seperti makan dan konsultasi kesehatan, disampaikan melalui petugas perantara.
Protokol kesehatan ketat
Ketika akan berlatih dan mengikuti perlombaan, Minggu (15/11/2020), para atlet tetap diminta menjalani protokol kesehatan ketat. Selain menjaga kebersihan diri, mereka juga tidak boleh berinteraksi dengan orang lain. Dalam latihan dan lomba, atlet juga tidak boleh saling berdekatan, apalagi berkumpul. Sebelum pulang usai ikut lomba, mereka wajib kembali menjalani tes PCR swab. ”Itu dilakukan agar mereka tidak membawa penyakit sekembali ke daerah masing-masing,” kata Andi.
Secara keseluruhan, lanjut Andi, ada empat populasi yang dilindungi di lokasi karantina, yakni para pelari, perangkat perlombaan, tamu VIP, dan pendukung dari luar maupun dalam Magelang. Kalau ada yang positif Covid-19, orang asal Magelang akan diserahkan ke Dinas Kesehatan ataupun Gugus Tugas Penanganan Covid-19 setempat guna mendapatkan penanganan medis. ”Kalau yang positif dari luar Magelang, panitia menanggung biaya karantina dan perawatan di Magelang hingga yang bersangkutan pulih,” tuturnya.
Andi menuturkan, tim medis terus memantau perkembangan potensi gangguan kesehatan sebelum, saat, hingga usai lomba. Tak hanya mencegah potensi penyebaran Covid-19, mereka antisipasi pula peluang gangguan kesehatan jika Gunung Merapi yang tengah aktif tiba-tiba meletus sebelum atau saat lomba akan dilaksanakan.
Kalau potensi gangguan kesehatan itu sangat mengancam, entah ada yang positif Covid-19 atau Merapi meletus, kami tidak menutup peluang memberikan rekomendasi kepada penyelenggara untuk membatalkan atau menunda perlombaan.
”Kalau potensi gangguan kesehatan itu sangat mengancam, entah ada yang positif Covid-19 atau Merapi meletus, kami tidak menutup peluang memberikan rekomendasi kepada penyelenggara untuk membatalkan atau menunda perlombaan. Itu semua karena kesehatan jauh lebih utama di atas semuanya,” kata Andi.
Membangun optimisme
Direktur Perlombaan Borobudur Marathon Andreas Kansil mengutarakan, tujuan utama pelaksanaan Borobudur Marathon 2020 adalah membangun optimisme di kalangan pelaku olahraga, terutama lari. Sebab, selama pandemi, banyak ajang lari ataupun olahraga lain yang vakum. Hal itu berdampak negatif terhadap atlet ataupun masyarakat yang selama ini mendapatkan manfaat ekonomi dari keberadaan kejuaraan tersebut.
Maka itu, panitia Borobudur Marathon 2020 ingin menyampaikan bahwa sejatinya kejuaraan olahraga bisa tetap dilaksanakan dengan baik dan aman selagi menerapkan protokol kesehatan. Lagi pula, panitia sudah mendapatkan referensi untuk menjalankan kejuaraan olahraga skala nasional dari pengalaman kejuaraan serupa di negara lain maupun prosedur kesehatan yang diterbitkan WHO, Satuan Tugas Panaganan Covid-19, Kementerian Pemuda dan Olahraga, hingga Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI).
”Borobudur Marathon 2020 ingin mengajak ajang-ajang sejenis ataupun olahraga lain untuk hidup lagi setelah lesu karena pandemi Covid-19. Kalau kami berhasil, harapannya bisa diikuti oleh ajang lainnya. Kita harus berdamai dengan situasi saat ini. Kalau terus berdiam diri, itu juga tidak sehat untuk kita semua, terutama untuk perekonomian daerah yang sekarang banyak terpuruk oleh pandemi Covid-19 ini,” ujarnya.
Selain itu, kehadiran Borobudur Marathon 2020 untuk menjaga konsistensi pergelaran ajang lari tahunan tersebut. Apalagi, panitia punya cita-cita perlombaan itu bisa menjadi salah satu ajang lari level dunia yang paling tidak dengan label perunggu World Athletic (Federasi Atletik Dunia).
”Dengan jumlah peserta yang amat terbatas, 26 orang pelari nasional, kami bisa fokus meningkatkan kualitas perlombaan untuk pelari elite yang mungkin kurang diperhatikan karena jumlah peserta yang besar dan banyak kategorinya selama ini. Padahal, salah satu komponen utama untuk menjadi salah satu ajang lari dunia adalah kualitas lomba untuk kategori elite,” katanya.
Di sisi lain, panitia bisa meningkatkan detail-detail komponen lomba yang mungkin kurang digarap pada edisi sebelumnya, seperti kualitas siaran. ”Komponen lain untuk menjadi ajang lari dunia, yakni disiarkan secara nasional untuk label perunggu, secara regional untuk label perak, dan secara dunia untuk label emas. Untuk skala nasional, saat ini, kemungkinan bisa dicapai karena jumlah peserta yang terbatas hanya pelari nasional,” ujarnya.
Peserta antusias
Antusiasme tampak dari para peserta mengingat ini pertama kalinya mereka akan berlomba dalam setahun terakhir. ”Satu tahun ini, baru Borobudur Marathon yang gelar lomba. Kami sangat bersyukur dan termotivasi. Apalagi, pada 2021 juga akan ada PON,” kata Imam Mahdin (24), peserta asal Bima, Nusa Tenggara Barat.
Selain mengobati kerinduan karena sudah setahun lebih tak berkompetisi, Imam juga ingin memperbaiki catatan waktu personal terbaik. Dalam tes Pra Pon Papua, pada akhir 2019, ia mencatatkan waktu 2 jam 39 menit. Kini, ia berharap bisa menorehkan waktu 2 jam 36 menit.
Saya terus menjaga kondisi dengan berlatih setiap hari, berkisar 2-3 jam per hari.
Ia pun mempersiapkan diri selama dua bulan untuk Borobudur Marathon 2020. ”Saya terus menjaga kondisi dengan berlatih setiap hari, berkisar 2-3 jam per hari,” kata Imam.
Imam menyadari, tantangan kali ini akan berbeda karena lomba digelar di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, protokol kesehatan akan tetap terus diikuti demi kelancaran lomba. Namun, di sisi lain, ia siap memberikan yang terbaik demi mencapai target yang diusung.
Sementara itu, Sharfina Sheila Rosada (22), peserta asal Kota Salatiga, Jateng, menuturkan, Borobudur Marathon selalu ditunggu setiap tahunnya. Sebab, ajang tersebut selalu berkesan, terutama dari antusiasme warga dalam mendukung para pelari.
Kendati demikian, ia menyadari tahun ini akan berbeda. ”Tantangannya pasti lain. Selain warga, biasanya juga dapat dorongan semangat dari teman-teman komunitas. Namun, di sisi lain, saya semakin terpacu meningkatkan catatan waktu personal terbaik karena pesertanya pilihan,” ujarnya.