LeBron James, ”Pemahat” Dinasti Terbaik NBA
Pemain LA Lakers, LeBron James, membawa timnya menjuarai NBA. Lakers akhirnya juara lagi setelah menanti satu dekade.
Dua bulan lagi, LeBron James berusia 36 tahun. Bukan menatap pensiun, pebasket tua itu justru memimpin LA Lakers melepas dahaga juara selama satu dekade. Kehebatan tersebut menasbihkannya sebagai ”pemahat” dinasti terbaik sepanjang masa.
Sudah habis. Begitulah pendapat banyak orang ketika James pindah dari Cleveland Cavaliers ke Lakers pada 2018. Masa keemasannya dianggap sudah berlalu. Usianya dinilai terlalu tua untuk membangunkan dinasti Lakers yang lama terlelap.
Keraguan semakin besar karena mayoritas fans Lakers tak punya rasa hormat kepadanya. Para fans tumbuh dengan membenci James. Dia merupakan salah satu rival dari ikon klub, Kobe Bryant. Kehadiran James dikhawatirkan mengusik warisan Bryant.
Pada musim pertama, keraguan itu terbukti. James gagal total akibat cedera pangkal paha yang membuatnya absen lama. Dia untuk pertama kali, dalam 13 musim terakhir, gagal membawa timnya lolos ke playoff. Lakers pun melanjutkan era mata suri prestasi yang sudah terjadi sejak 2010.
Kredibilitas pemain berjuluk ”Sang Raja” ini terguncang. Salah satu pengamat sekaligus mantan pelatih NBA, Jeff Van Gundy, menilai, James bukan pebasket tepat untuk Lakers. ”Lebih baik Lakers menukarnya dengan pemain lain,” katanya pada Maret 2019, dikutip The New York Times.
Namun, pria kelahiran Akron, Ohio, ini tidak menyerah. Dia bangkit dari cedera dan ”menggila” pada musim kedua. Hasilnya, Senin (12/10/2020), di ”gelembung” Orlando, skuad Lakers berpesta merayakan gelar juara ke-17. Mereka akhirnya juara lagi setelah menanti satu dekade.
Pembuktian James tuntas. Dia juga terpilih sebagai Most Valuable Player (MVP) Final. Total 11 juri sepakat pria berusia 35 tahun ini sebagai pemain paling penting bagi Lakers saat mengalahkan Miami Heat di partai puncak.
Pengakuan sekaligus pujian datang langsung dari legenda hidup Lakers, Magic Johnson. ”James sangat berarti untuk waralaba (Lakers) yang sedang kesulitan. Kami sempat berjuang (untuk sukses), tetapi kini sudah mampu kembali, berkat seorang James,” ucapnya kepada ESPN.
Setelah pesta juara, dalam konferensi pers, James mengisap cerutu dengan wajah sedikit mendongak ke atas. Gaya santai dan sedikit angkuh itu seakan ditujukan kepada para pembencinya. Dia seperti berucap, jangan sekali-kali meragukan ”Sang Raja”.
”Saya sudah berjanji mengembalikan klub ini ke tempat seharusnya. Ini sudah terwujud. Kami ingin rasa hormat, untuk Rob Pelinka (manajer umum), Frank Vogel (pelatih), sampai Jeannie Buss (pemilik). Saya juga menginginkan rasa hormat itu,” ucapnya.
Penampilannya musim ini adalah sebuah fenomena. Usianya dua bulan lagi genap 36 tahun. Namun, pria kelahiran 1984 ini justru semakin dominan ketika pemain lain seusianya banyak yang sudah pensiun.
Statistik bisa menggambarkan betapa dominan dan eksplosif dirinya. Di final, dia memimpin tim dalam tiga aspek penting, poin (29,8), rebound (11,8), dan asis (8,5). Pebasket musim ke-17 ini masih bisa bermain dengan intensitas tinggi lebih dari 40 menit setiap gim. Semua itu memperjelas, James belum habis.
Pemahat dinasti
Prestasi musim ini melambungkan status James sebagai pemain legendaris. Kini, dia menjadi satu-satunya pemain yang bisa meraih juara sekaligus MVP Final di tiga klub berbeda, Heat (2012, 2013), Cavaliers (2016), dan Lakers (2020).
Sepanjang sejarah belum ada pemain yang pernah melakukan hal serupa. Prestasi ini bahkan tidak bisa dilakukan para legenda yang selalu muncul dalam daftar greatest of all time (GOAT), seperti Michael Jordan, Magic Johnson, ataupun Kareem Abdul-Jabbar.
Scottie Pippen, duet Jordan di Chicago Bulls era 90-an, menilai, James telah melahirkan warisan spesial di NBA. Warisan itu membedakannya dari para legenda lain. ”Dia memimpin tim pada usia 35 tahun, musim ke-17, melakukan sesuatu yang belum pernah terjamah,” tuturnya.
”Sang Raja” membuktikan, dirinya bagaikan bibit ajaib. Setiap pindah ke tempat baru, dia menyulap ladang tandus menjadi subur. Semua itu telah terbukti bersama Heat, Cavaliers, dan Lakers.
Sebelum kedatangannya, Heat enam tahun tanpa gelar juara, Cavaliers tidak pernah juara sejak berdiri 1970, dan Lakers puasa gelar satu dekade. Setelah James hadir, tiga klub ini bernasib sama. Mereka langsung juara dalam waktu singkat.
Dampak kehadiran James terasa di dalam dan luar lapangan. Dari dalam, salah satu pemain dengan kemampuan terlengkap dan jiwa kepemimpinan sudah pasti meningkatkan kualitas tim.
Namun, tidak hanya itu. Hal yang sering tidak terlihat justru kontribusnya di luar lapangan. Dia punya kemampuan membentuk dinasti. Menurut penulis NBA, Brian Windhorst, James datang tidak hanya sebagai pemain. Dia juga membantu peran pelatih dan manajer umum.
Dengan insting dan kepintaran dalam basket, pemain bertubuh atletis ini sering menentukan kebijakan klub. Dia memilih sendiri pemain yang akan bermain dengannya. Pemain yang bisa membawa klub juara bersamanya.
Contoh nyata adalah peran di Lakers. Setelah pindah, James langsung meminta klub menghadirkan megabintang lain, Anthony Davis dan pemain veteran Rajon Rondo. Hasilnya berbuah manis ketika kedua pemain tersebut berkumpul pada musim ini.
Hal serupa dilakukan di Cleveland. Dia mengajak pemain yang menjadi kepingan juara, Kevin Love. Sementara itu, di Heat agak berbeda. Dia yang pindah ke tim tersebut karena tahu Dwyane Wade dan Chris Bosh bisa mengantarnya menuju gelar juara pertama.
Tiga peristiwa ini memperlihatkan, James memahami basket lebih dari siapa pun. Dia punya visi yang mungkin lebih hebat dari banyak petinggi klub NBA. Mengumpulkan kepingan juara untuk membentuk dinasti sangatlah sulit.
Megabintang LA Clippers, Kawhi Leonard, menyadari kesulitan itu. Pada awal musim ini, Leonard mengajak Paul George ke Clippers untuk membentuk dinasti juara. Namun, hasilnya justru nol besar. Keduanya gagal total pada musim pertama, berbanding terbalik dengan kisah James.
Kemampuan itulah yang membuat James pantas menyandang status sebagai pemahat dinasti terbaik sepanjang sejarah. Bahkan, sang pelatih, Vogel, menyebutnya sebagai anugerah terbesar dalam permainan basket. ”Dia adalah yang terhebat. Jika Anda berpikir sebaliknya, Anda tidak mengerti,” ucapnya.
Manusia spesial
Di luar dunia basket, James adalah sosok manusia luar biasa. Kariernya bersih dari kontroversi soal kehidupan. Ikon NBA ini justru sangat aktif dalam hal-hal tentang kemanusiaan, terutama semua yang terkait dengan ketidaksetaraan rasial.
Pria yang hidup dalam kemiskinan sejak kecil bersama ibunya ini sangat vokal di dalam ”gelembung”. Dia sempat memimpin aksi boikot para pemain karena penembakan kepolisian Amerika Serikat yang terus terjadi kepada warga kulit hitam.
Baca juga: LA Lakers Juara NBA
Saat itu, James meminta pemain lain untuk menuntut aksi nyata dari petinggi klub dan liga. Semua itu dilakukan demi menghapus sistem yang selama ini terbukti melahirkan bibit-bibit rasial.
”Kami semua ingin negara ini bisa lebih baik di kemudian hari. Kami akan terus melanjutkan perjuangan setelah keluar dari gelembung. Kami akan terus melawan hal-hal yang berseberangan dengan cinta,” kata pemilik sekolah bagi anak-anak kurang mampu di Akron tersebut. (AP)
LeBron Raymone James
Lahir: Akron, Ohio, AS, 30 Desember 30 1984
Tim: LA Lakers
Karier: 2003-sekarang (17 musim)
Prestasi:
- Juara NBA 4 kali (2012, 2013, 2016, 2020)
- MVP Final 4 kali (2012, 2013, 2016, 2020)
- MVP NBA 4 kali (2009, 2010, 2012, 2013)
- Tim All-NBA 16 kali