Peserta Borobudur Marathon 2020 kini punya kebebasan memilih rute sendiri karena ajang tahun ini dilakukan secara virtual. Mereka bersiasat agar bisa menyelesaikan lari dengan aman dan sehat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·6 menit baca
Para pelari di ajang Borobudur Marathon 2020 akan menghadapi tantangan berbeda-beda. Tidak ada lagi “tanjakan cinta” di Kilometer 17 dan 35 yang bikin pelari engap. Kini mereka bebas memilih rute sendiri di daerah masing-masing.
Nyaris semua peserta Borobudur Marathon tahun-tahun sebelumnya punya kenangan di Kilometer 17 (untuk kategori maraton setengah) dan Kilometer 35 (maraton penuh). Mereka harus melewati jalan menanjak yang rasanya tidak habis-habis. Tidak sedikit peserta yang harus jalan kaki atau berlari pelan. Ada pula yang otot kakinya keram. Rute itu kemudian dinamai Tanjakan Cinta oleh para pelari.
Selain elevasi, peserta juga harus berjibaku dengan udara panas. Suhu udara di Magelang, Jawa Tengah pada Borobudur Marathon 2019 mencapai 32 derajat Celcius dengan kelembaban di atas 70 persen (Kompas, 16/11/2019).
Jajang Sopandi (29), peserta Borobudur Marathon 2019 dari Karawang, Jawa Barat, merasakan tantangan-tantangan itu. Tantangan jadi semakin berat karena kakinya terkilir hingga bengkak sehari sebelum acara. Beruntung ada warga di sepanjang rute yang mendukung para pelari. Semangat dan adrenalin Jajang terpompa. Rasa sakit di kaki pun tidak lagi terasa.
Semakin jauh kaki melangkah, semakin terasa lah tantangan sebenarnya Borobudur Marathon. Hawa panas mulai ia rasa walau saat itu baru jam 6 pagi. Adapun elevasi di Kilometer 17 memaksa dia berlari lebih pelan. Ia akhirnya finis dalam waktu 1 jam 50 menit di kategori setengah maraton.
“Tahun ini saya mau coba full marathon yang diselesaikan dalam 2-3 kali lari. Untuk menghindari panas, saya berencana lari setelah pulang kerja, sekitar jam 5 sore,” kata Jajang saat dihubungi, Selasa (4/11/2020).
Borobudur Marathon 2020 kini diselenggarakan secara virtual karena pandemi Covid-19. Ada kategori maraton penuh (42,195 kilometer), setengah maraton (21,095 kilometer), 10K (10 kilometer), dan friendship run (3,5 kilometer).
Peserta tidak akan berlari di Magelang, melainkan di daerah masing-masing. Jarak dan waktu tempuh lari akan dicatat melalui aplikasi, kemudian diunggah ke pihak panitia. Peserta bebas menentukan rute lari yang diinginkan.
Rute datar
Jajang mengatakan, ia berencana lari di kawasan perumahan di Karawang. Rute di situ cenderung datar dan dekat dengan jalan raya. Sesekali ada pengendara motor tidak dikenal yang menyemangati dia saat latihan lari di sana. Jajang menjadikan mereka pemandu sorak pengganti warga Magelang yang ramah-ramah.
“Opsi rute kedua adalah lari di kawasan industri. Kawasan itu sepi di akhir pekan sehingga saya bisa lari dengan aman. Rute di sana pun datar,” ucapnya.
Anggota TNI AL yang juga peserta Borobudur Marathon 2020, Muhamad Zainudin Nagara (29), mendaftar di kategori setengah maraton. Ia memilih rute di kawasan perumahan di Jakarta Utara, kemudian dilanjutkan ke kawasan Ancol. Lari dilakukan pagi hari untuk menghindari keramaian.
Peserta tidak akan berlari di Magelang, melainkan di daerah masing-masing. Jarak dan waktu tempuh lari akan dicatat melalui aplikasi, kemudian diunggah ke pihak panitia. Peserta bebas menentukan rute lari yang diinginkan
Opsi kedua ialah lari di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan. Kawasan itu cenderung datar. Adapun ia berencana lari dengan sejumlah teman. Beberapa teman lain akan membantu dengan menjadi water station “berjalan”.
“Pada prinsipnya kami harus jaga kesehatan satu sama lain, terlebih ini sedang pandemi,” kata Zainudin.
Menurut dia, rute Borobudur Marathon di Magelang sangat menantang. Bukan hanya fisiknya yang diuji, namun juga mental. Di Borobudur Marathon 2019 dia belajar banyak tentang seni mendengarkan tubuh. Badan yang lelah tidak boleh dipaksa lari demi memenuhi ego.
“Saat itu saya ikut maraton penuh. Di Kilometer 30, saya lari di pace (kecepatan) 10-15. Padahal sebelumnya saya konsisten di pace 5-7. Pada akhirnya saya finis dalam waktu 5 jam 30 menit. Itu catatan waktu terjelek saya. Tapi tidak apa-apa. Yang penting bisa finis tanpa cidera,” tambah Zainudin.
Rahmad Hidayat (31), peserta Borobudur Marathon 2019 dari Samarinda, juga merasa catatan waktunya tidak baik saat lari di nomor setengah maraton. Ia finis dalam 2 jam 15 menit. Padahal, catatan waktu terbaiknya di kategori setengah maraton ialah 2 jam 9 menit.
“Tahun lalu, kaki saya keram di Kilometer 17. Mental saya sempat jatuh, namun saya semangat lagi karena ingin finis dalam waktu 2 jam,” kata Rahmad.
Tahun ini Rahmad kembali berpartisipasi di kategori setengah maraton. Ia dan teman-teman sekomunitas melakukan simulasi setengah maraton dengan berlari dari Samarinda ke Tenggarong, Kalimantan Timur. Sepanjang perjalanan ia menemui 8-10 jalan menanjak dan menurun.
Kebebasan memilih rute di ajang virtual ini memungkinkan Rahmad dan pelari lain bereksplorasi. Pada akhirnya, rute yang dipilih harus ditunjang dengan kapasitas tubuh dan target sang pelari.
“Kami berencana berlari dalam kota saat race nanti. Kemungkinan rute yang dipilih cenderung datar, tapi ini belum dipastikan. Yang jelas, saya memasang target finis dengan waktu di bawah 2 jam tahun ini,” kata Rahmad.
Meluap-luap
Nyaris semua peserta bicara dengan semangat meluap saat diwawancara tentang pengalaman mengikuti Borobudur Marathon. Ada yang berkata, “Maaf, saya agak norak karena ini pengalaman yang sangat seru.” Ada juga yang mengatakan, “Saking serunya, saya sampai tidak bisa berkata-kata.”
Pengalaman seru juga dirasakan Rahmad. Salah satu momen berkesan buatnya adalah berada di garis start bersama atlet lari nasional Agus Prayogo. Buat Rahmad dan kawan-kawan sekomunitas, Agus itu idola bersama.
“Kami sempat ngobrol bareng walau tidak saling kenal. Pokoknya itu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan,” kata Rahmad. Sang idola berakhir menjadi juara di kategori setengah maraton.
Para peserta mengaku kecewa karena tahun ini harus berlari secara virtual. Namun, mereka memaklumi kondisi saat ini dan bertekat ikut ajang tahun depan jika pandemi selesai. Hal serupa dialami anggota Polri di Magelang sekaligus peserta Borobudur Marathon 2019 dan 2020, Ari Sulistiyono (39).
Rute Borobudur Marathon sangat menantang. Bukan hanya fisiknya yang diuji, namun juga mental. Di Borobudur Marathon 2019 dia belajar banyak tentang seni mendengarkan tubuh. Badan yang lelah tidak boleh dipaksa lari demi memenuhi ego
Kendati tahun ini harus berlari virtual, ia berencana menyelesaikan maraton penuh di rute Borobudur Marathon tahun lalu. “Setahu saya masih ada garis biru (penuntun jalan peserta) di rute tahun lalu. Saya akan ikuti garis itu. Keberadaan water station akan saya ganti dengan warung yang ada di jalan. Jika haus, ya, berhenti, kemudian beli minum di warung,” ucap Ari.
Ari akan berlari virtual bersama 9.000-an pelari lain di seluruh Indonesia dan beberapa negara pada 15-30 November 2020. Hanya sekitar 30 pelari elite yang akan berlari langsung di Taman Lumbini, kawasan Candi Borobudur, pada 15 November 2020.
Sebelumnya, Project Officer Borobudur Marathon 2020 Budhi Sarwiadi mengatakan, panjang rute di Taman Lumbini sekitar 3,5 kilometer. Artinya, para pelari elite akan berlari memutari Taman Lumbini 12 kali untuk mencapai jarak 42,195 kilometer.
Semua orang yang terlibat dalam Elite Race nanti akan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Penyelenggara memastikan kebutuhan atlet akan terpenuhi, mulai dari water station, pos kesehatan, hingga tempat latihan khusus.