Atalanta Versus Liverpool, Sayap-sayap Patah ”Sang Dewi”
Pendukung menjadi salah satu bagian terpenting dalam penampilan fenomenal klub Italia, Atalanta. Kondisi ini menjadi beban ”Sang Dewi” karena akan menjamu Liverpool dalam laga ”hantu” di lanjutan Liga Champions Eropa.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
BERGAMO, SENIN — Tiada artinya berlaga tanpa pendukung. Demikian ucapan legenda sepak bola Britania Raya, Sir Matt Busby. Kalimat kaya makna itu kini dirasakan Atalanta. Tanpa kehadiran pendukung fanatiknya di arena laga, tim berjuluk ”Sang Dewi” itu bagaikan terbang dengan sayap-sayap patah.
Bagi Atalanta, fans adalah roh kehidupan. Tim dari Bergamo, kota kecil di Italia, itu tidak punya sumber daya uang berlimpah dan pemain kelas wahid. Namun, seperti kata pelatihnya, Gian Piero Gasperini, mereka punya kemewahan sendiri, yaitu gairah dan antusiasme yang dihidupi para pendukungnya.
Di tengah ketergantungan akan fans, Atalanta terpaksa kembali menjalani laga ”hantu”, tanpa penonton, dalam lanjutan Liga Champions Eropa. Mereka akan menjamu salah satu raksasa paling ditakuti di Eropa, Liverpool, Rabu (4/11/2020) dini hari WIB, di Stadion Gewiss.
Tim tuan rumah paling dirugikan dari laga hantu ini. Mereka seakan tak bertaring ketika bermain tanpa pendukungnya. Sang Dewi gagal menang pada dua laga terakhir di kandang, termasuk saat ditahan Ajax Amsterdam, 2-2, pekan lalu.
Situasi ini berbanding terbalik dengan musim lalu. Meskipun harus meminjam Stadion San Siro milik tetangganya, AC Milan, Atalanta kerap menghadirkan mimpi buruk bagi tim-tim tamu di Liga Champions.
Fanatisme fans
Sang Dewi begitu dominan karena ditemani warga Kota Bergamo yang rela menempuh jarak 1 jam ke Kota Milan pada hari kerja. Hasilnya, mereka membuat sejarah dengan menembus perempat final pertamanya sejak klub itu berdiri pada 1907. Mereka lantas tersingkir ketika kompetisi itu dilanjutkan di tempat netral akibat pandemi Covid-19.
”Atmosfer Liga Champions sangat luar biasa. Sekali lagi, kami sangat menyesal harus menghadapinya dengan bermain tertutup tanpa penonton. Saya kini hanya bisa membayangkan orang-orang di atas atap (rumah) menunggu Liverpool datang ke Bergamo,” kata Gasperini kepada Sky Sports.
Pendukung Atalanta tak masuk daftar 10 besar terbanyak di Italia. Namun, mereka mempunyai basis pendukung fanatik alias ultras yang begitu ditakuti di Italia : Curva Nord 1907.
Puluhan ribu ultras ini biasa memadati tribune utara stadion atau di belakang gawang. Mereka membentuk dinding manusia, seperti ”tembok kuning” milik Borussia Dortmund. Dinding itu menghadirkan atmosfer bak neraka bagi setiap lawan lewat nyanyian, teriakan, hingga ledakan suar memekakkan.
Tekanan para ultras itu seperti melengkapi gaya bermain Atalanta, yaitu energik, agresif, sekaligus eksplosif. Kombinasi itu membuat tim tamu terdesak di dalam dan luar lapangan.
Terancam pincang
Bagi Atalanta, realitas kian pahit karena musim ini mereka diperbolehkan menggelar laga di rumah sendiri menyusul selesainya renovasi Stadion Gewiss di Bergamo. Namun, itu menjadi kurang berarti tanpa kehadiran fans.
Selain kehilangan sayapnya, Sang Dewi juga terancam pincang. Koran olahraga di Italia, La Gazzetta dello Sport, mengabarkan tujuh pemain utama Atalanta kini terancam absen.
Dinding itu menghadirkan atmosfer bak neraka bagi setiap lawan lewat nyanyian, teriakan, hingga ledakan suar memekakkan.
Rafael Toloi, Hans Hateboer, dan Christian Romero cedera saat tampil menghadapi Crotone, akhir pekan lalu. Mereka menambah panjang daftar pemain cedera Atalanta. Empat pemain lain lebih dulu cedera, di antaranya, Marten de Roon dan Robin Gosens.
Meskipun demikian, Atalanta enggan melempar handuk sebelum berlaga. Mereka bertekad meraih tiga poin di tengah berbagai kesulitan itu.
”Liverpool berada di puncak grup, tetapi kami ingin merebut poin penting ini. Kami bermain di stadion sendiri,” ucap pemain Atalanta, Remo Freuler.
Setali tiga uang, kondisi Liverpool tidak jauh lebih baik. ”Si Merah” mengalami krisis di lini pertahanan. Mereka tidak akan bisa diperkuat bek tangguh, Virgil van Dijk, dan pengganti terbaiknya, Fabinho.
Manajer Liverpool Juergen Klopp pun harus memutar otak untuk mengatasi masalah di lini belakang timnya jelang menghadapi Atalanta, tim Italia yang terkenal sangat ofensif. Akhir pekan lalu, Klopp mencoba bek muda, Nathaniel Phillips, untuk berduet dengan Joe Gomez pada posisi bek tengah.
Debut Phillips di Liga Inggris tersebut berakhir manis. Ia terpilih sebagai pemain terbaik laga yang dimenangi Liverpool, 2-1, atas West Ham United itu.
”Saya sangat puas dengan penampilannya (Phillips). Dia membuat segalanya di lapangan terlihat simpel dan tampil sangat agresif, tetapi tidak membuat pelanggaran. Itu yang kami butuhkan,” puji Klopp.
Liverpool, tim yang memiliki moto ”You’ll Never Walk Alone”, berupaya menjaga tren kemenangan seratus persen di Liga Champions musim ini tanpa penggemarnya. Menyusul diterapkannya kembali pembatasan wilayah, baik di Inggris maupun Italia, menyusul naiknya kasus positif Covid-19, Liverpool akan berjuang sendirian di Bergamo. Tiada fans bisa menemani.
Kehilangan fans tandang cukup berdampak pada juara Liga Champions musim 2018-2019 tersebut. Nyaris tak tersentuh musim lalu, Liverpool sekarang dalam tren laga tandang kurang baik. Mereka hanya sekali menang dari tiga laga tandang di seluruh kompetisi.
Meskipun demikian, Klopp menjanjikan hiburan bagi para pendukungnya di rumah. Mereka akan tampil sepenuh hati. ”Menonton sepak bola pasti membuat mereka (pendukung) senang. Kami bahagia bisa lanjut bermain dan menghadirkan tontonan untuk mereka,” kata Klopp. (AP/REUTERS)