Gelar Supremasi "Raja dan Pangeran" Lakers
Los Angeles Lakers menyambut masa depan cerah setelah mengakhiri satu dekade puasa trofi juara NBA bersama LeBron James dan Anthony Davis. Mereka akan terus menjaga kejayaan ”dinasti” Lakers di musim-musim mendatang.
Satu dekade terakhir, jalan-jalan di sekitar pusat kota Los Angeles, Amerika Serikat, selalu senyap seusai final NBA. Namun, masa-masa itu telah berlalu. Kemarin, ribuan warga LA, pendukung Lakers, berhamburan di jalan untuk merayakan gelar juara tim kebanggaan mereka tersebut.
Pesta yang sudah sangat lama tidak terjadi itu berlangsung sangat meriah di sekitar Staples Center, markas kebanggaan Lakers. Saking ramai dan tidak terkontrol, Kepolisian California sampai menutup akses ke pusat kota LA.
Euforia ini kembali hadir setelah Lakers memastikan gelar juara ke-17 NBA pada Senin (12/10/2020) WIB di ”gelembung” Orlando. LeBron James dan rekan-rekannya juara musim ini seusai menaklukkan Miami Heat, 4-2, di final.
Baca juga : Tuntasnya Janji Juara Lakers untuk Kobe Bryant
Kemeriahan yang terjadi ini merupakan pelampiasan dahaga prestasi para pendukung klub basket ternama itu. Terakhir kali Lakers Nation, julukan fans klub NBA itu, berpesta seperti ini adalah pada 2010, yaitu saat masih dipimpin almarhum Kobe Bryant.
Pesta meriah juga berlangsung di ruang ganti Lakers di Orlando. Para pemain skuad berjersei kuning dan ungu itu saling menyiram sampanye. Bintang Lakers, LeBron James, tampak sangat menikmati momen itu. Dia berbaring di lantai sambil mengisap cerutu, lalu menelepon ibunya, Gloria.
Ada momen istimewa yang tertangkap kamera saat pesta ini. James dan Anthony Davis berfoto bersama sambil memegang trofi. James dengan trofi Most Valuable Player (MVP) final miliknya, sedangkan Davis dengan trofi juara. Foto ini identik dengan potret duo legendaris Lakers era 2000-an, Bryant dan Shaquille O’Neal.
Baca juga : Tembakan Terakhir Sang "Black Mamba"
Foto tersebut amat bermakna. James dan Davis sudah siap meneruskan duo legendaris Lakers tersebut. Mereka adalah simbol kejayaan ”dinasti” baru Lakers. Kedua pemain bertubuh atletis ini sangat dominan, membuat Lakers nyaris tak tersentuh dalam perjalanannya menuju takhta juara.
Sebuah statistik bisa menggambarkan dominasi mereka. James dan Davis merupakan dua pemain dengan poin terbanyak sepanjang playoff. Terakhir kali duet yang bisa melakukan performa itu adalah Bryant dan O’Neal pada 2002.
Tim Legler, pengamat dan mantan pemain NBA, berkata, kombinasi James dan Davis sangatlah komplet. Keduanya saling melengkapi. James butuh bakat dan energi Davis, sedangkan Davis butuh kepemimpinan dari sosok James.
”Tidak ada satu pun yang bisa melengkapi James lebih baik dari Davis, begitu juga sebaliknya. Mereka kombinasi sempurna, mulai dari kekuatan fisik, kemampuan, hingga sikap,” ucap Legler.
James paham dia butuh Davis, seperti halnya Michael Jordan dengan Scottie Pippen di Chicago Bulls. Maka itu, saat datang ke Lakers pada 2018, ”Sang Raja” langsung meminta petinggi tim, Jeanie Buss dan Rob Pelinka, memboyong Davis dari New Orleans Pelicans. Permintaan itu baru bisa dikabulkan pada awal musim ini.
Baca juga : The "Last Dance" Ungkap Kisah Legendaris Bulls
Menepis keraguan
Hasilnya, duo fenomenal ini langsung padu di bawah asuhan pelatih Frank Vogel. Mereka menepis keraguan dari pendukung. Sebelumnya, James dianggap terlalu tua, 35 tahun, untuk bisa memimpin tim menuju gelar juara. Adapun Davis dinilai tidak bermental juara karena belum pernah melaju jauh di playoff bersama Pelicans.
Nyaranya, mereka seolah diciptakan untuk bersama. Tiada ego pribadi. Hal itu berbeda dengan duo hebat di tim-tim lainnya yang gagal total, misalnya Kawhi Leonard dan Paul George di LA Clippers.
Menurut James, sangat mudah bermain dengan Davis. ”Kami tidak punya ego dan berupaya saling percaya. Kami ingin yang terbaik untuk tim, di dalam maupun luar lapangan. Dia (Davis) mirip saya waktu muda, saat datang ke Heat,” ucap James yang sudah meraih empat cincin juara NBA.
James datang ke Heat pada usia 26 tahun sebagai pebasket tanpa gelar juara. Di sana, dia dibantu seniornya, Dwyane Wade dan Chris Bosh. Hasilnya, dia meraih dua gelar juara bersama Heat. James ingin melakukan hal sama untuk Davis yang datang sebagai pemain nirgelar di usia 26 tahun.
Ketiadaaan ego di antara mereka terlihat saat penyerahan MVP final kepada James. Bukannya cemburu, Davis justru menghampiri seniornya itu. Mereka kemudian melakukan tos dan saling memeluk.
Bagi Davis, James adalah seorang mentor yang sangat berharga. James selalu membangunkan dirinya saat kehilangan percaya diri. ”Kami saling hormat, sangat dekat di dalam dan luar lapangan. Tidak ada rasa cemburu. Kami hanya selalu ingin menang,” tuturnya.
Baca juga : Awal Musim Semi LA Lakers
Dalam wawancara seusai juara, James menginginkan Davis menjadi pemain yang lebih besar darinya. Hal ini bisa menjadi sebuah pertanda akan masa depan cerah bagi dinasti Lakers di masa depan.
Puncak performa ”Sang Raja”, julukan James yang dua bulan lagi genap 36 tahun, mungkin hanya tersisa dua atau tiga musim ke depan. Namun, Lakers tidak perlu terlalu cemas. James telah memilih Davis sebagai ”pangeran” yang akan meneruskan warisannya.
Musim "arterisk"
Banyak fans NBA yang menilai musim ini tidak sah karena cacat atau ”asterisk”, istilah sebutannya. Hal itu mengingat musim ini sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Penyelenggaraan musim reguler pun dibuat lebih singkat dari biasanya. Laga kandang-tandang dan penonton juga tidak ada selama di ”gelembung”.
Namun, dengan segala permasalahan itu, justru bisa dikatakan Lakers adalah juara sejati. Mereka sukses melewati musim sangat panjang, mencapai 355 hari. Mereka bisa menaklukkan badai masalah yang terjadi sejak awal tahun, di dalam dan luar lapangan.
Kami saling hormat, sangat dekat di dalam dan luar lapangan. Tidak ada rasa cemburu. Kami hanya selalu ingin menang.(Anthony Davis)
James dan rekan-rekannya sempat diganggu pandemi Covid-19. Pandemi membuat mereka sempat terhenti berkompetisi hingga empat bulan. Setelah liga dilanjutkan di dalam ”gelembung”, mentalitas pun diuji karena pemain sempat tidak bisa bertemu keluarganya. Pertandingan juga kurang bergairah tanpa kehadiran penonton.
Puncaknya, muncul pula protes kesetaraan rasial yang dilakukan seluruh pemain akibat penembakan warga kulit hitam di AS. Pemain sempat memboikot pertandingan hingga akhirnya liga basket terkemuka dunia itu dilanjutkan seusai kesepakatan dengan petinggi klub dan NBA.
Baca juga : Aksi Boikot NBA Berujung Manis
Peran Kobe Bryant
Menurut Pippen, semua masalah ini membuat tim juara pantas mendapatkan apresiasi setinggi mungkin. Ibarat kapal, mereka bisa menaklukkan samudera terkejam yang penuh dengan badai besar. ”Jika bisa memilih MVP final, saya pilih seluruh pemain tim (yang juara) mengingat perjuangan mereka dalam gelembung,” ucap legenda Bulls itu.
Kekuatan besar Lakers itu mungkin berasal dari mendiang Bryant. Sebelum liga dilanjutkan, skuad Lakers sudah berkomitmen mempersembahkan gelar juara musim ini untuk sang legenda yang meninggal bersama puterinya, Gianna, akibat tragedi kecelakaan helikopter pada awal tahun ini.
Baca juga : Kobe Bryant Meninggal Bersama Putrinya Dalam Kecelakaan Heli
Memori tentang Bryant selalu dibawa skuad Lakers di ”gelembung”. Itu mulai dari yel-yel tim, ”1-2-3 Mamba!”, hingga penggunaan jersei khusus ”Mamba Hitam” yang didesain Bryant.
”Kobe dan Gianna menuntun tim ini sepanjang tahun,” kata Pelinka, Manajer Umum Lakers.(AP)