Rafael Nadal menjadi tunggal putra keempat pada era Terbuka yang meraih 1.000 kemenangan dalam karier. Nadal meraih kemenangan ke-1.000 setelah mengalahkan Feliciano Lopez pada babak kedua ATP Masters 1000 Paris.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Rafael Nadal menjadi tunggal putra keempat pada era Terbuka yang meraih seribu kemenangan dalam karier. Dia bergabung dengan nama-nama besar lain di arena tenis, yaitu Jimmy Connors, Roger Federer, dan Ivan Lendl.
Kemenangan ke-1.000, dari total 1.201 pertandingan sejak memasuki era profesional pada 2001, didapat setelah Nadal mengalahkan Feliciano Lopez pada babak kedua ATP Masters 1000 Paris. Bertanding di AccorHotels Arena, Paris, Rabu (4/11/2020) malam waktu setempat atau Kamis dinihari waktu Indonesia, Nadal menang, 4-6, 7-6 (5), atas Feliciano Lopez.
Saya bangga untuk semua yang saya lalui dalam karier. Meski menghadapi banyak tantangan karena sering cedera, saya selalu punya hasrat dan ketekunan untuk terus mencoba termasuk saat kondisi tak sesuai harapan.
Nadal pun bergabung bersama Connors yang 1.274 kali menang dan 283 kalah, Federer (1.242-271), serta Lendl (1.068-242). “Saya bangga untuk semua yang saya lalui dalam karier. Meski menghadapi banyak tantangan karena sering cedera, saya selalu punya hasrat dan ketekunan untuk terus mencoba termasuk saat kondisi tak sesuai harapan. Jadi, pencapaian ini sangat luar biasa bagi saya,” ujar Nadal.
Meski demikian, ada yang hilang dari momen yang jarang ditorehkan petenis profesional tersebut. “Rasanya tak sama ketika ini dirayakan tanpa penonton. Atmosfernya berbeda ketika stadion ini kosong,” komentarnya.
Alih-alih mendapat standing ovation, Nadal meraih kemenangan ke-1.000 di lapangan dalam ruangan AccorHotels Arena yang hening. Ini karena turnamen tersebut diselenggarakan tanpa penonton, bersamaan dengan berlakunya karantina nasional di Perancis akibat pandemi Covid-19.
Satu-satunya perayaan bagi Nadal untuk kemenangan ke-1.000 di arena pertandingan adalah difoto di net dengan display angka 1.000. Setelah mengembangkan senyum dalam momen itu, Nadal meninggalkan lapangan seperti tak ada momen besar dalam kariernya. Pada Kamis malam waktu setempat, dia berhadapan dengan Jordan Thompson pada babak ketiga.
Itu menjadi momen penting kedua dalam kariernya yang diciptakan di Paris dalam rentang tiga pekan. Pada 11 Oktober, Nadal menjuarai Perancis Terbuka di Roland Garros.
Gelar tersebut menjadi gelar ke-13 dari Perancis Terbuka, sekaligus ke-20 dari arena Grand Slam. Bedanya, ketika itu, ada seribu penonton yang hadir di Roland Garros. Itu adalah jumlah maksimal penonton per hari yang diperbolehkan datang ke stadion.
Mereka yang pernah bermain melawan Nadal pada umumnya mengatakan, petenis berusia 34 tahun itu punya mental baja. Intensitasnya terlihat sejak bersiap memasuki lapangan hingga poin terakhir. Itu dikatakan Carlos Moya, yang saat ini menjadi pelatihnya, David Nalbandian, Nicolas Almagro, hingga pemain muda, Andrey Rublev.
“Saya belajar dari Nadal tentang bagaimana harus bersikap dalam setiap pertandingan. Dia selalu fokus pada sepanjang laga,” kata Rublev, petenis 23 tahun asal Rusia.
Anak muda istimewa
Kemenangan Nadal bermula pada 29 April 2002 ketika dia tampil pada babak pertama turnamen di tempat kelahirannya, Mallorca, Spanyol. Nadal mengalahkan petenis Paraguay, Ramon Delgado.
“Dia adalah anak dengan kualitas permainan istimewa, antusiasmenya terlihat dalam pertandingan. Mental dan kemampuannya mengatasi situasi sulit sangat unik,” komentar Delgado dalam laman ATP, mengingat pertemuannya dengan Nadal yang masih berusia 15 tahun.
Setahun kemudian, remaja dengan ciri khas rambut gondrong dengan ikat kepala dan celana selutut itu mulai menjadi perhatian ketika bertanding di Monte Carlo Masters. Dia mengalahkan juara Perancis Terbuka, Albert Costa, pada babak kedua.
“Saya mendengar banyak orang membicarakan dia. Ketika bertemu, saya cukup terkejut dengan penampilannya. Dia memiliki keberanian yang nyata dan ketika itu, saya sangat khawatir karena dia bermain lebih baik dari yang saya perkirakan. Dari poin pertama hingga terakhir, fokusnya tetap 100 persen. Sangat menakjubkan melihat anak muda bermain dengan intensitas seperti itu,” tutur Costa.
Pada tahun yang sama dalam turnamen di Hamburg Masters, Jerman, giliran Carlos Moya yang menjadi “korban” Nadal. Seniornya di tim Spanyol, yang saat ini menjadi pelatihnya tersebut, dikalahkan Nadal pada babak pertama, 5-7, 4-6.
“Setelah mengalahkan saya, dia terlihat malu, gugup, dan meminta maaf. Dari situ, saya tahu bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengalahkan bintang 10 besar dunia. Pada akhirnya, dia bisa meraih lebih besar dari ekspektasi saya,” kata Moya.
Pada 2004, Nadal pun mengejutkan petenis nomor satu dunia, Roger Federer, yang mengalahkannya di babak ketiga Miami Masters. “Anak muda dari Mallorca mengalahkan saya yang saat itu menjadi petenis nomor satu dunia. Saya kira, dia akan menjuarai Perancis Terbuka sekali, tidak tahunya sampai sepuluh kali,” kenang Federer ketika memperkenalkan Nadal sebagai rekan setimnya dalam penyelenggaraan kejuaraan beregu, Piala Laver 2017, di Praha, Ceko.
Sejak Miami 2004 itulah, Nadal dan Federer menciptakan salah satu rivalitas terbaik di arena tenis. Prestasi salah satunya menjadi motivasi bagi yang lain, termasuk dalam meraih kemenangan ke-1.000 yang menandakan panjangnya usia penampilan mereka.
“Satu hal negatif dari kemenangan ke-1.000 adalah kenyataan bahwa ternyata saya sudah tua. Butuh waktu sangat panjang untuk mendapatkan ini, tetapi, saya tetap bahagia,” katanya. (AP/AFP)