Khabib Vs Gaethje, Duel Dua ”Anak” Tuhan dan Penyayang Keluarga
Bertanding melawan Gaethje pada saat ini adalah pertarungan pertama Khabib setelah ditinggal ayah tercintanya. Ia tidak ragu atas kemampuannya secara fisik, tetapi secara mental ia masih terpukul.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·6 menit baca
Pertandingan Khabib Nurmagomedov melawan Justin Gaethje di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Sabtu (24/10/2020) malam ini, adalah hari besar UFC (Ultimate Fighting Championship). Kalangan pemerhati olahraga bela diri campuran (MMA) memprediksi, tarung keduanya bakal menjadi yang terbaik pada 2020 atau Fight of the Year 2020.
Prediksi itu tidak berlebihan. Menurut Presiden UFC Dana White, sudah ada 50 negara yang akan menyiarkan pertandingan itu. Bayaran yang diterima Khabib, sebagai juara bertahan di kelas ringan, mencapai 10 juta dolar AS atau disebut-sebut sebagai honor terbesar dalam pertandingan UFC selama ini. Pertandingan yang dikemas dalam UFC 254 itu jauh lebih besar dari UFC 229 yang mempertemukan Khabib dengan Conor McGregor pada 7 Oktober 2018.
Apa yang menyebabkan pertandingan ini diyakini berjalan menarik? Tidak lain karena kedua petarung memiliki kelebihan yang tidak dimiliki atlet MMA lain. Khabib dikenal sebagai pegulat Rusia tangguh yang tidak pernah kalah. Rekornya masih bersih 28-0. Ia mendominasi lawan-lawannya di semua pertandingan.
Adapun Justin Gaethje adalah petarung ganas yang gigih dan tidak kenal takut terhadap lawannya. Komentator UFC, Joe Rogan, menyebutkan, Gaethje adalah petarung paling brutal yang pernah dikenalnya di UFC. Tidak mengherankan apabila pertemuan antara Khabib dan Gaethje disebut sebagai pertarungan antara ”Paling Dominan” dan ”Paling Brutal” sejagat.
Komentator UFC, Joe Rogan, menyebutkan, Gaethje adalah petarung paling brutal yang pernah dikenalnya di UFC.
Nama Khabib sudah lebih dulu terkenal, terutama setelah ia mengalahkan salah satu petarung hebat ”besar mulut”, Conor McGregor, pada Oktober 2018, dalam sebuah pertandingan yang berakhir ricuh. Khabib lepas emosi setelah mengalahkan McGregor yang sebelumnya dianggap menghina agama, keluarga, dan negara Khabib. Saat melawan McGregor, tidak sedikit orang menganggapnya sebagai petarung yang merepresentasikan Islam melawan golongan kafir.
Meski dikenal sebagai petarung ganas di arena bersegi delapan (oktagon), Khabib dikenal ketat menjalankan syariat Islam. Sebelum bertanding, ia akan berdoa, mengangkat kedua tangannya ke atas memohon rida Yang Kuasa. Setelah menang, ia akan bersujud di lantai matras.
Khabib sangat mencintai keluarganya, terutama ayahnya, Abdulmanap Nurmagomedov, yang meninggal dunia awal Juli 2020. Ia tidak takut terhadap ancaman UFC yang sempat menskornya setelah membuat ricuh di ujung pertandingan melawan McGregor. Ia lebih takut hukuman ayahnya yang mengajarkan segalanya kepada dirinya sejak kecil.
Ditinggal ayah
Bertanding melawan Gaethje pada saat ini adalah pertarungan pertama Khabib setelah ditinggal ayah tercintanya. Ia tidak ragu atas kemampuannya secara fisik, tetapi secara mental ia masih terpukul.
Uniknya, makhluk yang disebut paling brutal di UFC, Gaethje, juga sangat menyayangi keluarga. Ia juga mencintai ayahnya, yang dianggapnya mengajarkan segala hal kepada dirinya semenjak kecil. Kakeknya adalah seorang petinju dan ayahnya juga atlet bela diri. Ia telah berlatih olahraga bela diri sejak umur 4 tahun.
Gaethje merupakan umat Katolik yang taat. Di lengannya sebelah kanan atas terdapat sebuah tato berbentuk salib yang cukup besar. Sebelum dan sesudah bertanding, ia akan menggerakkan tangan membentuk salib. Saat menaklukkan Tony Ferguson pada Mei lalu, Gaethje mengatakan, kemenangannya adalah berkah dari Tuhan.
Jadi, Khabib dan Gaethje adalah dua ”anak Tuhan” yang baik. Keduanya juga mencintai dan dicintai keluarganya.
Secara teknis, kemampuan Khabib di oktagon sudah tidak diragukan. Namun, lawannya juga petarung luar biasa. Sebelum bertanding melawan Khabib, Gaethje menang secara meyakinkan saat melawan Tony Ferguson pada Mei 2020. Padahal, saat itu Gaethje adalah pemeran pengganti dadakan setelah Khabib mundur dengan alasan menghindari Covid-19.
Tak terkalahkan
Sebelum bertanding di UFC, Gaethje adalah juara tidak terkalahkan di ajang World Series of Fighting (WSOF). Dasar ilmu bela dirinya adalah gulat. Saat SMA, ia menjadi juara gulat di kampung halamannya, Arizona, dan menjadi pegulat nasional terkenal dari kampusnya di Colorado.
Debut amatirnya di seni bela diri campuran sudah dimulai ketika berusia 20 tahun, yaitu melawan Ben DeAnda pada 2008. Pada saat itu, ia belum memiliki pengalaman menyerang (memukul) dan lebih mengandalkan ilmu gulat untuk mendominasi lawan. Ia memenangi pertandingan setelah membanting lawannya ke matras sampai pingsan.
Pada 2011, saat mahasiswa, ia sudah memulai debut profesional di ajang Rage in the Cage. Lawan pertamanya adalah Kevin Croom. Kala itu, ia sudah mulai banyak menyerang meski masih menunjukkan dasar gulat. Ia menang dengan teknik kuncian leher melawan Sam Young pada Rage in the Cage 162. Itulah satu-satunya kemenangannya dengan teknik kuncian sampai saat ini.
Khabib dan Gaethje adalah dua ’anak Tuhan’ yang baik. Keduanya juga mencintai dan dicintai keluarganya.
Pada 2013, Gaethje meninggalkan Rage in the Cage dan menuju ajang yang lebih tinggi di World Series of Fight yang baru digelar pada 2012. Saat itu, ia sudah mengembangkan serangan dengan menggunakan kaki. Ia fokus menendang paha lawannya yang bertumpu di depan. Setelah kuda-kuda lawan lemah akibat serangan kaki, Gaethje akan menghajar lawannya dengan mudah. Teknik itu masih tetap dipertahankannya sampai sekarang.
Pada 12 Maret 2016, ia bertarung terakhir di WSOF melawan petarung veteran tangguh asal Brasil, Luis Firmino, yang memiliki dasar ilmu jujitsu. Itu adalah pertandingan mempertahankan gelar juara dunia kelas ringan untuk yang kelima kali. Ia kemudian berpindah ke UFC tahun 2017.
Di UFC, Gaethje harus mengakui lawan-lawannya adalah petarung besar kelas dunia sesungguhnya yang mampu mengungguli kemampuannya. Dua kali ia kalah saat melawan Eddie Alvarez dan Dustin Poirier. Dua-duanya dengan KO.
Pakem menyerang
Meski kalah, pertandingan Gaethje melawan Alvarez dan Poirier adalah pertarungan yang sangat menarik. Gaethje tampil menyerang habis-habisan tanpa pernah takut terkena serangan balik lawannya. Pertahanannya sangat lemah atau nyaris tanpa pertahanan sama sekali. Ia meyakini pertahanan terbaik adalah dengan menyerang.
Kenapa Gaethje bertanding tidak menggunakan ilmu gulat dan lebih mengutamakan menyerang? Ternyata, menurut Gaethje, gaya menyerang lebih enak ditonton daripada gulat. Menyenangkan penonton lebih bagus, apalagi bisa memenangi pertandingan.
Kekalahan kedua melawan Poirier sangat membekas dan membuatnya sedikit mengubah taktik. Ia tetap menyerang lawan dengan ganas, tidak kenal takut. Lalu, menendang keras kuda-kuda lawan sampai lemah, maju terus pantang mundur dan kalem saat menerima pukulan balasan lawan.
Saat melawan Tony Ferguson yang lebih diunggulkan, Gaethje tampil lebih sabar, penuh hitungan, dan menggunakan teknik spektakuler dan terukur. ”Setelah kalah, saya mengerti apa yang salah,” kata Gaethje selepas pertandingan melawan Ferguson.
Untuk melawan Khabib, Gaethje mempersiapkan diri lebih keras dari sebelumnya. Ia mengatakan tidak takut melawan lawannya yang lebih mengandalkan gulat. Ia meyakini memiliki kemampuan ilmu gulat yang setara dengan Khabib, tetapi ditambah pukulan dan tendangan yang lebih keras.
”Saya sangat senang mempersembahkan tanding (UFC) antara AS dan Rusia,” ujarnya.
Khabib pun sudah mengenal kemampuan lawannya. Ia mengakui, Gaethje adalah lawan yang sangat tangguh. Dalam wawancara dengan Dana White sebelum pertandingan, ia mengatakan, Gaethje merupakan lawan ”luar biasa” pada ronde pertama.
Namun, pada ronde kedua, ketiga, dan seterusnya, ia sudah menjadi lawan yang biasa saja. ”Orang boleh mengatakan ia (Gaethje) memiliki kemampuan gulat yang bagus. Namun, ia belum mengenal gulat Dagestan. Gulat Dahestan berbeda dengan gulat Amerika,” kata Khabib.
Jadi, bagaimana hasil pertandingan nanti? Apakah manusia paling dominan bakal menang atau yang paling brutal lebih unggul? Mari kita saksikan bersama. (Disarikan dari berbagai sumber).