Para pesepak bola berharap kompetisi musim 2020 tetap bisa dilanjutkan di tengah pandemi. Kerinduan akan atmosfer laga dan masalah kesulitan finansial membuat para pemain membutuhkan kompetisi resmi.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Terhentinya kompetisi sepak bola sejak Maret lalu akibat pandemi Covid-19 membuat para pesepak bola di Tanah Air merana. Para pengais rezeki dari lapangan hijau merasakan titik terendah di dalam karier mereka. Situasi kini lebih sulit dibandingkan dengan ketika sepak bola Indonesia dibekukan FIFA pada 2015-2016.
Keberlanjutan liga tahun ini masih teka-teki, terlepas PSSI, PT Liga Indonesia Baru, dan klub-klub sepakat menggulirkan kembali Liga 1 dan Liga 2 mulai 1 November mendatang. Pelaksanaan liga itu masih butuh izin keramaian dari Polri.
Dalam situasi serba tak pasti itu, para pesepak bola juga tidak bisa mencari penghasilan lain dari turnamen antarkampung (tarkam). Hal itu tidak terlepas dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan sejumlah provinsi untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Tak pelak, Asri Akbar (36), pemain senior Persijap Jepara, telah enam bulan lamanya tidak merasakan laga. Itu masa vakum terlamanya selama 17 tahun berkarier di sepak bola. Kali terakhir ia tampil adalah pada 15 Maret lalu di ajang Liga 2.
”Pada 2015 silam, liga memang dihentikan. Akan tetapi, PSSI masih mengadakan banyak turnamen. Lalu, di sela-sela turnamen itu, tarkam juga jalan. Kalau sekarang, benar-benar tidak ada kompetisi. Jadi, seluruh pemain merasakan kesulitan, terutama dari sisi finansial,” kata Asri, yang ikut mengantarkan Persija Jakarta meraih trofi juara Liga 1 musim 2018, dihubungi dari Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Penting untuk ke timnas
Hal serupa disampaikan kiper Madura United, Muhammad Ridho Djazulie. Pemain tim nasional Indonesia itu sangat berharap Liga 1 kembali dilanjutkan di tahun ini. Menurut Ridho, kompetisi amat dibutuhkan pemain untuk menjaga penampilan para pemain, terutama untuk memperebutkan tempat di tim ”Garuda”. Ridho pun berambisi kembali mengenakan seragam timnas Indonesia pada Piala AFF yang akan digelar 11 April hingga 8 Mei 2021.
”Kami ingin sekali merasakan atmosfer pertandingan lagi,” ucap Ridho.
Kapten Persiraja Banda Aceh, Mukhlis Nakata, pun berharap PSSI dan PT Liga Indonesia Baru bisa segera memberikan kepastian terkait kelanjutan liga musim ini. Seluruh skuad timnya, yang berjuluk ”Laskar Rencong”, telah siap menjalani Liga 1. Mereka bahkan telah tiba di Yogyakarta sejak akhir September lalu.
”Kami sudah siap. Sebaiknya, liga dilanjutkan. Namun, kalau memang berisiko, ya dibatalkan saja,” katanya.
Sejak Liga 1 dan Liga 2 dihentikan, pertengahan Maret lalu, PSSI telah mengeluarkan keputusan untuk memberikan kewenangan kepada klub memotong gaji pemain pada periode Maret hingga Juni lalu. Dalam keputusan itu, setiap klub diizinkan memberikan gaji kepada pemain maksimal 25 persen dari nilai kontrak.
Kondisi itu membuat pemain seperti Asri hanya menerima gaji sebesar 15 persen dari nilai kontrak yang telah ia sepakati dengan Persijap selama enam bulan terakhir. Kondisi itu membuat Asri harus menguras uang tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi finansial Asri terasa kian sulit mengingat ia tidak punya usaha untuk menjadi ”pelampung” pendapatan di masa pandemi ini.
Meski begitu, nasib Asri pun masih lebih baik dari mayoritas pemain di Liga 2. Berkat kariernya yang relatif bagus dan pernah membela sejumlah klub besar nasional, seperti Persija, PSM Makassar, Persib Bandung, dan Sriwijaya FC, Asri memiliki tabungan yang menjadi penolong baginya dan keluarganya di masa sulit ini.
Adapun mantan kiper PS Hizbul Wathan, Choirul Nasirin, harus berurusan dengan aparat hukum, Mei lalu. Kurangnya pendapatan akibat dihentikannya kompetisi membuat Choirul terjerumus ke bisnis peredaran narkoba.
Ia pun ditangkap dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur. Choirul lantas dipecat klubnya. Ia baru menjalani satu laga di Liga 2, versus Persijap, Maret lalu.
”Kami berharap liga segera dimulai. Jika tidak, pasti sangat bahaya (finansial pemain). Dengan bergulirnya liga, kami bakal menerima 60 persen gaji, lebih baik dibandingkan di masa kompetisi terhenti,” ucap Asri kemudian.
Hal serupa disampaikan Ridho. ”Saya harapkan liga bisa berjalan karena hal itu berdampak kepada seluruh klub, ofisial pertandingan, pelatih, dan pemain yang mengais rezeki di sepak bola,” ujarnya.
Di masa pandemi ini, Ridho sempat membantu istrinya berjualan makanan ringan di bulan Ramadan lalu. Hal itu dilakukan untuk mengisi waktu luang karena tidak adanya aktivitas pertandingan.
Di sisi lain, penundaan Liga 1 membuat para pemain Persiraja kini ”telantar” di Yogyakarta. Mereka terpaksa tetap bertahan di Yogyakarta, markas sementara mereka, sambil menunggu kepastian nasib kompetisi sekaligus berlatih.
”Kami sebenarnya sudah siap bermain, tetapi kompetisi ditunda. Kami kaget dan kecewa karena tidak mungkin balik lagi ke Aceh,” kata Mukhlis, pemain Persiraja.
Pilihan tetap bertahan di Yogyakarta dinilai lebih efisien dari segi waktu dan biaya ketimbang jika pulang ke Aceh. Jika ada kepastian Liga 1 bisa dilanjutkan, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya ganda hanya untuk transportasi.
Mantan kiper PS Hizbul Wathan, Choirul Nasirin, harus berurusan dengan aparat hukum, Mei lalu. Kurangnya pendapatan akibat dihentikannya kompetisi membuat Choirul terjerumus ke bisnis peredaran narkoba.
Meninggalkan keluarga
Namun, keputusan itu menuntut pengorbanan para pemain. Mereka harus meninggalkan keluarga dan hal-hal lainnya. Mukhlis, misalnya, meninggalkan anak, istri, dan pekerjaan lainnya di Bank Aceh. Selama berada di Yogyakarta, Mukhlis harus rela tidak mendapatkan pendapatan dari bank tersebut karena ia hanya dibayar jika bekerja.
Selain Persiraja, klub dari luar Jawa, seperti PSM, Barito Putera, dan Borneo FC, juga tengah menunggu kepastian jadwal baru Liga 1 musim luar biasa 2020 di Yogyakarta. Sementara itu, Persipura Jayapura memilih Malang, Jawa Timur, sebagai markas sementara di kompetisi tahun ini.
Adapun juara bertahan Liga 1, Bali United, batal terbang ke Yogyakarta, awal Oktober lalu. Mereka memilih melanjutkan persiapan di Bali. Semua klub dari luar Pulau Jawa diharuskan meninggalkan daerah asalnya untuk berlatih dan berlaga secara terpusat di ”gelembung” Yogyakarta atau Malang
Perlu solusi agar mereka bisa tetap bertahan, tanpa mengabaikan ancaman keselamatan dari pandemi....