Salah satu harapan terbesar Eduardus Nabunome adalah lahirnya pelari-pelari tangguh Tanah Air yang bisa memecahkan rekor-rekornya. Ini menjadi tantangan besar bagi para penerusnya.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·3 menit baca
Kepergian mantan pelari jarak jauh legendaris, Eduardus Nabunome (52), membuat Indonesia kembali berduka dan kehilangan salah satu atlet terbaik. Dua rekor nasional lari milik Eduardus bahkan belum bisa terpecahkan sampai sekarang. Kini saatnya para pelari muda menggenggam ”tongkat estafet” Eduardus dan melanjutkan misi mengharumkan nama bangsa dari cabang atletik.
Pelari kelahiran Nusa Tenggara Timur, 21 April 1968, itu tutup usia pada Senin (12/10/2020) malam di Jakarta akibat serangan jantung. Eduardus yang disemayamkan di rumah duka di kawasan Pinang Ranti, Kampung Makassar, Jakarta Timur, meninggalkan istri, Marcelina Ina N Piran, dan enam anaknya.
”Harus diakui, Indonesia kehilangan salah satu atlet terbaik yang pernah ada. Eduardus boleh disebut sebagai raja lari jarak jauh yang terus mencintai atletik, melatih sampai akhir hayatnya. Sosoknya telah menginspirasi atlet-atlet generasi berikutnya,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Tigor Tanjung ketika dihubungi, Selasa (13/10/2020).
Kecintaan Eduardus terhadap atletik tidak pernah pudar. Setelah pensiun menjadi atlet, ia kemudian mendedikasikan diri sebagai pelatih, baik di Eduard Athletic Klub maupun pemusatan latihan daerah atletik DKI Jakarta.
”Totalitas dan kecintaannya terhadap atletik itulah yang patut diteladani. Selama menjadi atlet, dia punya bakat dan mau bekerja keras. Saya rasa kunci keberhasilannya adalah disiplin dan kerja keras itu,” ujar Tigor.
Berkat kombinasi bakat dan kerja keras itu, Eduardus kemudian menjadi pelari jarak menengah dan jauh yang sulit ditaklukkan pada era 1980 hingga 1990-an. Ia meraih medali emas nomor lari 10.000 meter SEA Games tahun 1987, 1989, dan 1991. Pada SEA Games 1987 dan 1989 itu pula Eduardus meraih emas di nomor 5.000 meter.
Eduardus terus mematok standar tinggi dengan mencatat sejumlah rekor nasional yang menanti untuk dipecahkan para pelari generasi berikutnya. Dua rekor nasional, di antaranya, sampai saat ini sulit terpecahkan, yaitu catatan waktu 29 menit 25 detik di nomor lari 10 kilometer jalan raya pada 1989 dan rekor lari maraton dengan waktu 2 jam 19 menit 18 detik yang tercipta pada PON Jakarta 1993.
Pada 2018, Eduardus pernah mengingatkan bahwa rekor itu sudah terlalu lama bertahan. ”Sampai saat ini, jangankan melewati atau menyamai, mendekati catatan waktunya itu saja tidak ada,” katanya (Kompas, 24 Maret 2018).
Di sisi lain, Eduardus juga senang masyarakat semakin antusias menggeluti olahraga lari. Ia pun berharap lomba-lomba lari terus diadakan sehingga menjadi wadah untuk memunculkan pelari-pelari tangguh lainnya.
Regenerasi atlet menjadi perhatian Eduardus sejak lama. Pembinaan yang benar, menurut Eduardus, tidak hanya dengan memperbanyak lomba atau wadahnya, tetapi juga menempatkan si atlet dalam turnamen atau lomba yang tepat.
”Atlet potensinya bagus, tetapi tergantung prosesnya bagaimana, jadi harus pandai-pandai menangani atlet,” kata Eduardus (Kompas, 30 Agustus 2001).
Tantangan
Rekor-rekor Eduardus itu pun menjadi tantangan bagi para pelari nasional yang menjadi penerusnya. Atlet yang menjadi salah satu penerusnya, Agus Prayogo, tetap bertekad bisa memecahkan rekor Eduardus.
”Terakhir bertemu dengan Eduardus pada Agustus 2019, beliau selalu bertanya kapan saya bisa memecahkan rekornya. Saya sendiri berjanji untuk bisa melakukannya,” kata Agus.
Menurut Agus yang meraih emas pada nomor maraton di SEA Games 2019 itu, rekor-rekor Eduardus itu tercipta di lintasan jalan raya yang memang menantang. Tidak mudah mencatat waktu terbaik karena ada banyak faktor yang memengaruhi, seperti rute dan kondisi trek yang tidak rata.
Sampai saat ini, jangankan melewati atau menyamai, mendekati catatan waktunya itu saja tidak ada.
Pelari seperti Agus mendapat banyak inspirasi dari Eduardus, terutama dari mentalitasnya. Agus sangat kagum dengan daya juang dan sikap sederhana Eduardus. Meski menjadi pelari legendaris, Eduardus di mata Agus tetaplah sosok yang rendah hati.
Agus dan pelari-pelari lainnya sudah memegang ”tongkat estafet” dari Eduardus dan terus berlari. Kini, Indonesia masih menanti siapa yang lebih dulu sampai di garis finis untuk memecahkan rekor Eduardus. Sebuah momen yang terus dinanti Eduardus hingga ia menutup mata.