Peserta Borobudur Marathon 2020 bersiap menghadapi ajang lari virtual yang akan berlangsung November 2020. Mereka mengeevaluasi diri dari pengalaman sebelumnya agar bisa finis dengan sehat dan selamat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Untuk yang biasa berlari jarak jauh, beberapa kilometer di awal bukan masalah. Kaki masih ringan, udara masih sejuk, teman-teman di kiri dan kanan juga masih banyak. Tantangan maraton yang sesungguhnya terletak jauh di depan. Hanya yang berjuang sampai akhir yang akan bertemu garis finis.
Letih mulai merayap belasan atau puluhan kilometer selanjutnya. Degup jantung meningkat, otot kaki tegang, napas putus-putus, dan tenggorokan kering. Kalau sudah begitu, ada baiknya berjalan cepat atau berhenti sebentar. Sinyal dari tubuh tidak boleh diabaikan agar tidak cedera.
Ini yang Dyah Ayu Rahma Wulan (29), warga Blitar, Jawa Timur, pikirkan saat menyelesaikan lari setengah maraton pada Borobudur Marathon 2019. Tidak apa jika harus jalan kaki. Yang penting dia bisa finis dengan sehat dan selamat.
”Salah satu rute terberat ada di Kilometer 17 yang menanjak. Saya kelelahan di Kilometer 20 hingga Kilometer 21. Berjalan kaki sepanjang 1 kilometer rasanya, kok, tidak sampai-sampai,” kata Dyah, Kamis (29/10/2020).
Mentalnya diuji kala itu. Namun, semangat dari warga di sepanjang jalur lari dan pelari lain menguatkan dia. Dyah kembali berlari dan berhasil finis dengan catatan waktu 3 jam 25 menit.
”Saya ini pelari keong. Saya tidak mengejar PB (personal base), apalagi podium. Yang penting semangat terus sampai finis dan mendapat PB alias photo banyak,” katanya terkekeh.
Tahun ini Dyah kembali mengikuti Borobudur Marathon 2020 di kategori setengah maraton. Ia akan berlari virtual bersama 9.000-an pelari lainnya di Nusantara dan sejumlah negara lain mulai 15 November 2020. Selain kategori maraton penuh dan setengah maraton, ada pula kategori 10K dan friendship run sejauh 3,5 kilometer.
Dyah berencana menyelesaikan setengah maraton dalam tiga kali lari bersama teman sekomunitas. Lari bersama diyakini lebih menyenangkan. Mereka bisa saling menyemangati sehingga suasana race tetap terasa. Rute dengan tanjakan dan turunan dipilih agar menantang.
Dibimbing pelatih
Bersama komunitas Patria Run, Dyah mempersiapkan diri untuk Borobudur Marathon dengan bimbingan pelatih. Sementara jadwal lari tiga kali seminggu rutin diadakan. Dyah sendiri berlari sejauh 5 kilometer selama 30 menit setiap hari.
Bankir di Tasikmalaya, Jawa Barat, Kankan Iskandar (46), akan berlari di nomor maraton penuh tahun ini. Sejumlah persiapan dilakukan agar kuat menyelesaikan rute sepanjang 42,195 kilometer. Ia ingin fisik dan mentalnya lebih matang dibandingkan saat maraton penuh pertamanya dua tahun lalu. Di Borobudur Marathon 2018, ia mencatat waktu 6 jam 10 menit.
”Saat itu saya tidak punya persiapan yang matang. Bisa finis di bawah cut off time itu keajaiban. Di Borobudur Marathon tahun ini, saya ingin finis dalam waktu 5 jam,” ujar Kankan.
Sebenarnya race benaran itu lebih seru dibandingkan lari virtual. Borobudur Marathon menyenangkan karena ada dukungan langsung dari warga dan teman-teman.
Kankan serius berlatih susai maraton pertamanya. Seorang kenalan kemudian mendatangkan pelatih bagi dia dan teman-teman komunitas lari di Tasikmalaya. Latihan mereka jadi lebih terukur dibandingkan sebelumnya. Kankan menyerap semua arahan dari pelatih. Kini, ketahanannya (endurance) meningkat. Teknik berlari yang benar pun dikuasai.
”Target utama saya tetap finis dengan sehat dan selamat. Karena alasan tertentu, saya akan melakukan multiple race atau lari beberapa kali hingga mencapai 42 kilometer. Rutenya di lingkungan sekitar kantor yang cenderung rata,” kata Kankan.
Dokter muda di Yogyakarta Arief Gustav Verdito (23) akan mengikuti maraton penuh di ajang tahun ini. Tidak seperti Kankan dan Dyah, ia berlatih sendiri tanpa pelatih. Ia belajar dari internet, bertanya ke teman-teman pelari, dan mengikuti kelas singkat tentang teknik berlari.
”Dasar berlari yang benar harus diterapkan dulu. Kalau cara larinya benar, gerakan kita akan efisien. Ini menghemat stamina,” katanya.
Borobudur Marathon akan jadi laga keduanya mengikuti maraton penuh. Dia mengevaluasi diri setelah laga pertamanya awal bulan ini; ketahanannya masih perlu dibangun. Dia mengaku kelelahan di Kilometer ke-35. Ia pun terpacu untuk terus berlatih. Tujuannya agar bisa menempuh 42,195 kilometer tanpa berhenti dalam sekali lari.
Untuk itu, ia menjaga pola makan agar berat badannya stabil. Latihan lari dilakukan di sela menjalani koas. Ia berencana mengitari Jalan Ringroad Barat, Utara, Timur, Selatan, lalu kembali ke Ringroad Barat nanti.
”Setelah mengevaluasi diri sendiri, yang perlu dilatih adalah mental saya agar tidak goyah. Yang penting bagaimana agar saya tetap kuat berlari, tapi tidak memaksakan diri,” ucap Arief.
Pelatih lari Anggia Silalahi dalam siaran Instagram Borobudur Marathon, Minggu (25/10/2020), mengatakan, latihan lari harus disertai dengan latihan fleksibilitas, mobilitas, serta latihan otot inti tubuh (core). Pemanasan menyeluruh tidak boleh dilewatkan.
”Semuanya perlu dilatih karena tubuh kita adalah satu kesatuan. Latihan core itu perlu karena ini yang menentukan kekuatan dan kebahagiaan kita saat lari,” kata Anggia.
Semuanya perlu dilatih karena tubuh kita adalah satu kesatuan. Latihan core itu perlu karena ini yang menentukan kekuatan dan kebahagiaan kita saat lari.
Dia menekankan agar pelari peka membaca kemampuan tubuh. Jika tubuh kelelahan, pelari tidak perlu memaksakan diri demi gengsi. Tubuh bisa cedera jika dipaksakan. Berlari pun jadi tidak menyenangkan lagi.
Baca juga : Kurang Latihan ”Core”, Cedera Pun Menghantui
Karyawan swasta di Jakarta Moh Reza (28) juga berlatih mandiri untuk menyelesaikan setengah maraton bulan depan. Sama seperti Arief, ia belajar dari internet dan teman-teman sekomunitas tentang cara berlari yang tepat.
Targetnya kali ini ialah mencapai waktu terbaik atau PB. PB yang berhasil dicapai di kategori maraton setengah ialah 2 jam 4 menit. Untuk itu, ia rutin berlatih lari empat kali seminggu sambil memperhatikan asupan makanan bergizi.
”Sebenarnya race benaran itu lebih seru dibandingkan lari virtual. Borobudur Marathon menyenangkan karena ada dukungan langsung dari warga dan teman-teman. Ada fotografernya juga. Untuk saat ini, saya cukup lari dengan beberapa teman supaya tidak bete di jalan,” ujar Reza.
Masih pekat di ingatan akan suasana Borobudur Marathon yang melelahkan, namun penuh energi dari keramahan warga. Finis yang selama ini dirayakan dengan euforia kini ditiadakan akibat pandemi. Walau tahun ini garis finis diliputi kesunyian, para pelari tetap akan bersemangat.