Borobudur Marathon 2020, Tantangan Ada dalam Diri Pelari
Peserta Borobudur Marathon 2020 tidak akan lagi merasakan euforia seperti yang dirasakan pada ajang tahun-tahun sebelumnya. Kini, mereka mengandalkan diri sendiri dan membawa dirinya tiba di garis finis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Walau punya ”kemewahan” menentukan rute sendiri tahun ini, pelari virtual Borobudur Marathon 2020 tak serta-merta lepas dari tantangan. Tidak bisa merasakan dukungan warga Magelang, Jawa Tengah, pun adalah tantangan. Pelari kini harus melaju sambil memasok semangat dari dalam diri sendiri.
Biasanya, peserta Borobudur Marathon tahun-tahun sebelumnya mulai lelah di kilometer belasan atau puluhan. Lari mulai dilambatkan sambil sesekali menyantap penganan dari warga Magelang atau sambil menyimak sorak-sorai warga yang berderet sepanjang rute. Kehangatan warga memulihkan stamina pelari yang kelelahan. Peserta bisa saja tiba-tiba berlari kencang setelah disemangati.
Beberapa kilometer berlalu, peserta biasanya loyo lagi. Wajah kuyu mereka mendadak ceria kalau ada fotografer yang nongkrong beberapa meter di depan. Kalau sudah begitu, pelari bakal lupa sama lelahnya, lalu pasang pose terbaik sambil senyum. Mungkin saja bakal dimuat di koran.
Bisa dibilang semangat peserta tetap menyala berkat dukungan warga, pelari-pelari lain yang lewat, hingga fotografer. Borobudur Marathon dinanti karena suasananya yang ngangenin.
Peserta Borobudur Marathon 2019 kategori maraton penuh, Mustafid Amna (24), senang betul saat disemangati warga. Rasa lelah sempat tidak terasa saking senangnya. Kilometer 0 hingga Km 30 ia lalui dengan mulus.
”Saya terbiasa lari sejauh 21-25 kilometer. Di Kilometer 30, saya mulai mencapai batas (kemampuan) diri. Terlebih, saat itu cuaca mulai panas. Tenaga saya terkuras,” kata warga Kabupaten Blitar, Jawa Timur, itu saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Saat kelelahan itulah mentalnya diuji. Ia berusaha tidak fokus ke lelah ataupun otot kakinya yang mulai keram. Ia fokus pada kilometer-kilometer di depan yang harus dilalui dengan semangat. Akhirnya ia finis dalam 4 jam 50 menit.
Warga Karawang, Jawa Barat, Irni Hendriyanti (36), mengapresiasi warga yang mendukungnya saat menyelesaikan maraton setengah di Borobudur Marathon 2019. Ia yang kelelahan hingga harus berjalan pun kembali menemukan semangat.
”Ada juga teman-teman yang mendukung. Saya jadi punya energi tambahan untuk lari lagi menjelang finis. Dukungan seperti itu tidak ada lagi tahun ini. Tidak ada yang menyemangati dan menyambut di garis finis,” ujar Irni.
Borobudur Marathon 2020 Virtual Challenge tahun ini mengharuskan peserta berlari virtual. Ada 9.090 peserta yang akan berlari sendiri-sendiri di daerah masing-masing. Ajang ini berlangsung pada 15-30 November 2020.
Peserta lari virtual dapat menentukan rute dan waktu berlari sendiri. Mereka wajib menggunakan aplikasi Google Fit atau Garmin Connect untuk merekam rute serta catatan waktu. Hasilnya kemudian diunggah ke panitia.
Tantangan
Irni mengatakan, tantangan Borobudur Marathon kali ini ialah menjaga semangat dan mental. Pasalnya, warga dan peserta lain tidak akan hadir untuk memberi dukungan. Peserta harus mengandalkan diri sendiri untuk tiba di garis finis. Peserta pun disarankan berlari sendiri atau dalam kelompok kecil untuk menghindari penyebaran Covid-19.
”Saya akan lari dengan beberapa teman supaya bisa saling menyemangati di jalan. Kalau lari sendiri, capeknya jadi lebih terasa,” ucap Irni yang mengikuti maraton penuh.
Lari jarak jauh tanpa suasana yang mendukung memang menantang. Kendati demikian, Irni optimistis bisa finis asal ia bisa menjaga semangat di dalam dirinya. Targetnya adalah finis dengan kuat dan bahagia. ”Apa yang dimulai, itu pula yang harus diselesaikan. Itu yang akan saya tanamkan ketika lari virtual nanti,” tambahnya.
Warga Karawang, Winda Karlina (27), setuju bahwa tantangan lari virtual datang dari diri sendiri. Perlu tekad yang kuat untuk finis tanpa dukungan massa, seperti di lomba lari pada umumnya.
Ia pribadi bersemangat setiap mengikuti ajang lari virtual. Walau pelaksanaannya sepi dari hiruk-pikuk, ia merasa punya tanggung jawab moral untuk menyelesaikan lari sesuai kategori yang dipilih.
Biasanya ada teman-teman yang tidak terbiasa lari jarak jauh ikut berlari. Mereka akan lari dengan kami semampunya. Jika tidak kuat, mereka akan naik mobil, lalu lari lagi ketika sudah pulih tenaganya.
”Ini full marathon saya yang pertama. Nanti diselesaikan dalam empat kali lari. Saya tidak punya target khusus, yang penting bisa finis,” kata Winda.
Adapun Mustafid akan berlari dengan beberapa teman sekomunitas. Beberapa teman akan membantu menyediakan makanan dan minuman selama ia menyelesaikan maraton penuh. Ada pula teman yang akan mendampingi di jalan sambil mengendarai sepeda.
”Biasanya ada teman-teman yang tidak terbiasa lari jarak jauh ikut berlari. Mereka akan lari dengan kami semampunya. Jika tidak kuat, mereka akan naik mobil, lalu lari lagi ketika sudah pulih tenaganya,” kata Mustafid.
Kehadiran teman-teman diyakini sebagai penyemangat eksternal. Untuk menjaga motivasi internal, Mustafid memasang target untuk finis tidak lebih dari 5 jam.
Persiapkan dengan matang
Pada Virtual Training Class: Set Your Virtual Run, Minggu (8/11/2020), pelatih lari Agung Mulyawan menekankan pentingnya mempersiapkan diri dengan matang. Walau ini lari virtual, peserta tetap harus memberi perlakuan yang sama seperti ajang lari umum.
Tiga hal penting yang harus diperhatikan di virtual run adalah perencanaan, (menjaga) rutinitas, dan sosialisasi. Perencanaan termasuk menentukan lokasi start dan finis, termasuk rutenya. Saya sarankan menggunakan rute yang sudah pernah dilalui untuk lari jarak jauh,” kata Agung.
Selain menentukan lokasi, peserta juga perlu merencanakan hal lain, seperti membuat tim pendukung kecil. Tim itu bertugas menyemangati, melakukan dokumentasi, dan membantu menyediakan makanan atau minuman selama lari.
Poin kedua yang perlu diperhatikan adalah rutinitas. Pelari perlu melakukan rutinitas yang sama dengan ajang maraton sesungguhnya. Rutinitas yang dimaksud adalah menimbun karbohidrat (carbo loading) sebelum lari, menentukan waktu tidur dan bangun, mempersiapkan pakaian, sepatu, nomor lomba atau bib, serta melakukan pemanasan dan pendinginan.
Agung mendorong pelari bersosialisasi dengan menjalin pertemanan virtual untuk saling memotivasi. ”Untuk pelari rekreasional, mari hadapi kondisi ini (lari virtual karena pandemi) dengan senang. Kita harus senang dan jangan mengeluh karena pandemi. Kita jalani dan hadapi saja. Insya Allah kondisi akan kembali normal,” ucap Agung.