Suara klub bulu tangkis, sebagai pihak yang membina pemain sejak dini, layak untuk didengar dalam musyawarah nasional. Munas PBSI tak sekadar memilih ketua umum.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Kepemimpinan Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia ditentukan empat tahun sekali melalui musyawarah nasional yang tahun ini akan diselenggarakan di Tangerang, Banten, 5-6 November. Seperti penyelenggaraan munas sebelumnya, musyawarah yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam PP PBSI itu menjadi panggung bagi pengurus provinsi untuk unjuk diri sebagai pemilik suara.
Tahun ini, agenda utama munas adalah memilih pengganti Wiranto yang memimpin PBSI pada 2016-2020. Dua nama yang telah terdaftar sebagai bakal calon ketua umum adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna dan Ketua Pengurus Provinsi PBSI Banten Ari Wibowo.
Tak ada yang salah dengan kepemilikan suara dalam tubuh PBSI. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PBSI menyebutkan, hak suara hanya dimiliki pengurus pusat (satu suara) serta pengprov, masing-masing memiliki satu suara.
Untuk Munas 2020, hak suara dimiliki 32 dari 34 pengprov. Pengprov Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara tak berhak memilih karena belum membentuk kepengurusan baru seusai musyawarah provinsi.
Pemilik suara dalam induk organisasi cabang paling berprestasi di Indonesia itu berbeda dengan yang berlaku di PSSI. Hak suara institusi sepak bola tertinggi di Indonesia ini terdiri atas pengprov, klub peserta Liga 1, sejumlah klub teratas Liga 2, Liga 3, dan Liga 4, Federasi Futsal Indonesia, serta asosiasi pelatih, wasit, dan asosiasi sepak bola putri.
Meskipun Anggaran Rumah Tangga mendefinisikan anggota PBSI sebagai perkumpulan bulu tangkis yang telah terdaftar di kabupaten/kota di mana perkumpulan itu berdomisili, tetapi institusi ini tidak mempunyai hak suara. Perkumpulan bulu tangkis anggota PBSI harus memenuhi berbagai syarat, di antaranya mempunyai pemain (minimal) 10 orang, susunan pengurus dan pelatih minimal untuk empat tahun, program kerja, dan tempat latihan/lapangan bulu tangkis.
Disuarakan
Keinginan agar perkumpulan/klub memiliki hak suara sebenarnya berkali-kali disuarakan, termasuk dalam Munas 2016, tetapi tak pernah terwujud.
”Klub adalah institusi yang melahirkan dan membina pemain dengan biaya yang tak sedikit, bahkan beberapa di antaranya memperhatikan pendidikan atlet dengan menyekolahkan mereka. Maka, sudah selayaknya institusi dan, mungkin, orang yang berjasa untuk bulu tangkis memiliki hak suara,” ujar Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wigoeno.
Seorang mantan atlet yang kini jadi pelatih menyebutkan hal yang sama. ”Klub adalah pihak yang paling berjasa melahirkan atlet, seharusnya mereka punya hak suara, bukan hanya pengprov. Mungkin tidak semua klub yang bisa diberi hak suara, tetapi hanya klub-klub besar,” katanya.
Mengacu pada usulan tersebut, pemberian hak suara pada klub bisa saja mengacu pada peserta kejuaraan nasional beregu yang berlangsung setiap tahun genap. Peserta kejurnas dalam format beregu campuran ini dibagi dalam Divisi I dan II. Divisi I beranggotakan klub pemasok pemain terbanyak ke pelatnas, seperti Jaya Raya, PB Djarum, dan Mutiara Cardinal, ditambah klub juara dari Divisi II pada kejurnas sebelumnya.
Klub Divisi II, yang umumnya berasal dari luar Jawa, tak mempunyai kontribusi besar seperti klub-klub Divisi I. Akan tetapi, mereka menjadi cerminan klub dengan materi pemain merata pada semua nomor. Tak banyak klub yang memiliki kekuatan pada lima nomor.
Hak suara, sebenarnya, secara tak langsung bisa menjadi motivasi bagi klub untuk menjadi yang terbaik. Klub kecil akan terpacu menyejajarkan diri dengan klub besar agar bisa ikut andil dalam menentukan pemimpin tertinggi mereka.
Meski demikian, mengubah kompisisi pemilik suara tak bisa dilakukan sembarangan. Hal ini hanya bisa dilakukan melalui munas atau munas luar biasa (munaslub).
Proses inilah yang bisa memunculkan benang kusut karena kelompok kerja dalam munas adalah para perwakilan pengprov. Sementara itu, becermin pada penyelenggaraan munas selama ini, agenda yang paling menarik perhatian mereka adalah pemilihan ketua umum. Di sisi lain, munaslub hanya bisa digelar jika ada permintaan dari 2/3 pengprov yang sah.
Sambil terus berharap muncul perubahan signifikan dari munas, selain pemilihan ketua umum, Imelda pun mengingatkan agar semua warga bulu tangkis bisa menjaga nama baik PBSI.
”Jangan sampai ada orang-orang yang mengutamakan kepentingan pribadi tanpa memikirkan nama baik organisasi ini. Jelas, saya tidak rela,” katanya.